SNI T-02--2005
RSNI T-02-2005
BACK - i
Daftar
RSNI 2006
Prakata
Standar Pembebanan untuk Jembatan dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi
Bidang Konstruksi dan Bangunan melalui Gugus Kerja Bidang Prasarana Transportasi Balai
Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan pada Sub Panitia Teknik Standarisasi Bidang
Prasarana Transportasi. Standar ini diprakarsai oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi,
Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum eks. Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah.
Standar ini merupakan revisi dari SNI 03-1725-1989 yang membahas masalah beban dan
aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk
jembatan pejalan kaki dan bangunan-bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan
tersebut. Dengan terbitnya revisi ini, maka SNI 03-1725-1989 tidak berlaku lagi.
Tata cara penulisan ini disusun mengikuti Pedoman BSN No. 8 tahun 2000 dan dibahas
dalam forum konsensus yang melibatkan narasumber, pakar dan pengguna Prasarana
Transportasi sesuai ketentuan Pedoman BSN No. 9 tahun 2000.
RSNI T-02-2005
BACK - ii
Daftar
RSNI 2006
Pendahuluan
Pada tahun 1970 Direktorat Jenderal Bina Marga menetapkan “Peraturan Muatan untuk
Jembatan Jalan Raya” Nr. 12/1970. Peraturan ini kemudian diangkat menjadi “Tata Cara
Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya” SNI 03-1725-1989. Peraturan-peraturan
ini kembali dibahas oleh Tim Bridge Management System (BMS) yang menghasilkan
modifikasi dalam kaidah-kaidah perencanaan keadaan batas layan (KBL) dan ultimit (KBU).
Acuan yang banyak digunakan standar ini bersumber pada Austroads dan menghasilkan
Peraturan “Beban Jembatan”, Peraturan Perencanaan Jembatan, Bagian 2, BMS-1992.
Peraturan ini mencakup perencanaan beban gempa secara statis ekuivalen yang mengacu
pada “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya” SNI –03-
2833-1992.
Pusat Litbang Prasarana Transportasi memprakarsai penerbitan “Pedoman Perencanaan
Beban Gempa untuk Jembatan” Pd. T-04-2004-B (melengkapi Peraturan “Beban Jembatan”
BMS-1992) yang memuat perencanaan beban gempa secara dinamis.
Sejalan dengan itu, “Standar Pembebanan untuk Jembatan” yang dipersiapkan dalam tahun
1989 dikaji ulang dan disesuaikan dengan Peraturan “Beban Jembatan” BMS-1992 sehingga
memungkinkan jembatan untuk mengakomodasikan pertumbuhan dan perilaku lalu lintas
kendaraan berat yang ada.
“Standar Pembebanan untuk Jembatan” 2004 memuat beberapa penyesuaian berikut:
i. Gaya rem dan gaya sentrifugal yang semula mengikuti Austroads, dikembalikan ke
Peraturan Nr. 12/1970 dan Tata Cara SNI 03-1725-1989 yang sesuai AASHTO;
ii. Faktor beban ultimit dari “Beban Jembatan” BMS-1992 direduksi dari nilai 2 ke 1,8
untuk beban hidup yang sesuai AASHTO;
iii. Kapasitas beban hidup keadaan batas ultimit (KBU) dipertahankan sama sehingga
faktor beban 1,8 menimbulkan kenaikan kapasitas beban hidup keadaan batas layan
(KBL) sebesar 2/1,8 ~ 11,1 % ;
iv. Kenaikan beban hidup layan atau nominal (KBL) meliputi :
§ “Beban T” truk desain dari 45 ton menjadi 50 ton ;
§ Beban roda desain dari 10 ton menjadi 11,25 ton ;
§ “Beban D” terbagi rata (BTR) dari q = 8 kPa menjadi 9 kPa ;
§ “Beban D” garis terpusat (BGT) dari p = 44 kN/m menjadi 49 kN/m
v. Beban mati ultimit (KBU) diambil pada tingkat nominal (faktor beban = 1) dalam
pengecekan stabilitas geser dan guling dari pondasi langsung.
Sesuai standar ini, beban truk legal adalah 50 ton dengan konfigurasi satu truk setiap jalur
sepanjang bentang jembatan.
Rangkaian truk legal diperhitungkan berdasarkan kasus konfigurasi kendaraan dan kapasitas
aktual jembatan. Jembatan direncanakan untuk menahan beban hidup yang sesaat
melewati jembatan. Dengan demikian kemacetan lalu lintas di atas jembatan harus dihindari.
RSNI T-02-2005
BACK - 1 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Standar pembebanan untuk jembatan
1 Ruang lingkup
Standar ini menetapkan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi lainnya yang akan digunakan
dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunanbangunan
sekunder yang terkait dengan jembatan. Beban-beban, aksi-aksi dan metode
penerapannya boleh dimodifikasi dalam kondisi tertentu, dengan seizin pejabat yang
berwenang.
Butir-butir tersebut di atas harus digunakan untuk perencanaan seluruh jembatan termasuk
jembatan bentang panjang dengan bentang utama > 200 m.
2 Acuan normatif
- SNI 03-1725-1989, Tata cara perencanaan pembebanan jembatan jalan raya
- SNI 03-2833-1992, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan jalan raya
- Pd. T-04-2004-B, Pedoman perencanaan beban gempa untuk jembatan
3 Istilah dan definisi
Istilah dan definisi yang digunakan dalam standar ini sebagai berikut :
3.1
aksi lingkungan
pengaruh yang timbul akibat temperatur, angin, aliran air, gempa dan penyebab-penyebab
alamiah lainnya
3.2
aksi nominal
nilai beban rata-rata berdasarkan statistik untuk periode ulang 50 tahun
3.3
beban primer
beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan
jembatan
3.4
beban sekunder
beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam perhitungan
tegangan pada setiap perencanaan jembatan
3.5
beban khusus
beban yang merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan pada
perencanaan jembatan
RSNI T-02-2005
BACK - 2 dari 63
Daftar
RSNI 2006
3.6
beban mati
semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang
ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap
dengannya
3.7
beban hidup
semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak/lalu lintas dan/atau
pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan
3.8
beban mati primer
berat sendiri dari pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-masing gelagar
jembatan
3.9
beban pelaksanaan
beban sementara yang mungkin bekerja pada bangunan secara menyeluruh atau sebagian
selama pelaksanaan
3.10
beban mati sekunder
berat kerb, trotoar, tiang sandaran dan lain-lain yang dipasang setelah pelat di cor. Beban
tersebut dianggap terbagi rata di seluruh gelagar
3.11
beban lalu lintas
seluruh beban hidup, arah vertikal dan horisontal, akibat aksi kendaraan pada jembatan
termasuk hubungannya dengan pengaruh dinamis, tetapi tidak termasuk akibat tumbukan
3.12
berat
berat dari suatu benda adalah gaya gravitasi yang bekerja pada massa benda tersebut (kN)
Berat = massa x g
dengan pengertian g adalah percepatan akibat gravitasi
3.13
faktor beban
pengali numerik yang digunakan pada aksi nominal untuk menghitung aksi rencana. Faktor
beban diambil untuk:
- adanya perbedaan yang tidak diinginkan pada beban
- ketidak-tepatan dalam memperkirakan pengaruh pembebanan
- adanya perbedaan ketepatan dimensi yang dicapai dalam pelaksanaan
RSNI T-02-2005
BACK - 3 dari 63
Daftar
RSNI 2006
3.14
faktor beban biasa
digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana adalah mengurangi keamanan
3.15
faktor beban terkurangi
digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana adalah menambah keamanan
3.16
fender
struktur pelindung pilar jembatan terhadap tumbukan kapal
3.17
jangka waktu aksi
perkiraan lamanya aksi bekerja dibandingkan dengan umur rencana jembatan. Ada dua
macam katagori jangka waktu yang diketahui :
- Aksi tetap adalah bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan jembatan
cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang mungkin menempel pada jembatan
- Aksi transien bekerja dengan waktu yang pendek, walaupun mungkin terjadi seringkali
3.18
lantai kendaraan
seluruh lebar bagian jembatan yang digunakan untuk menerima beban dari lalu lintas
kendaraan. Bebannya disebut Beban "T"
3.19
lajur lalu lintas
bagian dari lantai kendaraan yang digunakan oleh suatu rangkaian kendaraan. Bebannya
disebut Beban "D"
3.20
lajur lalu lintas rencana
strip dengan lebar 2,75 m dari jalur yang digunakan dimana pembebanan lalu lintas rencana
bekerja
3.21
lajur lalu lintas biasa
lajur yang diberi marka pada permukaan untuk mengendalikan lalu lintas
3.22
lebar jalan
lebar keseluruhan dari jembatan yang dapat digunakan oleh kendaraan, termasuk lajur lalu
lintas biasa, bahu yang diperkeras, marka median dan marka yang berupa strip. Lebar jalan
membentang dari kerb yang dipertinggi ke kerb yang lainnya. Atau apabila kerb tidak
dipertinggi, adalah dari penghalang bagian dalam ke penghalang lainnya
RSNI T-02-2005
BACK - 4 dari 63
Daftar
RSNI 2006
3.23
profil ruang bebas jembatan
ukuran ruang dengan syarat tertentu yaitu meliputi tinggi bebas minimum jembatan tertutup,
lebar bebas jembatan dan tinggi bebas minimum terhadap banjir
3.24
tipe aksi
Dalam hal tertentu aksi bisa meningkatkan respon total jembatan (mengurangi keamanan)
pada salah satu bagian jembatan, tetapi mengurangi respon total (menambah keamanan)
pada bagian lainnya.
- Tak dapat dipisah-pisahkan, artinya aksi tidak dapat dipisah ke dalam salah satu bagian
yang mengurangi keamanan dan bagian lain yang menambah keamanan (misalnya
pembebanan "T")
- Tersebar dimana bagian aksi yang mengurangi keamanan dapat diambil berbeda dengan
bagian aksi yang menambah keamanan (misalnya, beban mati tambahan)
4 Persyaratan dan petunjuk penggunaan
4.1 Persyaratan
1) Standar perencanaan jembatan jalan raya digunakan dalam perjanjian kerja antara
pihak-pihak yang bersangkutan dengan bidang konstruksi dan pihak yang
berwenang/aparatur pemerintah, sehingga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
anggaran biaya yang mengikat. Kekuatan perjanjian-perjanjian kerja ini tercermin bahwa
setiap perubahan standar perencanaan pembebanan jembatan jalan raya selalu melalui
Keputusan Presiden RI atau Keputusan Menteri yang bertanggung jawab dalam
pembinaan jalan dan jembatan;
2) Para Pelaksana dalam pekerjaan pembangunan jembatan tidak akan terlepas dari
kewajiban untuk melaksanakan berbagai upaya analisa, cara, atau perhitungan yang
dapat menjamin bahwa jembatan yang dibangunnya akan sanggup memikul bebanbeban
yang ditetapkan pada standar perencanaan pembebanan jalan raya yang
berlaku;
3) Sehubungan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
konstruksi dan transportasi, perencana harus selalu mengikuti perkembangan dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada berbagai standar perencanaan pembebanan
jalan raya baik nasional maupun internasional. Bila terdapat perubahan-perubahan yang
mendasar dan signifikan maka perencana harus segera mempersiapkan bahan-bahan
pembebanan dan mendiskusikannya dengan pihak klien/yang berwenang;
4) Setiap bagian struktur jembatan yang direncanakan harus sesuai dengan beban
rencana, gaya-gaya yang bekerja, dan berbagai pengaruhnya, termasuk seluruh
gaya/beban yang mungkin terjadi pada jembatan selama umur rencana harus diketahui;
5) Bila terdapat beban/gaya yang tidak umum dan tidak tercakup dalam standar
perencanaan pembebanan jembatan jalan raya ini, perencana harus mengidentifikasi,
mengevaluasi, menghitung besaran dan lamanya gaya tersebut bekerja. Disamping itu,
perencana berkewajiban untuk mencari mengkaji sifat-sifat khusus lainnya sehubungan
dengan pembebanan tersebut (bila ada);
6) Perencana dapat mengusulkan untuk menerapkan berbagai beban di luar standar
perencanaan jembatan jalan raya ini apabila data hasil percobaan/pengukuran dan
perhitungan teknis memberikan dukungan yang kuat terhadap usulan tersebut. Selain
itu, pihak yang berwenang telah memberikan persetujuan secara tertulis kepada
perencana untuk menerapkan metode atau standar pembebanan yang berbeda. Untuk
RSNI T-02-2005
BACK - 5 dari 63
Daftar
RSNI 2006
suatu jembatan yang khusus, perencana harus mempelajari setiap kemungkinan
pembebanan umum yang bersesuaian dengan standar perencanaan pembebanan
jembatan jalan raya ini. Jumlah beban yang akan diterapkan beban jembatan khusus ini
harus di kombinasikan secara konsisten;
7) Apabila seluruh gaya-gaya/beban telah diketahui, maka seluruh kombinasi yang
memungkinkan harus dibuat. Suatu kombinasi dapat hanya berlaku untuk suatu bagian
struktur jembatan saja dan tidak terjadi secara serempak/bersamaan. Hal tersebut harus
dapat diuraikan secara jelas dan sistematis oleh perencana dalam meminta persetujuan
yang berwenang. Perencana juga berkewajiban untuk menunjukkan kombinasikombinasi
yang mengakibatkan pengaruh yang paling membahayakan;
8) Dalam melakukan kombinasi pembebanan perencana harus memperhatikan aspek
ekonomis dan harus mendapat persetujuan yang berwenang. Perencana harus
mencantumkan pada gambar struktur jembatan mengenai metode pelaksanaan, urutan,
dan setiap batasan khusus lainnya. Perpindahan setiap gaya harus diuraikan secara
jelas, seperti perpindahan gaya-gaya antara bangunan bawah dengan pondasi sehingga
bagian struktur seperti pada elastomer atau jenis perletakan lainnya, dihitung dengan
berbagai gaya-gaya yang relevan secara benar dan akurat;
9) Diagram tegangan yang terjadi dari beban yang diterapkan harus diperlihatkan. Untuk
jembatan yang tidak tegak lurus sungai (skew), maka beban yang dipikul oleh jembatan
melalui sistem lantai/balok ke perletakan, dalam perencanaan harus dipisahkan ke
dalam komponen-komponen gaya vertikal, lateral dan memanjang.
4.2 Petunjuk penggunaan standar
1) Untuk memudahkan penggunaan standar yang akan dipergunakan ini maka aksi-aksi
(beban, perpindahan dan pengaruh lainnya) dikelompokkan menurut sumbernya ke
dalam beberapa kelompok, yaitu:
a) aksi tetap Bab 5;
b) beban lalu lintas Bab 6;
c) aksi lingkungan Bab 7;
d) aksi-aksi lainnya Bab 8.
Masing-masing dari bab di atas berisi spesifikasi untuk menghitung aksi nominal, definisi
dari tipe aksi tersebut, faktor beban yang digunakan untuk menghitung besarnya aksi
rencana. Secara ringkas bisa dilihat dalam Tabel 1.
2) Aksi juga diklasifikasikan berdasarkan kepada lamanya aksi tersebut bekerja, yaitu:
a) aksi tetap;
b) aksi transien.
Klasifikasi ini digunakan apabila aksi-aksi rencana di gabung satu sama lainnya
mendapatkan kombinasi pembebanan yang akan digunakan dalam perencanaan
jembatan.
Kombinasi beban rencana di kelompokan ke dalam kelompok-kelompok, yaitu:
a) kombinasi dalam batas daya layan Pasal 9.5;
b) kombinasi dalam batas ultimit Pasal 9.6;
c) kombinasi dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja Pasal 10.3.
Persyaratan untuk stabilitas terhadap guling jembatan atau bagian dari jembatan bisa
dilihat dalam Pasal 11.1. Persyaratan minimum untuk pengekangan arah lateral bisa
dilihat dalam Pasal 11.2.
3) Bangunan-bangunan sekunder yang dipasang pada jembatan mempunyai persyaratan
khusus dalam perencanaannya. Spesifikasi dari aksi-aksi yang digunakan dalam
perencanaan bangunan tersebut tercantum dalam:
a) penghalang lalu lintas dan penghalang untuk pejalan kaki Bab 12
b) rambu jalan dan bangunan penerangan Bab 13
RSNI T-02-2005
BACK - 6 dari 63
Daftar
RSNI 2006
4) Semua aksi yang mungkin akan mempengaruhi jembatan selama umur rencana terlebih
dahulu harus diketahui. Setiap aksi yang tidak umum yang tidak dijelaskan dalam
standar ini harus dievaluasi dengan memperhitungkan besarnya faktor beban dan
lamanya aksi tersebut bekerja;
Apabila semua aksi telah diketahui, maka seluruh kombinasi yang memungkinkan harus
diketahui sesuai dengan Bab 9 atau Pasal 10.3. Suatu kombinasi mungkin hanya
berlaku untuk bagian dari jembatan saja, dan beberapa aksi mungkin tidak akan cocok
apabila terjadi secara bersamaan. Hal semacam ini harus bisa diputuskan oleh
Perencana;
Aksi nominal diubah menjadi aksi rencana dengan cara mengalikan dengan faktor
beban yang cukup memadai.
5) Beberapa aksi dapat mengurangi pengaruh dari aksi-aksi lainnya. Dalam keadaan ini
maka faktor beban yang lebih rendah bisa digunakan sebagai aksi yang pengurang.
Dalam hal aksi terbagi rata, seperti lapis permukaan aspal beton pada jembatan bentang
menerus, dimana sebagian aksi berfungsi sebagai pengurang maka hanya digunakan
satu nilai faktor beban ultimit yang digunakan untuk seluruh aksi tersebut. Perencana
harus menentukan salah satu faktor beban, (dapat beban normal atau terkurangi), yang
menyebabkan pengaruh paling buruk;
6) Dalam menentukan faktor beban yang menyebabkan pengaruh paling buruk, perencana
harus mengambil keputusan dalam menentukan aksi-aksi mana yang bersifat normal
atau mengurangi. Sebagai contoh, perencana perlu menerapkan faktor beban
terkurangi untuk berat sendiri jembatan bila menghitung gaya angkat tiang atau stabilitas
bangunan bawah. Dalam semua hal, bagaimanapun, faktor beban yang dipilih adalah
faktor yang menghasilkan pengaruh total terburuk;
7) Banyak aksi mempunyai faktor beban terkurangi efektif nol (sesuai dengan
penghilangan aksi), dalam hal ini faktor bisa dihilangkan;
8) Aksi rencana harus digabungkan bersama untuk memperoleh berbagai-bagai kombinasi
beban yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk bisa membandingkan
secara langsung beberapa kombinasi dan mengabaikan kombinasi yang memberikan
pengaruh paling kecil pada jembatan. Kombinasi yang lolos adalah kombinasi yang
harus digunakan dalam perencanaan jembatan. Tahapan ini bisa dilihat dalam bagan alir
pada Gambar 1;
9) Penjelasan yang terperinci dari beban-beban rencana yang harus dicantumkan dalam
gambar jembatan adalah sebagai berikut:
a) judul dan edisi dari standar yang digunakan;
b) perbedaan penting terhadap persyaratan dalam standar ini;
c) pengurangan yang diizinkan dari 100% beban lalu lintas rencana;
d) pembesaran yang diizinkan dari 100 % beban lalu lintas rencana;
e) daerah gempa;
f) aksi rencana yang penting, seperti halnya:
- kecepatan angin
- penurunan/perbedaan penurunan
- aliran sungai/beban hanyutan;
g) beban-beban fondasi yang diperhitungkan;
h) temperatur rencana rata-rata untuk memasang perletakan dan sambungan siar
muai.
Apabila diperlukan dalam persyaratan perencanaan, maka pelaksanaan dan urutanurutan
pemasangan, atau batasan khusus lainnya harus dicantumkan dalam gambar
jembatan.
RSNI T-02-2005
BACK - 7 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 1 Bagan alir untuk perencanaan beban jembatan
KETAHUI AKSI-AKSI YANG
TERKAIT
YA
CEK TERHADAP BEBERAPA
PENGARUH
YANG SIFATNYA MENGURANGI
UBAH AKSI NOMINAL KE DALAM AKSI
RENCANA DENGAN MENGGUNAKAN
FAKTOR BEBAN
AKSI RENCANA ULTIMIT AKSI RENCANA DAYA LAYAN
KOMBINASI RENCANA AKHIR
TIDAK
HITUNG AKSI DAN PILIH
FAKTOR BEBAN
APAKAH AKSIAKSI
TERCANTUM
DALAM
PERATURAN ?
KOMBINASI BEBAN
RSNI T-02-2005
BACK - 8 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 1 Ringkasan aksi-aksi rencana
Aksi Faktor Beban pada Keadaan
Batas
Ultimit K
Pasal
No
Nama Simbol
(1)
Lamanya
waktu
(3)
Daya
Layan
K Normal Terkurangi
5.2 Berat Sendiri PMS Tetap 1,0 * (3) * (3)
5.3 Beban Mati Tambahan PMA Tetap 1,0/1,3
(3)
2,0/1,4
(3)
0,7/0,8
(3)
5.4 Penyusutan & Rangkak PSR Tetap 1,0 1,0 N/A
5.5 Prategang PPR Tetap 1,0 1,0 N/A
5.6 Tekanan Tanah PTA Tetap 1,0 * (3) * (3)
5.7 Beban Pelaksanaan Tetap PPL Tetap 1,0 1,25 0,8
6.3 Beban Lajur “D” TTD Tran 1,0 1,8 N/A
6.4 Beban Truk “T” TTT Tran 1,0 1,8 N/A
6.7 Gaya Rem TTB Tran 1,0 1,8 N/A
6.8 Gaya Sentrifugal TTR Tran 1,0 1,8 N/A
6.9 Beban trotoar TTP Tran 1,0 1,8 N/A
6.10 Beban-beban Tumbukan TTC Tran * (3) * (3) N/A
7.2 Penurunan PES Tetap 1,0 N/A N/A
7.3 Temperatur TET Tran 1,0 1,2 0,8
7.4 Aliran/Benda hanyutan TEF Tran 1,0 * (3) N/A
7.5 Hidro/Daya apung TEU Tran 1,0 1,0 1,0
7.6 Angin TEW Tran 1,0 1,2 N/A
7.7 Gempa TEQ Tran N/A 1,0 N/A
8.1 Gesekan TBF Tran 1,0 1,3 0,8
8.2 Getaran TVI Tran 1,0 N/A N/A
8.3 Pelaksanaan TCL Tran * (3) * (3) * (3)
CATATAN (1) Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol untuk beban rencana
menggunakan tanda bintang, untuk: PMS = berat sendiri nominal, P*MS = berat sendiri
rencana
CATATAN (2) Tran = transien
CATATAN (3) Untuk penjelasan lihat Pasal yang sesuai
CATATAN (4) “ N/A” menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal di mana pengaruh beban transien
adalah meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol
RSNI T-02-2005
BACK - 9 dari 63
Daftar
RSNI 2006
5 Aksi dan beban tetap
5.1 Umum
1) Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera
dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan;
2) Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan
gravitasi g. Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2.
Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam
Tabel 3;
3) Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan batas,
akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat
digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan masa diambil dari
suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan tepat,
maka Perencana harus memilih-milih harga tersebut untuk mendapatkan keadaan yang
paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam
standar ini dan tidak boleh diubah;
4) Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemenelemen
non-struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi
yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi.
Perencana jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan
elemen-elemen tersebut;
5.2 Berat sendiri
Tabel 2 Faktor beban untuk berat sendiri
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K K
Biasa Terkurangi
Tetap
Baja, aluminium 1,0
Beton pra cetak 1,0
Beton dicor di tempat 1,0
Kayu 1,0
1,1 0,9
1,2 0,85
1,3 0,75
1,4 0,7
5) Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemenelemen
struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan
bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non
struktural yang dianggap tetap.
RSNI T-02-2005
BACK - 10 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 3 Berat isi untuk beban mati [ kN/m³ ]
No. Bahan Berat/Satuan Isi
(kN/m3)
Kerapatan Masa
(kg/m3)
1 Campuran aluminium 26.7 2720
2 Lapisan permukaan
beraspal
22.0 2240
3 Besi tuang 71.0 7200
4 Timbunan tanah
dipadatkan
17.2 1760
5 Kerikil dipadatkan 18.8-22.7 1920-2320
6 Aspal beton 22.0 2240
7 Beton ringan 12.25-19.6 1250-2000
8 Beton 22.0-25.0 2240-2560
9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640
10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600
11 Timbal 111 11 400
12 Lempung lepas 12.5 1280
13 Batu pasangan 23.5 2400
14 Neoprin 11.3 1150
15 Pasir kering 15.7-17.2 1600-1760
16 Pasir basah 18.0-18.8 1840-1920
17 Lumpur lunak 17.2 1760
18 Baja 77.0 7850
19 Kayu (ringan) 7.8 800
20 Kayu (keras) 11.0 1120
21 Air murni 9.8 1000
22 Air garam 10.0 1025
23 Besi tempa 75.5 7680
RSNI T-02-2005
BACK - 11 dari 63
Daftar
RSNI 2006
5.3 Beban mati tambahan / utilitas
Tabel 4 Faktor beban untuk beban mati tambahan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU
K K
Biasa Terkurangi
Tetap Keadaan umum 1,0 (1)
Keadaan khusus 1,0
2,0 0,7
1,4 0,8
CATATAN (1) Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas
5.3.1 Pengertian dan persyaratan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada
jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur
jembatan.
Dalam hal tertentu harga KMA yang telah berkurang boleh digunakan dengan persetujuan
Instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban
mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.
Pasal ini tidak berlaku untuk tanah yang bekerja pada jembatan. Faktor beban yang
digunakan untuk tanah yang bekerja pada jembatan ini diberikan pada Pasal 5.4.2 dan
diperhitungkan sebagai tekanan tanah pada arah vertikal.
5.3.2 Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali permukaan
Kecuali ditentukan lain oleh Instansi yang berwenang, semua jembatan harus direncanakan
untuk bisa memikul beban tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk
pelapisan kembali dikemudian hari. Lapisan ini harus ditambahkan pada lapisan permukaan
yang tercantum dalam gambar.
Pelapisan kembali yang diizinkan adalah merupakan beban nominal yang dikaitkan dengan
faktor beban untuk mendapatkan beban rencana.
5.3.3 Sarana lain di jembatan
Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada jembatan harus
dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lainlainnya
harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh sehingga kondisi yang paling
membahayakan dapat diperhitungkan.
5.4 Pengaruh penyusutan dan rangkak
Tabel 5 Faktor beban akibat penyusutan dan rangkak
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K K
Tetap 1,0 1,0
CATATAN (1) Walaupun rangkak dan penyusutan bertambah lambat menurut waktu
akan tetapi pada akhirnya akan mencapai harga yang konstan
RSNI T-02-2005
BACK - 12 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatanjembatan
beton. Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari jembatan.
Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka harga
dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer
dari beton prategang).
5.4.1 Pengaruh prategang
Tabel 6 Faktor beban akibat pengaruh prategang
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU S
PR K U
PR K
Tetap 1,0 1,0 (1,15 pada prapenegangan)
Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen yang
terkekang pada bangunan statis tidak tentu. Pengaruh sekunder tersebut harus
diperhitungkan baik pada batas daya layan ataupun batas ultimit.
Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah kehilangan
tegangan dalam kombinasinya dengan beban-beban lainnya.
Pengaruh utama dari prategang adalah sebagai berikut:
a) pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai suatu
sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus dihitung
dengan menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0;
b) pada keadaan batas ultimit, pengaruh utama dari prategang tidak dianggap sebagai
beban yang bekerja, melainkan harus tercakup dalam perhitungan kekuatan unsur.
5.4.2 Tekanan tanah
Tabel 7 Faktor beban akibat tekanan tanah
FAKTOR BEBAN
U
TA K JANGKA
WAKTU DESKRIPSI
S
TA K
Biasa Terkurangi
1,25
(1)
0,80
Tekanan tanah vertikal
1,0
1,25
1,40
0,80
0,70
Tetap Tekanan tanah lateral
- aktif
- pasif
- keadaan diam
1,0
1,0
1,0 lihat penjelasan
1) Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah
(kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya) bisa
diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah;
2) Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat bahan
tanah;
RSNI T-02-2005
BACK - 13 dari 63
Daftar
RSNI 2006
3) Tekanan tanah lateral daya layan dihitung berdasarkan harga nominal dari ws, c dan φ;
4) Tekanan tanah lateral ultimit dihitung dengan menggunakan harga nominal dari ws dan
harga rencana dari c dan φ. Harga-harga rencana dari c dan φ diperoleh dari harga
nominal dengan menggunakan Faktor Pengurangan Kekuatan KR, seperti terlihat dalam
Tabel 8. Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa harga nominal dan
selanjutnya harus dikalikan dengan Faktor Beban yang cukup seperti yang tercantum
dalam Pasal ini;
5) Pengaruh air tanah harus diperhitungkan sesuai dengan Pasal 7.5.
Tabel 8 Sifat-sifat untuk tekanan tanah
Sifat-sifat Bahan untuk Keadaan Batas Ultimit
Menghitung Tekanan
Tanah Biasa Terkurangi
ws* =
Aktif:
(1) φ* =
c* =
ws
tan-1 ( KR f tan φ)
R
C K c (3)
ws
tan-1 [(tan φ) ¤ KR f ]
c ¤ R
C K
ws * =
Pasif:
(1) φ* =
c* =
ws
tan-1 [(tan φ) ¤ KR f ]
c ¤ R
C K
ws
tan-1 (KR f tan φ)
R
C K c (3)
Vertikal: ws* = ws ws
CATATAN (1) Harga rencana untuk geseran dinding, δ*, harus dihitung dengan cara yang
sama seperti φ*
CATATAN (2) KR f dan R
C K adalah faktor reduksi kekuatan bahan
CATATAN (3) Nilai φ* dan c* minimum berlaku umum untuk tekanan tanah aktif dan pasif
6) Tanah dibelakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang
bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis
(lihat Gambar 2). Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,6
m yang bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas
tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam
arah lateral saja, dan faktor beban yang digunakan harus sama seperti yang telah
ditentukan dalam menghitung tekanan tanah arah lateral. Faktor pengaruh
pengurangan dari beban tambahan ini harus nol.
7) Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada
Keadaan Batas Ultimit. Apabila keadaan demikian timbul, maka Faktor Beban Ultimit
yang digunakan untuk menghitung harga rencana dari tekanan tanah dalam keadaan
diam harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor Beban Daya
Layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0, tetapi dalam pemilihan
harga nominal yang memadai untuk tekanan harus hati-hati.
RSNI T-02-2005
BACK - 14 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 2 Tambahan beban hidup
5.4.3 Pengaruh tetap pelaksanaan
Tabel 9 Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K K
Biasa Terkurangi
Tetap 1,0 1,25 0,8
Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban muncul disebabkan oleh metoda dan urut-urutan
pelaksanaan jembatan beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya,
seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus
dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai.
Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya, maka
pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit dengan
menggunakan faktor beban yang tercantum dalam Pasal ini.
6 Beban lalu lintas
6.1 Umum
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T".
Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada
jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah
total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa
posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan
yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T"
diterapkan per lajur lalu lintas rencana.
Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang
mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk
bentang pendek dan lantai kendaraan.
RSNI T-02-2005
BACK - 15 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Dalam keadaan tertentu beban "D" yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan mungkin
dapat digunakan (lihat Pasal 6.5).
6.2 Lajur lalu lintas rencana
Lajur lalu lintas Rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu lintas
yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam Tabel 11.
Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.
6.3 Beban lajur “D”
Tabel 10 Faktor beban akibat beban lajur “D”
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU
K K
Transien 1,0 1,8
6.3.1 Intensitas dari beban “D”
1) Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban
garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 3;
Tabel 11 Jumlah lajur lalu lintas rencana
Tipe Jembatan (1) Lebar Jalur Kendaraan (m) (2) Jumlah Lajur Lalu lintas
Rencana (nl)
Satu lajur 4,0 - 5,0 1
Dua arah, tanpa median 5,5 - 8,25
11,3 - 15,0
2 (3)
4
Banyak arah
8,25 - 11,25
11,3 - 15,0
15,1 - 18,75
18,8 - 22,5
3
4
5
6
CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh
Instansi yang berwenang.
CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu
arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah.
CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar
jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan
memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap.
2) Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung
pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:
L £ 30 m : q = 9,0 kPa (1)
L > 30 m : q = 9,0 Error! kPa (2)
dengan pengertian :
q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan
L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)
RSNI T-02-2005
BACK - 16 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Hubungan ini bisa dilihat dalam Gambar 4.
Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR
mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh
maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Dalam hal ini L adalah
jumlah dari masing-masing panjang beban-beban yang dipecah seperti terlihat dalam
Gambar 6.
3) Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap
arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.
Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT
kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada
bentang lainnya. Ini bisa dilihat dalam Gambar 6.
Gambar 3 Beban lajur “D”
Gambar 4 Beban “D” : BTR vs panjang yang dibebani
6.3.2 Penyebaran beban "D" pada arah melintang
Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan
momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada
BTR
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Panjang dibebani (m)
BTR
RSNI T-02-2005
BACK - 17 dari 63
Daftar
RSNI 2006
arah melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :
1) bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D"
harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % seperti tercantum dalam
Pasal 6.3.1;
2) apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur
lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan (Tabel 11), dengan intensitas 100 % seperti
tercantum dalam Pasal 6.3.1. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75
q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar nl x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja
berupa strip pada jalur selebar nl x 2,75 m;
3) lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada
jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari
jalur dengan intensitas sebesar 50 % seperti tercantum dalam Pasal 6.3.1. Susunan
pembebanan ini bisa dilihat dalam Gambar 5;
Gambar 5 Penyebaran pembebanan pada arah melintang
4) luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam Pasal ini harus dianggap bagian
jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat
dari penghalang lalu lintas yang tetap.
6.3.3 Respon terhadap beban lalu lintas “D“
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan
geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan mempertimbangkan beban
lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas
100% untuk panjang terbebani yang sesuai.
b
nl x 2,75
nl x 2,75
RSNI T-02-2005
BACK - 18 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 6 Susunan pembebanan “D”
RSNI T-02-2005
BACK - 19 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.4 Pembebanan truk "T"
Tabel 12 Faktor beban akibat pembebanan truk “T”
FAKTOR BEBAN
JANGKAWAKTU
K S;;TT; K U;;TT;
Transien 1,0 1,8
6.4.1 Besarnya pembebanan truk “T”
Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan
berat as seperti terlihat dalam Gambar 7. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi
2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
Gambar 7 Pembebanan truk “T” (500 kN)
6.4.2 Posisi dan penyebaran pembebanan truk "T" dalam arah melintang
Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk "T"
yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana.
Kendaraan truk "T" ini harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti
terlihat dalam Gambar 7. Jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana dapat dilihat dalam
Pasal 6.2, akan tetapi jumlah lebih kecil bisa digunakan dalam perencanaan apabila
menghasilkan pengaruh yang lebih besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai
bulat harus digunakan. Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada lajur
jembatan.
RSNI T-02-2005
BACK - 20 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.4.3 Respon terhadap beban lalu lintas “T”
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan
geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan:
1) menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan faktor yang
diberikan dalam Tabel 13;
Tabel 13 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T”
Jenis bangunan atas Jembatan jalur tunggal Jembatan jalur majemuk
Pelat lantai beton di
atas:
§ balok baja I atau
balok beton pra
tekan
§ balok beton
bertulang T
§ balok kayu
S/4,2
(bila S > 3,0 m lihat Catatan 1)
S/4,0
(bila S > 1,8 m lihat Catatan 1)
S/4,8
(bila S > 3,7 m lihat Catatan 1)
S/3,4
(bila S > 4,3 m lihat Catatan 1)
S/3,6
(bila S > 3,0 m lihat Catatan 1)
S/4,2
(bila S > 4,9 m lihat Catatan 1)
Lantai papan kayu S/2,4 S/2,2
Lantai baja gelombang
tebal 50 mm atau lebih S/3,3 S/2,7
Kisi-kisi baja:
§ kurang dari tebal
100 mm
§ tebal 100 mm atau
lebih
S/2,6
S/3,6
(bila S > 3,6 m lihat Catatan 1)
S/2,4
S/3,0
(bila S > 3,2 m lihat Catatan 1)
CATATAN 1 Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan
menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana.
CATATAN 2 Geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh
S/faktor ³ 0,5.
CATATAN 3 S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m).
2) momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dapat digunakan
untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang dengan
bentang antara 0,6 dan 7,4 m;
3) bentang efektif S diambil sebagai berikut:
i. untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S =
bentang bersih;
ii. untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor
menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah lebar dudukan tumpuan.
RSNI T-02-2005
BACK - 21 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.5 Klasifikasi pembebanan lalu lintas
6.5.1 Pembebanan lalu lintas yang dikurangi
Dalam keadaan khusus, dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D"
setelah dikurangi menjadi 70 % bisa digunakan. Pembebanan lalu lintas yang dikurangi
harga berlaku untuk jembatan darurat atau semi permanen.
Faktor sebesar 70 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT yang tercantum dalam Pasal 6.3
dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT seperti pada Pasal 6.8.
Faktor pengurangan sebesar 70 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau
gaya rem pada arah memanjang jembatan seperti tercantum dalam Pasal 6.7.
6.5.2 Pembebanan lalu lintas yang berlebih (overload)
Dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" dapat diperbesar di atas
100 % untuk jaringan jalan yang dilewati kendaraan berat. Faktor pembesaran di atas 100%
ini diterapkan untuk BTR dan BGT yang tercantum dalam Pasal 6.3 dan gaya sentrifugal
yang dihitung dari BTR dan BGT seperti pada Pasal 6.8.
Faktor pembesaran di atas 100 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau
gaya rem pada arah memanjang jembatan seperti tercantum dalam Pasal 6.7.
6.6 Faktor beban dinamis
1) Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak
dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi
kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari
getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis
ekuivalen.
2) Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk "T"
harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak
dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis.
FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit.
3) Untuk pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen
seperti tercantum dalam Gambar 8. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen
diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang
bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus:
LE = max L L av (3)
dengan pengertian :
Lav adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan
secara menerus
Lmax adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung
secara menerus.
4) Untuk pembebanan truk "T": FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung digunakan
pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah.
Untuk bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada dibawah garis permukaan,
harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan
tanah sampai nol pada kedalaman 2 m.
Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur baja-tanah,
harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari
10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa di interpolasi linier. Harga
FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan
seutuhnya.
RSNI T-02-2005
BACK - 22 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 8 Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan lajur “D”
6.7 Gaya rem
Tabel 14 Faktor beban akibat gaya rem
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;TB; K U;;TB;
Transien 1,0 1,8
Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus
ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya
rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel 11
dan Gambar 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya
rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap
setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila
panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1: q = 9 kPa.
Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan
bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan
ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan.
Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal.
Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti
pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar
40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.
Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak
berlaku untuk gaya rem.
0
10
20
30
40
50
0 50 100 150 200
Bentang (m)
FBD
RSNI T-02-2005
BACK - 23 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 9 Gaya rem per lajur 2,75 m (KBU)
6.8 Gaya sentrifugal
Tabel 15 Faktor beban akibat gaya sentrifugal
FAKTOR BEBAN
JANGKAWAKTU
K S;;TR; K U;;TR;
Transien 1,0 1,8
Jembatan yang berada pada tikungan harus memperhitungkan bekerjanya suatu gaya
horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan. Gaya
horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua
jalur lalu lintas (Tabel 11 dan Gambar 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis.
Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m. Untuk kondisi
ini rumus 1; dimana q = 9 kPa berlaku.
Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR berlaku
untuk gaya sentrifugal.
Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau "T" dengan
pola yang sama sepanjang jembatan.
Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut:
TTR = 0,79 Error! TT
(4)
dengan pengertian :
TTR adalah gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan
TT adalah Pembebanan lalu lintas total yang bekerja pada bagian yang sama (TTR dan
TT mempunyai satuan yang sama)
V adalah kecepatan lalu lintas rencana (km/jam)
r adalah jari-jari lengkungan (m)
0
100
200
300
400
500
0 50 100 150 200 250
Bentang (m)
Gaya rem (kN)
RSNI T-02-2005
BACK - 24 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.9 Pembebanan untuk pejalan kaki
Tabel 16 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki
FAKTOR BEBAN
JANGKAWAKTU
K S;;TP; K U;;TP;
Transien 1,0 1,8
Gambar 10 Pembebanan untuk pejalan kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan
kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.
Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk
memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar 10.
Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau. Untuk
jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki jangan diambil secara bersamaan pada
keadaan batas ultimit (lihat Tabel 39).
Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar
harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.
RSNI T-02-2005
BACK - 25 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.10 Beban tumbukan pada penyangga jembatan
Tabel 17 Faktor beban akibat beban tumbukan pada penyangga jembatan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;TC; K U;;TC;
Transien 1,0 (1) 1,0 (1)
CATATAN (1) Tumbukan harus dikaitkan kepada faktor beban ultimit ataupun daya layan
Pilar yang mendukung jembatan yang melintas jalan raya, jalan kereta api dan navigasi
sungai harus direncanakan mampu menahan beban tumbukan. Kalau tidak, pilar harus
direncanakan untuk diberi pelindung.
Apabila pilar yang mendukung jembatan layang terletak dibelakang penghalang, maka pilar
tersebut harus direncanakan untuk bisa menahan beban statis ekuivalen sebesar 100 kN
yang bekerja membentuk sudut 10° dengan sumbu jalan yang terletak dibawah jembatan.
Beban ini bekerja 1.8 m diatas permukaan jalan. Beban rencana dan beban mati rencana
pada bangunan harus ditinjau sebagai batas daya layan.
6.10.1 Tumbukan dengan kapal
1) Risiko terjadinya tumbukan kapal dengan jembatan harus diperhitungkan dengan
meninjau keadaan masing-masing lokasi untuk parameter berikut:
a) jumlah lalu lintas air;
b) tipe, berat dan ukuran kapal yang menggunakan jalan air;
c) kecepatan kapal yang menggunakan jalan air;
d) kecepatan arus dan geometrik jalan air disekitar jembatan termasuk pengaruh
gelombang;
e) lebar dan tinggi navigasi dibawah jembatan, teristimewa yang terkait dengan lebar
jalan air yang bisa dilalui;
f) pengaruh tumbukan kapal terhadap jembatan.
2) Sistem fender yang terpisah harus dipasang dalam hal-hal tertentu, dimana:
a) resiko terjadinya tumbukan sangat besar; dan
b) kemungkinan gaya tumbukan yang terjadi terlalu besar untuk dipikul sendiri oleh
jembatan.
3) Sistem fender harus direncanakan dengan menggunakan metoda yang berdasarkan
kepada penyerapan energi tumbukan akibat terjadinya deformasi pada fender. Metoda
dan kriteria perencanaan yang digunakan harus mendapat persetujuan dari Instansi
yang berwenang;
4) Fender harus mempunyai pengaku dalam arah horisontal untuk meneruskan gaya
tumbukan keseluruh elemen penahan tumbukan. Bidang pengaku horisontal ini harus
ditempatkan sedekat mungkin dengan permukaan dimana tumbukan akan terjadi. Jarak
antara fender dengan pilar jembatan harus cukup sehingga tidak akan terjadi kontak
apabila beban tumbukan bekerja;
5) Fender atau pilar tanpa fender harus direncanakan untuk bisa menahan tumbukan tanpa
menimbulkan kerusakan yang permanen (pada batas daya layan). Ujung kepala fender,
dimana energi kinetik paling besar yang terjadi akibat tumbukan diserap, harus
diperhitungkan dalam keadaan batas ultimit.
RSNI T-02-2005
BACK - 26 dari 63
Daftar
RSNI 2006
7 Aksi lingkungan
7.1 Umum
Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan penyebabpenyebab
alamiah lainnya.
Besarnya beban rencana yang diberikan dalam standar ini dihitung berdasarkan analisa
statistik dari kejadian-kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang
mungkin akan memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab
untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian khusus setempat dan harus memperhitungkannya
dalam perencanaan.
7.2 Penurunan
Tabel 18 Faktor beban akibat penurunan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;ES; K U;;ES;
Permanen 1,0 Tak bisa dipakai
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan,
termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh penurunan mungkin
bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah.
Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan fondasi yang
digunakan. Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian akan tetapi
besarnya penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut
merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi. Apabila nilai penurunan ini adalah
besar, perencanaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan harus memuat
ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut.
7.3 Pengaruh temperatur / suhu
Tabel 19 Faktor beban akibat pengaruh temperatur/suhu
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;ET; K U;;ET;
Biasa Terkurangi
Transien 1,0 1,2 0,8
RSNI T-02-2005
BACK - 27 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 20 Temperatur jembatan rata-rata nominal
Tipe Bangunan Atas Temperatur Jembatan
Rata-rata Minimum (1)
Temperatur Jembatan
Rata-rata Maksimum
Lantai beton di atas gelagar
atau boks beton. 15°C 40°C
Lantai beton di atas gelagar,
boks atau rangka baja. 15°C 40°C
Lantai pelat baja di atas
gelagar, boks atau rangka
baja.
15°C 45°C
CATATAN (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi
yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.
Tabel 21 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur
Bahan Koefisien Perpanjangan
Akibat Suhu
Modulus Elastisitas
MPa
Baja 12 x 10-6 per °C 200.000
Beton:
Kuat tekan <30 MPa
Kuat tekan >30 MPa
10 x 10-6 per °C
11 x 10-6 per °C
25.000
34.000
Aluminium 24 x 10-6 per °C 70.000
Pengaruh temperatur dibagi menjadi:
1) variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung pergerakan pada
temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban akibat terjadinya
pengekangan dari pergerakan tersebut;
Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan diberikan dalam Tabel 20.
Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang digunakan untuk
menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi diberikan dalam Tabel 21.
Perencana harus menentukan besarnya temperatur jembatan rata-rata yang diperlukan
untuk memasang sambungan siar muai, perletakan dan lain sebagainya, dan harus
memastikan bahwa temperatur tersebut tercantum dalam gambar rencana.
2) variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur
disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari diwaktu siang pada bagian
atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan
diwaktu malam. Gradien temperatur nominal arah vertikal untuk berbagai tipe bangunan
atas diberikan dalam Gambar 11.
Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradien perbedaan
temperatur dalam arah melintang.
RSNI T-02-2005
BACK - 28 dari 63
Daftar
RSNI 2006
7.4 Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu
Tabel 22 Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan
tumbukan dengan batang kayu
JANGKA FAKTOR BEBAN
WAKTU
K S;;EF; K U;;EF;
Transien 1.0 Lihat Tabel 23
1) Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung kepada
kecepatan sebagai berikut:
TEF = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ] (5)
dengan pengertian :
Vs adalah kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau.
Yang dimaksud dalam Pasal ini, kecepatan batas harus dikaitkan dgn
periode ulang dalam Tabel 23.
CD adalah koefisien seret - lihat Gambar 12.
Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan
kedalaman aliran - lihat Gambar 13.
RSNI T-02-2005
BACK - 29 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 11 Gradien perbedaan temperatur
RSNI T-02-2005
BACK - 30 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 23 Periode ulang banjir untuk kecepatan air
Keadaan Batas Periode Ulang
Banjir
Faktor
Beban
Daya layan - untuk semua jembatan 20 tahun 1.0
Ultimit:
Jembatan besar dan penting (1)
Jembatan permanen
Gorong-gorong (2)
Jembatan sementara
100 tahun
50 tahun
50 tahun
20 tahun
2.0
1.5
1.0
1.5
CATATAN (1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh Instansi
yang berwenang
CATATAN (2) Gorong-gorong tidak mencakup bangunan drainase
2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan
semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya
seret, adalah:
TEF = 0,5 CD ( Vs )2 AL [ kN ] (6)
dengan pengertian :
VS adalah kecepatan air (m/dt) seperti didefinisikan dalam rumus (5)
CD adalah koefisien angkat - lihat Gambar 12
AL adalah luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan
kedalaman aliran - lihat Gambar 13.
3) Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret (CD) yang bekerja
disekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil
sebesar
CD = 2,2 (7)
kecuali apabila data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam, gaya
angkat akan meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding.
Perhitungan untuk gaya-gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya AL
diambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.
RSNI T-02-2005
BACK - 31 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 12 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar
4) Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan (5) dengan :
CD = 1,04 (8)
AD = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2)
Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti
berikut:
a) untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas benda
hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman
minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air banjir. Panjang
hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang
berdekatan atau 20m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini.
b) untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan
diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau
penghalang lalu lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda
hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat
menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang
hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah
bentang yang berdekatan.
arah aliran
RSNI T-02-2005
BACK - 32 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 13 Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran
5) Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa
batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana
harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari
pilar dengan rumus
TEF = Error! [ kN ] (9)
dengan pengertian :
M adalah massa batang kayu = 2 ton
Va adalah kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.
Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk
diagram kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan
rata-rata Vs.
d adalah lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel 24
Tabel 24 Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu
Tipe Pilar d (m)
Pilar beton masif
Tiang beton perancah
Tiang kayu perancah
0.075
0.150
0.300
Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara bersamaan.
Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya angkat dan gaya
seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus ditinjau sebagai aksi
transien.
RSNI T-02-2005
BACK - 33 dari 63
Daftar
RSNI 2006
7.5 Tekanan hidrostatis dan gaya apung
Tabel 25 Faktor beban akibat tekanan hidrostatis dan gaya apung
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;EU; K U;;EU;
Biasa Terkurangi
Transien 1.0 1.0 (1.1) 1.0 (0.9)
CATATAN (1) Angka yang ditunjukan dalam tanda kurung digunakan untuk
bangunan penahan air atau bangunan lainnya dimana gaya
apung dan hidrostatis sangat dominan
1) Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan
digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatis dan gaya apung. Dalam menghitung
pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan adanya gradien hidrolis yang melintang
bangunan harus diperhitungkan;
2) Bangunan penahan-tanah harus direncanakan mampu menahan pengaruh total dari air
tanah kecuali jika timbunan betul-betul bisa mengalirkan air. Sistem drainase demikian
bisa merupakan irisan dari timbunan yang mudah mengalirkan air dibelakang dinding,
dengan bagian belakang dari irisan naik dari dasar dinding pada sudut maksimum 60°
dari arah horisontal;
3) Pengaruh daya apung harus ditinjau terhadap bangunan atas yang mempunyai rongga
atau lobang dimana kemungkinan udara terjebak, kecuali apabila ventilasi udara
dipasang. Daya apung harus ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran. Dalam
memperkirakan pengaruh daya apung, harus ditinjau beberapa ketentuan sebagai
berikut:
a) pengaruh daya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati
bangunan atas;
b) syarat-syarat sistem ikatan dari bangunan atas;
c) syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam supaya air
bisa keluar pada waktu surut.
7.6 Beban angin
Tabel 26 Faktor beban akibat beban angin
JANGKA FAKTOR BEBAN
WAKTU
K S;;EW; K U;;EW;
Transien 1,0 1,2
1) Pasal ini tidak berlaku untuk jembatan yang besar atau penting, seperti yang ditentukan
oleh Instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan yang demikian harus diselidiki
secara khusus akibat pengaruh beban angin, termasuk respon dinamis jembatan;
RSNI T-02-2005
BACK - 34 dari 63
Daftar
RSNI 2006
2) Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin
rencana seperti berikut:
TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] (10)
dengan pengertian :
VW adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau
CW adalah koefisien seret - lihat Tabel 27
Ab adalah luas koefisien bagian samping jembatan (m2)
Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 28.
3) Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam
arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini
dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar;
4) Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas;
Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan
arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan
rumus:
TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] (11)
dengan pengertian :
CW = 1.2 (12)
Tabel 27 Koefisien seret CW
Tipe Jembatan CW
Bangunan atas masif: (1), (2)
b/d = 1.0
b/d = 2.0
b/d ³ 6.0
2.1 (3)
1.5 (3)
1.25 (3)
Bangunan atas rangka 1.2
CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif
CATATAN (2) Untuk harga antara dari b / d bisa di interpolasi linier
CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan
sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum
2,5 %
Tabel 28 Kecepatan angin rencana VW
Keadaan Batas Lokasi Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya layan 30 m/s 25 m/s
Ultimit 35 m/s 30 m/s
7.7 Pengaruh gempa
Tabel 29 Faktor beban akibat pengaruh gempa
JANGKA FAKTOR BEBAN
WAKTU K S;;EQ; K U;;EQ;
Transien Tak dapat digunakan 1.0
RSNI T-02-2005
BACK - 35 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.
7.7.1 Beban horizontal statis ekuivalen
Pasal ini menetapkan metoda untuk menghitung beban statis ekuivalen untuk jembatanjembatan
dimana analisa statis ekuivalen adalah sesuai. Untuk jembatan besar, rumit dan
penting mungkin diperlukan analisa dinamis. Lihat standar perencanaan beban gempa untuk
jembatan (Pd.T.04.2004.B). Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut:
T*EQ = Kh I WT (13)
dimana:
Kh = C S (14)
dengan pengertian :
T*EQ adalah Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)
Kh adalah Koefisien beban gempa horisontal
C adalah Koefisien geser dasar untuk daerah , waktu dan kondisi setempat yang sesuai
I adalah Faktor kepentingan
S adalah Faktor tipe bangunan
WT adalah Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa,
diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)
Koefisien geser dasar C diperoleh dari Gambar 14 dan sesuai dengan daerah gempa,
fleksibilitas tanah dibawah permukaan dan waktu getar bangunan. Gambar 15 digunakan
untuk menentukan pembagian daerah.
Kondisi tanah dibawah permukaan dicantumkan berupa garis dalam Gambar 14 dan
digunakan untuk memperoleh koefisien geser dasar. Kondisi tanah dibawah permukaan
didefinisikan sebagai teguh, sedang dan lunak sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam
Tabel 30. Untuk lebih jelasnya, perubahan titik pada garis dalam Gambar 14 diberikan
dalam Tabel 31.
Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus
dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kekakuan
dan fleksibilitas dari sistem fondasi.
Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus berikut
bisa digunakan:
T = 2p Error! (15)
dengan pengertian :
T adalah waktu getar dalam detik untuk free body pilar dengan derajat kebebasan
tunggal pada jembatan bentang sederhana
g adalah percepatan gravitasi (m/dt2)
WTP adalah berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah
setengah berat dari pilar (bila perlu dipertimbangkan) (kN)
Kp adalah kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk
menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN/m)
Perhatikan bahwa jembatan biasanya mempunyai waktu getar yang berbeda pada arah
memanjang dan melintang sehingga beban rencana statis ekuivalen yang berbeda harus
dihitung untuk masing-masing arah.
Faktor kepentingan I ditentukan dari Tabel 32. Faktor lebih besar memberikan frekuensi
lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan selama umur jembatan.
Faktor tipe bangunan S yang berkaitan dengan kapasitas penyerapan energi (kekenyalan)
dari jembatan, diberikan dalam Tabel 33.
RSNI T-02-2005
BACK - 36 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 14 Koefisien geser dasar (C) plastis untuk analisis statis
RSNI T-02-2005
BACK - 37 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 15 Wilayah gempa Indonesia untuk periode ulang 500 tahun
RSNI T-02-2005
BACK - 38 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 30 Kondisi tanah untuk koefisien geser dasar
Jenis Tanah Tanah
Teguh Tanah Sedang Tanah
Lunak
Untuk seluruh jenis tanah £ 3 m > 3 m sampai 25 m > 25 m
Untuk tanah kohesif dengan kekuatan
geser undrained rata-rata tidak melebihi
50 kPa:
£ 6 m > 6 m sampai 25 m > 25 m
Pada tempat dimana hamparan tanah
salah satunya mempunyai sifat kohesif
dengan kekuatan geser undrained ratarata
lebih besar dari 100 kPa, atau
tanah berbutir yang sangat padat:
£ 9 m > 9 m sampai 25 m > 25 m
Untuk tanah kohesif dengan kekuatan
geser undrained rata-rata tidak melebihi
200 kPa:
£ 12 m > 12 m sampai 30 m > 30 m
Untuk tanah berbutir dengan ikatan
matrik padat: £ 20 m > 20 m sampai 40 m > 40 m
CATATAN (1) Ketentuan ini harus digunakan dengan mengabaikan apakah tiang pancang
diperpanjang sampai lapisan tanah keras yang lebih dalam
7.7.2 Ketentuan-ketentuan khusus untuk pilar tinggi
Untuk pilar tinggi berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk mengubah respons bangunan
akibat gerakan gempa, maka beban statis ekuivalen arah horisontal pada pilar harus
disebarkan sesuai dengan Gambar 16.
Gambar 16 Beban gempa pada pilar tinggi
³ 30m
RSNI T-02-2005
BACK - 39 dari 63
Daftar
RSNI 2006
7.7.3 Beban vertikal statis ekuivalen
Kecuali seperti yang dicantumkan dalam Pasal ini, gaya vertikal akibat gempa boleh
diabaikan.
Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan
menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g, yang harus bekerja
secara bersamaan dengan gaya horisontal yang dihitung dalam Pasal 7.7.1. Gaya ini jangan
dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa vertikal
bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya gempa antara
bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan relatif dari
perletakan atau sambungannya.
Tabel 31 Titik belok untuk garis dalam gambar 14
Daerah
No.
"T" "C" "T" "C" "T" "C"
0,40 0,20 0,40 0,23 0,60 0,23
1
0,80 0,13 1,20 0,13 1,50 0,13
0,40 0,17 0,40 0,21 0,60 0,21
2
0,70 0,11 1,10 0,11 1,70 0,11
0,40 0,14 0,40 0,18 0,55 0,18
3
0,60 0,10 0,90 0,10 1,30 0,10
0,40 0,15 0,60 0,15
4 - 0,10
0,75 0,10 0,95 0,10
0,40 0,12 0,60 0,12
5 - 0,10 0,80 0,10 1,50 0,10
0,60 0,07
6 - 0,06 - 0,06 0,80 0,06
Tabel 32 Faktor kepentingan
1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan
pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak
ada rute alternatif.
1,2
2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif
tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk
pembebanan lalu lintas yang dikurangi.
1,0
3. Jembatan sementara (misal: Bailey) dan jembatan yang
direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi
sesuai dengan pasal 6.5.
0,8
RSNI T-02-2005
BACK - 40 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 33 Faktor tipe bangunan
Jembatan dengan Daerah Sendi Beton
Tipe Prategang
Jembatan
(1)
Jembatan dengan
Daerah Sendi Beton
Bertulang atau Baja Prategang Parsial
(2)
Prategang Penuh
(2)
Tipe A (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F
Tipe B (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F
Tipe C 3,0 3,0 3,0
CATATAN (1) Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang
dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masingmasing
arah.
CATATAN (2) Yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial mempunyai
prapenegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban
tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang
penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh
beban total rencana.
CATATAN (3) F = Faktor perangkaan
= 1,25 – 0,025 n ; F ³ 1,00
n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masingmasing
bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya :
bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan
keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendirisendiri)
CATATAN (4) Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah)
Tipe B : jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah)
Tipe C : jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)
Kantilever horisontal harus direncanakan untuk percepatan arah vertikal (ke atas atau ke
bawah) sebesar 0,1 g. Beban keatas jangan dikurangi oleh berat sendiri kantilever dan
bangunan pelengkapnya.
7.7.4 Tekanan tanah lateral akibat gempa
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis) dihitung dengan
menggunakan faktor harga dari sifat bahan (faktor seperti yang diberikan dalam Tabel 8),
koefisien geser dasar C diberikan dalam Tabel 34 dan faktor kepentingan I diberikan dalam
Tabel 32. Faktor tipe struktur S untuk perhitungan kh harus diambil sama dengan 1,0.
Pengaruh dari percepatan tanah arah vertikal bisa diabaikan.
RSNI T-02-2005
BACK - 41 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 34 Koefisien geser dasar untuk tekanan tanah lateral
Koefisien Geser Dasar C
Daerah Gempa
(1)
Tanah Teguh
(2)
Tanah Sedang
(2)
Tanah Lunak
(2)
1 0,20 0,23 0,23
2 0,17 0,21 0,21
3 0,14 0,18 0,18
4 0,10 0,15 0,15
5 0,07 0,12 0,12
6 0,06 0,06 0,07
CATATAN (1) Daerah gempa bisa dilihat dalam Gambar 14.
CATATAN (2) Definisi dari teguh, sedang dan lunak dari tanah di bawah permukaan
diberikan dalam Tabel 30.
7.7.5 Bagian tertanam dari jembatan
Bila bagian-bagian jembatan, seperti pangkal, adalah tertanam, faktor tipe bangunan, S,
yang akan digunakan dalam menghitung beban statis ekuivalen akibat massa bagian
tertanam, harus ditentukan sebagai berikut:
a) bila bagian tertanam dari struktur dapat menahan simpangan horisontal besar (konsisten
dengan gerakan gempa) sebelum runtuh, dan sisa struktur dapat mengikuti simpangan
tersebut, maka S untuk bagian tertanam harus diambil sebesar 1,0;
b) bila bagian tertanam dari struktur tidak dapat menahan simpangan horisontal besar, atau
bila sisa struktur tidak dapat mengikuti simpangan tersebut, maka S untuk bagian
tertanam harus diambil sebesar 3,0.
Koefisien geser dasar, C, untuk bagian-bagian tertanam dari struktur, harus sesuai dengan
Tabel 34.
7.7.6 Tekanan air lateral akibat gempa
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air ditentukan dalam Tabel 35. Gaya ini dianggap
bekerja pada bangunan pada kedalaman sama dengan setengah dari kedalaman air ratarata.
Ketinggian permukaan air yang digunakan untuk menentukan kedalaman air rata-rata harus
sesuai dengan:
a) untuk arus yang mengalir, ketinggian yang diambil dalam perencanaan adalah yang
terlampaui untuk rata-rata enam bulan untuk setiap tahun;
b) untuk arus pasang, diambil ketinggian permukaan air rata-rata.
Tabel 35 Gaya air lateral akibat gempa
Tipe Bangunan Gaya Air Horisontal
Bangunan tipe dinding yg menahan air pd satu sisi 0,58 Kh I wo b h2
b/h £ 2 0,75 Kh I wo b2 h [1 - b / (4h)]
Kolom, dimana: 2 < b/h £ 3,1 1,17 Kh I wo b h2
3,1 < b/h 0,38 kh I wo b2 h
dengan pengertian :
Kh adalah koefisien pembebanan gempa horisontal, seperti didefinisikan dalam rumus (14)
I adalah faktor kepentingan dari Tabel 32
wo adalah berat isi air, bisa diambil 9,8 kN/m3
b adalah lebar dinding diambil tegak lurus dari arah gaya (m)
h adalah kedalaman air (m)
RSNI T-02-2005
BACK - 42 dari 63
Daftar
RSNI 2006
8 Aksi-aksi lainnya
8.1 Gesekan pada perletakan
Tabel 36 Faktor beban akibat gesekan pada perletakan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;FB; K U;;FB;
Biasa Terkurangi
Transien 1,0 1,3 0,8
CATATAN (1) Gaya akibat gesekan pada perletakan terjadi selama adanya pergerakan.
pada bangunan atas tetapi gaya sisa mungkin terjadi setelah pergerakan
berhenti. Dalam hal ini gesekan pada perletakan harus memperhitungkan
adanya pengaruh tetap yang cukup besar
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer.
Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan menggunakan hanya beban tetap,
dan harga rata-rata dari koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila menggunakan
perletakan elastomer).
8.2 Pengaruh getaran
8.2.1 Umum
Getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat diatas jembatan dan akibat
pejalan kaki pada jembatan penyeberangan merupakan keadaan batas daya layan apabila
tingkat getaran menimbulkan bahaya dan ketidak nyamanan seperti halnya keamanan
bangunan.
8.2.2 Jembatan
Getaran pada jembatan harus diselidiki untuk keadaan batas daya layan terhadap getaran.
Satu lajur lalu lintas rencana dengan pembebanan "beban lajur D", dengan faktor beban 1,0
harus ditempatkan sepanjang bentang agar diperoleh lendutan statis maksimum pada
trotoar. Lendutan ini jangan melampui apa yang diberikan dalam Gambar 17. untuk
mendapatkan tingkat kegunaan pada pejalan kaki.
Walaupun Pasal ini mengizinkan terjadinya lendutan statis yang relatif besar akibat beban
hidup, perencana harus menjamin bahwa syarat-syarat untuk kelelahan bahan dipenuhi.
Gambar 17 Lendutan statis maksimum untuk jembatan
RSNI T-02-2005
BACK - 43 dari 63
Daftar
RSNI 2006
8.2.3 Jembatan penyeberangan
Getaran pada bangunan atas untuk jembatan penyeberangan harus diselidiki pada keadaan
batas daya layan.
Perilaku dinamis dari jembatan penyeberangan harus diselidiki secara khusus. Penyelidikan
yang khusus ini tidak diperlukan untuk jembatan penyeberangan apabila memenuhi batasanbatasan
sebagai berikut:
a) perbandingan antara bentang dengan ketebalan dari bangunan atas kurang dari 30.
Untuk jembatan menerus, bentang harus diukur sebagai jarak antara titik-titik lawan
lendut untuk beban mati.
b) frekuensi dasar yang dihitung untuk getaran pada bangunan atas jembatan yang terlentur
harus lebih besar dari 3 Hz. Apabila frekuensi yang lebih rendah tidak bisa dihindari,
ketentuan dari butir c berikut bisa digunakan.
c) apabila getaran jembatan terlentur mempunyai frekuensi dasar yang dihitung kurang dari
3 Hz, lendutan statis maksimum jembatan dengan beban 1,0 kN harus kurang dari 2 mm.
8.2.4 Masalah getaran untuk bentang panjang atau bangunan yang lentur
Perilaku dinamis jembatan dengan bentang lebih besar dari 100 m, jembatan gantung dan
struktur kabel (cable stayed) akibat kendaraan, angin atau beban lainnya harus memperoleh
penyelidikan yang khusus.
8.3 Beban pelaksanaan
Beban pelaksanaan terdiri dari:
a) beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri dan;
b) aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan.
Perencana harus membuat toleransi untuk berat perancah atau yang mungkin akan dipikul
oleh bangunan sebagai hasil dari metoda atau urutan pelaksanaan.
Perencana harus memperhitungkan adanya gaya yang timbul selama pelaksanaan dan
stabilitas serta daya tahan dari bagian-bagian komponen.
Apabila rencana tergantung pada metoda pelaksanaan, struktur harus mampu menahan
semua beban pelaksanaan secara aman. Ahli Teknik Perencana harus menjamin bahwa
tercantum cukup detail ikatan dalam gambar untuk menjamin stabilitas struktur pada semua
tahap pelaksanaan. Cara dan urutan pelaksanaan, dan tiap tahanan yang terdapat dalam
rencana, harus didetail dengan jelas dalam gambar dan spesifikasi.
Selama waktu pelaksanaan jembatan, tiap aksi lingkungan dapat terjadi bersamaan dengan
beban pelaksanaan. Ahli Teknik Perencana harus menentukan tingkat kemungkinan
kejadian demikian dan menggunakan faktor beban sesuai untuk aksi lingkungan yang
bersangkutan.
Adalah tidak perlu untuk mempertimbangkan pengaruh gempa selama pelaksanaan
konstruksi.
9 Kombinasi beban
9.1 Umum
Bab ini terbatas pada kombinasi gaya untuk keadaan batas daya layan dan keadaan batas
ultimit. Kombinasi untuk perencanaan tegangan kerja diberikan dalam Bab 10.
Aksi rencana digolongkan kedalam aksi tetap dan transien, seperti terlihat dalam Tabel 37.
Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda
dari aksi yang bekerja secara bersamaan.
RSNI T-02-2005
BACK - 44 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan faktor
beban yang memadai.
Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa
atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya harus diambil.
Tabel 37 Tipe aksi rencana
Aksi Tetap Aksi Transien
Nama Simbol Nama Simbol
Berat sendiri
Beban mati tambahan
Penyusutan/rangkak
Prategang
Pengaruh pelaksanaan
tetap
Tekanan tanah
Penurunan
PMS
PMA
PSR
PPR
PPL
PTA
PES
Beban lajur "D"
Beban truk "T"
Gaya rem
Gaya sentrifugal
Beban pejalan kaki
Beban tumbukan
Beban angin
Gempa
Getaran
Gesekan pada
perletakan
Pengaruh temperatur
Arus/hanyutan/tumbuk
an
Hidro/daya apung
Beban pelaksanaan
TTD
TTT
TTB
TTR
TTP
TTC
TEW
TEQ
TVI
TBF
TET
TEF
TEU
TCL
9.2 Pengaruh umur rencana
Faktor beban untuk keadaan batas ultimit didasarkan kepada umur rencana jembatan
50 tahun. Untuk jembatan dengan umur rencana yang berbeda, faktor beban ultimit harus
diubah dengan menggunakan faktor pengali seperti yang diberikan dalam Tabel 38.
Tabel 38 Pengaruh umur rencana pada faktor beban ultimit
Klasifikasi Jembatan Umur Kalikan KU Dengan -
Rencana Aksi Tetap Aksi Transien
Jembatan sementara
Jembatan biasa
Jembatan khusus
20 tahun
50 tahun
100 tahun
1,0
1,0
1,0
0,87
1,00
1,10
9.3 Kombinasi untuk aksi tetap
Seluruh aksi tetap yang sesuai untuk jembatan tertentu diharapkan bekerja bersama-sama.
Akan tetapi, apabila aksi tetap bekerja mengurangi pengaruh total, kombinasi beban harus
diperhitungkan dengan menghilangkan aksi tersebut, apabila kehilangan tersebut bisa
diterima.
9.4 Perubahan aksi tetap terhadap waktu
Beberapa aksi tetap, seperti halnya beban mati tambahan PMA, penyusutan dan rangkak PSR,
pengaruh prategang PPR dan pengaruh penurunan PES bisa berubah perlahan-lahan
berdasarkan kepada waktu. Kombinasi beban yang diambil termasuk harga maksimum dan
minimum dari semua aksi untuk menentukan pengaruh total yang paling berbahaya.
RSNI T-02-2005
BACK - 45 dari 63
Daftar
RSNI 2006
9.5 Kombinasi pada keadaan batas daya layan
Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap
(Pasal 9.3) dengan satu aksi transien.
Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu aksi transien bisa terjadi secara bersamaan.
Faktor beban yang sudah dikurangi diterapkan dalam hal ini untuk mengurangi kemungkinan
dari peristiwa ini, seperti diberikan dalam Tabel 39. Kombinasi beban yang lazim bisa dilihat
dalam Tabel 40.
Tabel 39 Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan
Kombinasi primer Aksi tetap (Pasal 10.3) + satu aksi transien (cat.1), (cat.2)
Kombinasi sekunder Kombinasi primer + 0,7 ´ (satu aksi transien lainnya)
Kombinasi tersier Kombinasi primer + 0,5 ´ (dua atau lebih aksi transien)
CATATAN (1) Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk
membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak
ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi
dalam kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer.
CATATAN (2) Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh
temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi
beban.
9.6 Kombinasi pada keadaan batas ultimit
Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap (Pasal 9.3)
dengan satu pengaruh transien.
Gaya rem TTB atau gaya sentrifugal TTR bisa digabungkan dengan pembebanan lajur "D"
yaitu TTD atau pembebanan truk "T" yaitu TTT, dan kombinasinya bisa dianggap sebagai satu
aksi untuk kombinasi beban (lihat Pasal 6.7). Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh
temperatur TET bisa juga digabungkan dengan cara yang sama.
Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi dengan aksi
gempa.
Beberapa aksi kemungkinan dapat terjadi pada tingkat daya layan pada waktu yang sama
dengan aksi lainnya yang terjadi pada tingkat ultimit. Kemungkinan terjadinya kombinasi
seperti ini harus diperhitungkan, tetapi hanya satu aksi pada tingkat daya layan yang
dimasukkan pada kombinasi pembebanan.
Ringkasan dari kombinasi beban yang lazim diberikan dalam Tabel 40.
RSNI T-02-2005
- 51 dari 63
BACK
Daftar
RSNI 2006
Tabel 40 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit
Aksi Kelayanan Ultimit 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Aksi Permanen :
Berat sendiri
Beban mati tambahan
Susut rangak
Pratekan
Pengaruh beban tetap pelaksanaan
Tekanan tanah
Penurunan
X X X X X X X X X X X X
Aksi Transien :
Beban lajur “D“ atau beban truk “T” X O O O O X O O O O
Gaya rem atau gaya sentrifugal X O O O O X O O O
Beban pejalan kaki X X
Gesekan perletakan O O X O O O O O O O O
Pengaruh suhu O O X O O O O O O O O
Aliran / hanyutan / batang kayu dan
hidrostatik / apung O O X O O O X O O
Beban angin O O X O O O X O
Aksi Khusus :
Gempa X
Beban tumbukan
Pengaruh getaran X X
Beban pelaksanaan X X
“ X ” berarti beban yang selalu aktif
“ O ” berarti beban yang boleh di kombinasi dengan beban
aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan.
(1) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif
“x” KBL + 1 beban “o” KBL
(2) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif
“x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,7 beban “o” KBL
(3) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif
“x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL +
0,5 beban “o” KBL
Aksi permanen “x” KBU + beban aktif
“x” KBU + 1 beban “o” KBL
RSNI T-02-2005
- 52 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan Kombinasi beban umum untuk keadaan
batas kelayanan dan ultimit adalah sebagai berikut :
1) perencana harus bisa mengenali dan memperhitungkan tiap kombinasi beban yang
tidak tercantum dalam tabel untuk mana jembatan-jembatan tertentu mungkin menjadi
kritis. Untuk masing-masing kombinasi beban, seluruh aksi yang wajar terjadi
bersamaan sudah dimasukkan. Disamping itu perencana harus menghitung pengaruh
pada kombinasi beban akibat tidak memasukkan salah satu aksi yang memberi
kontribusi dengan catatan aksi tersebut secara wajar bisa diabaikan;
2) dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk
kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban daya layan penuh. Butir dengan
tanda o dimasukkan dengan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya.
Lihat Pasal 9.5;
3) dalam keadaan batas ultimit pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi
tertentu dimasukkan dengan faktor beban ultimit penuh. Butir dengan tanda o
dimasukkan dengan harga yang sudah diturunkan yang besarnya sama dengan beban
daya layan. Lihat Pasal 9.6;
4) beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi
beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana maksimum dan
minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya;
5) tingkat keadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara
bersamaan. Lihat juga Pasal 6.7 untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu
lintas vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem;
6) pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur di dalam jembatan, dan
pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan pada perletakan
sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi arah aksi dari gesekan
pada perletakan akan berubah, tergantung kepada arah pergerakan dari perletakan atau
dengan kata lain, apakah temperatur itu naik atau turun. Pengaruh temperatur tidak
mungkin kritis pada keadaan batas ultimit kecuali bersamaan dengan aksi lainnya.
Dengan demikian temperatur hanya ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan;
7) gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aski lainnya memberikan
pegaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal pada perletakan
tersebut;
8) semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama;
9) pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit ;
10) beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban ultimit, lihat Pasal
6.10 untuk lebih jelasnya ;
11) pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan.
10 Tegangan kerja rencana
10.1 Umum
Dalam perencanaan tegangan kerja, beban nominal bekerja pada jembatan dan satu faktor
keamanan digunakan untuk menghitung besarnya penurunan kekuatan atau perlawanan dari
komponen bangunan. Untuk perencanaan yang baik, hubungan berikut harus dipenuhi
S* £ R*ws (16)
dengan pengertian :
S* adalah pengaruh aksi rencana, yang diberikan oleh:
S* = S S (17)
RSNI T-02-2005
- 53 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
dengan pengertian :
S adalah pengaruh aksi nominal
dan:
R*ws adalah perlawanan atau kekuatan rencana yang diberikan dalam rumus:
R*ws = Error! Rws (18)
dengan pengertian :
Rws adalah perlawanan atau kekuatan nominal berdasarkan tegangan kerja izin dan
ros adalah tegangan berlebihan yang diperbolehkan yang diberikan dalam Pasal 10.4.
10.2 Aksi nominal
Aksi nominal yang digunakan dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja tercantum
dalam Bab 5, 6, 7 dan Pasal 8.3. Pengaruh getaran juga harus dicek berdasarkan Pasal 8.2.
Syarat-syarat yang harus digunakan pada penerapan aksi nominal di dalam perencanaan
berdasarkan tegangan kerja adalah seperti berikut:
1) beban lalu lintas:
a) pembebanan lalu lintas yang telah dikurangi bisa digunakan apabila diperlukan (lihat
Pasal 6.5);
b) faktor beban dinamis harus diterapkan.
2) beban tumbukan: ketentuan dalam Pasal 6.10 mengenai tumbukan dengan kendaraan
harus diterapkan sebagai aksi nominal.
3) tekanan tanah: tekanan tanah arah lateral harus dihitung berdasarkan sifat-sifat bahan
ter Faktor seperti diberikan dalam Tabel 8, dan untuk nilai resultanta rencana digunakan
faktor beban keadaan batas daya layan.
4) hanyutan dan aliran: besarnya kecepatan air rata-rata dan kecepatan air permukaan
harus sesuai dengan periode ulang untuk keadaan batas ultimit seperti diberikan dalam
Tabel 23.
5) beban angin: kecepatan nominal harus sesuai dengan kecepatan untuk keadaan batas
ultimit seperti diberikan dalam Tabel 28.
6) pengaruh gempa: pengaruh gempa nominal harus diambil 0,8 kali pengaruh yang
dihitung sesuai dengan Pasal 7.7.
10.3 Kombinasi beban
Kombinasi beban untuk perencanaan berdasarkan tegangan kerja diberikan dalam Tabel 41.
Aksi tetap harus digabungkan sesuai dengan Pasal 9.3.
Kombinasi beban lalu lintas harus terdiri dari:
a) pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya sentrifugal, dan
pembebanan pejalan kaki;
b) pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya rem, dan pembebanan
pejalan kaki.
Kombinasi beban lalu lintas yang digunakan harus diambil salah satu yang paling berbahaya.
Pengaruh dari gesekan pada perletakan harus dimasukkan sebagai aksi tetap atau pengaruh
temperatur, diambil mana yang cocok.
Beban angin harus termasuk beban angin yang bekerja pada beban hidup kalau
pembebanan lajur "D" termasuk dalam kombinasi.
RSNI T-02-2005
- 54 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
10.4 Tegangan berlebihan yang diperbolehkan
Beberapa kombinasi beban mempunyai probabilitas kejadian yang rendah dan jangka waktu
yang pendek. Untuk kombinasi yang demikian maka tegangan yang berlebihan
diperbolehkan berdasarkan prinsip tegangan kerja. Tegangan berlebihan yang diberikan
dalam Tabel 41 adalah sebagai prosentase dari tegangan kerja yang diizinkan.
Tabel 41 Kombinasi beban untuk perencanaan tegangan kerja
Aksi Kombinasi No. 1 2 3 4 5 6 7
Aksi tetap
Beban lalu lintas
Pengaruh temperatur
Arus/hanyutan/hidro/daya apung
Beban angin
Pengaruh gempa
Beban tumbukan
Beban pelaksanaan
X
X
-
X
-
-
-
-
X
X
X
X
-
-
-
-
X
X
-
X
X
-
-
-
X
X
X
X
X
-
-
-
X
-
-
X
-
X
-
-
X
-
-
-
-
-
-
X
X
X
-
-
-
-
X
-
Tegangan berlebihan yang
diperbolehkan ros
nil 25% 25% 40% 50% 30% 50%
11 Persyaratan lainnya
11.1 Stabilitas terhadap guling dan geser
Stabilitas jembatan terhadap guling dan geser berikut komponen-komponennya harus
diperhitungkan. Stabilitas bisa memenuhi apabila hubungan berikut dipenuhi:
SR* ³ 1,1 SN*’ (19)
Untuk keadaan batas ultimit atau:
SR ³ 2,2 SN (20)
untuk perencanaan tegangan kerja
dengan pengertian :
SR* adalah pengaruh total dari seluruh aksi rencana ultimit yang menahan guling atau
geseran di mana beban mati dihitung pada nilai nominal (Faktor Beban = 1)
SN* adalah pengaruh total dari seluruh aksi rencana ultimit yang menyebabkan guling
atau geseran
SR adalah pengaruh total dari seluruh aksi nominal yang menahan guling atau geseran
SN adalah pengaruh total dari seluruh aksi nominal yang menyebabkan guling atau
geseran
11.2 Kapasitas pengekang melintang minimum
Untuk menjamin bahwa bangunan atas mempunyai pengekangan dalam arah melintang
yang cukup untuk melawan gaya yang bekerja secara kebetulan dalam arah melintang yang
tidak dipenuhi dalam perencanaan, sistem pengekangan dalam arah melintang antara
bangunan atas dan bangunan bawah harus digunakan pada masing-masing pilar dan kepala
jembatan.
Sistem pengekang ini harus mampu menahan gaya horisontal rencana ultimit tegak lurus
sumbu jembatan sebesar 500 kN atau 5 % dari beban mati bangunan atas pada tumpuan,
diambil yang paling besar.
RSNI T-02-2005
- 55 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Tumpuan yang digunakan untuk mengekang juga harus direncanakan untuk menahan gaya
rencana tersebut pada keadaan batas ultimit.
Untuk bangunan atas yang menerus, pengekang dalam arah melintang bisa ditiadakan, bila
pilar-pilar tertentu yang ada pada masing-masing bangunan atas diantara sambungan siar
muai sudah cukup terkekang.
Sistem pengekang harus mempunyai cukup ruang bebas untuk memberi keleluasan
terjadinya pergerakan akibat temperatur, terutama pada bangunan atas yang lengkung dan
lebar.
Sistem pengekang bisa direncanakan dengan metoda tegangan kerja untuk menahan gaya
horisontal nominal sebesar 60 % dari gaya horisontal rencana ultimit seperti disebutkan di
atas.
12 Pembebanan rencana kerb dan penghalang lalu lintas
12.1 Beban rencana kerb
Kerb harus direncanakan untuk menahan beban rencana ultimit sebesar 15 kN/meter yang
bekerja sepanjang bagian atas kerb.
12.2 Beban rencana penghalang lalu lintas tingkat 1
Pembebanan rencana harus ditentukan berdasarkan referensi literatur khusus dan
pertimbangan-pertimbangan berikut:
a) tingkat risiko yang mungkin terjadi;
b) ukuran kendaraan yang bekerja;
c) kecepatan rencana lalu lintas;
d) ke lengkungan lantai kendaraan dan sudut tumbukan yang mungkin terjadi.
12.3 Beban rencana penghalang lalu lintas tingkat 2
12.3.1 Beban rencana ultimit
Penghalang lalu lintas tingkat 2 harus direncanakan untuk menahan beban tumbukan
rencana ultimit arah menyilang, P*, seperti berikut:
P* = 100 kN untuk h £ 850 (21)
P* = 100 Error! kN untuk h > 850 (22)
dengan pengertian :
h adalah tinggi sumbu dari bagian atas palang lalu lintas (mm)
Beban rencana P* harus bekerja sebagai beban titik.
12.3.2 Penyebaran beban tiang dan palang penghalang lalu lintas
Beban rencana dalam arah menyilang pada palang P*
R adalah:
P*
R = Error!
(23)
dengan pengertian :
P* adalah beban tumbukan rencana ultimit arah menyilang dari Pasal 13.3.1.
N* adalah jumlah palang pada penghalang lalu lintas.
Palang sandaran yang memikul beban direncanakan dengan cara plastis rasional atau yang
ekuivalen.
RSNI T-02-2005
- 56 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Sambungan antara palang dan tiang sandaran harus direncanakan untuk meneruskan beban
berikut yang bekerja secara terpisah:
a) beban rencana kearah luar PR* untuk mana palang sandaran direncanakan;
b) beban vertikal (apakah keatas atau kebawah) sama dengan 0,25 kali PR* ; dan
c) beban kearah dalam sama dengan 0,25 kali PR*.
Tiang sandaran harus direncanakan dengan beban kearah luar yang sama seperti yang
bekerja pada bagian palang, ditambah beban arah memanjang jembatan yang sama dengan
0,5 kali nilai tersebut. Tiang sandaran juga harus direncanakan untuk menahan beban
kearah dalam sebesar 0,25 kali beban kearah luar, yang bekerja secara terpisah.
Apabila kekuatan tarik dari bagian palang dipertahankan untuk mencakup beberapa tiang
sandaran, pembebanan rencana arah memanjang bisa dibagi ke dalam empat tiang pada
panjang yang menerus.
12.3.3 Penyebaran beban penghalang lalu lintas dari beton
Beban menyilang rencana harus direntangkan dengan jarak memanjang 1,5 m pada bagian
atas penghalang dan disebarkan dengan sudut 45° kebawah pada lantai yang memikulnya.
Beban tumbukan yang bekerja pada penghalang dan beban roda pada lantai tidak perlu
ditinjau secara bersamaan pada waktu merencanakan pelat lantai.
12.4 Beban rencana penghalang lalu lintas tingkat 3
Bangunan penghalang ini tidak perlu direncanakan untuk menahan beban rencana yang
khusus. Bangunan tersebut harus detail sesuai dengan perencanaan praktis yang lazim
untuk penghalang standar.
12.5 Beban rencana sandaran pejalan kaki
Sandaran untuk pejalan kaki harus direncanakan untuk dua pembebanan rencana daya
layan yaitu w* = 0,75 kN/ meter. Beban-beban ini bekerja secara bersamaan dalam arah
menyilang dan vertikal pada masing-masing sandaran.
Tiang sandaran direncanakan untuk beban daya layan rencana:
w* L (24)
dengan pengertian :
L adalah bentang palang diantara tiang dalam m, hanya dari bagian atas sandaran.
Tidak ada ketentuan beban ultimit untuk sandaran.
13 Rambu jalan dan bangunan penerangan
13.1 Umum
Ketentuan dalam Bab ini berlaku untuk penyangga lampu penerangan, penyangga lampu
stopan dan bangunan untuk rambu lalu lintas baik yang ditempelkan atau dicantolkan pada
bagian atas kerangka atau bangunan lainnya.
13.2 Keadaan batas
a) Keadaan batas daya layan - Getaran berlebihan dari pengaruh angin dalam arah
melintang atau menyilang yang disebabkan oleh pusaran, akan menimbulkan kelelahan
atau keruntuhan pada komponen-komponen untuk sarana listrik atau untuk fungsi
lainnya. Kecepatan angin kritis, dimana frekuensi pusaran sama dengan frekuensi
resonansi dari bangunan, harus diambil lebih besar dari kecepatan angin rencana daya
layan maksimum atau cukup rendah untuk menghasilkan hanya amplitudo getaran yang
kecil;
RSNI T-02-2005
- 57 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
b) Keadaan batas ultimit - hilangnya keseimbangan statis, ketidak stabilan inelastis dan
keruntuhan untuk menahan beban rencana lebih lanjut.
13.3 Kecepatan angin rencana
Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 42.
13.4 Beban angin rencana
Beban angin rencana H*
w, dihitung dengan:
H*w = 0,0006 Cw ( Vw )2 As [ kN ] (25)
dengan pengertian :
VW adalah kecepatan angin rencana (m/dt) dari Pasal 14.3
CW adalah koefisien seret yang ditentukan dari Tabel 42
As adalah luas bagian samping dari bangunan untuk rambu lalu lintas atau penerangan.
Tabel 42 Koefisien seret untuk rambu jalan
Uraian Koefisien Seret Cw
Panel tanda lalu lintas :
(1) perbandingan lebar/tinggi = 1,0
2,0
5,0
10,0
15,0
1,18
1,19
1,20
1,23
1,30
Pencahayaan :
bentuk bulat -
bentuk segi empat, sisi datar -
0,5
1,2
Tanda lalu lintas 1,2
CATATAN (1) untuk harga antara gunakan interpolasi linier
13.5 Kombinasi beban rencana
Pembebanan rencana terdiri atas kombinasi dari beban mati dan beban angin rencana pada
keadaan batas sesuai yang dianggap bekerja dari setiap arah.
Pada bangunan yang dilengkapi sarana untuk pejalan kaki dan ruang pemeliharaan maka
beban total sebesar 2,2 kN disebarkan sepanjang 0,6 m pada tempat pejalan kaki atau ruang
pemeliharaan tersebut, dan dikalikan dengan faktor beban untuk memperoleh beban
rencana seperti berikut:
a) keadaan batas daya layan 1,0;
b) keadaan batas ultimit 1,8.
14 Fender
14.1 Prinsip perencanaan fender
Perencanaan fender berdasarkan dua prinsip mendasar berikut :
a. struktur fender sebagai peredam energi tumbukan kapal sampai ke tingkat kekuatan ijin
pilar jembatan;
b. struktur fender sebagai pelindung pilar jembatan terhadap energi tumbukan kapal.
Energi tumbukan kapal dihitung berdasarkan perumusan gaya-akselerasi (F = ma) sebagai
berikut :
KE = ò F(x)dx (26)
RSNI T-02-2005
- 58 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
g
KE CH x W V
0,5 ( )2 = (27)
dengan pengertian :
KE = energi kinetik dari kapal desain (tm)
F(x) = gaya pelindung struktur F(t) sebagai fungsi lendutan x (m)
C H = koefisien hidrodinamis masa air yang bergerak bersama kapal, yang merupakan
interpolasi antara :
a. 1,05 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan ³ 0,5 x DL
b. 1,25 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan £ 0,1 x DL
DL = draft kedalaman kapal pada beban penuh (m)
W = tonase perpindahan kapal (t), berat total kapal pada beban penuh
V = kecepatan tumbukan kapal (m/s)
g = gravitasi (= 9,8m/s2)
Tumbukan kapal diperhitungkan ekuivalen dengan gaya tumbukan statis pada obyek yang
kaku dengan rumus berikut :
P (DWT)1 / 2 (12,5xV ) S = (28)
dengan pengertian :
PS = gaya tumbukan kapal sebagai gaya statis ekuivalen (t)
DWT = tonase berat mati muatan kapal (t) = berat kargo, bahan bakar, air dan persediaan
V = kecepatan tumbukan kapal (m/s)
Dalam keadaan khusus diperlukan analisis dinamis untuk menentukan energi dan gaya
tumbukan kapal.
14.2 Data lalu lintas kapal
Data yang diperlukan dalam perencanaan gaya tumbukan mencakup:
a. lalu lintas kapal: tipe, jumlah, konstruksi, tonase, panjang, lebar, frekuensi pelintasan,
draft, daya kuda, kebebasan vertikal, cara pengoperasian, tipe pelayanan, barang
bawaan utama, dan tempat pelayanan setempat;
b. kecepatan kapal: transit, tumbukan;
c. kondisi lingkungan: cuaca, angin dan arus, geometri jalan air, kedalaman air, ketinggian
pasang surut, kondisi pelayaran, kepadatan lalu lintas kapal.
Ptot =Panjang Total
MA
(a)
RSNI T-02-2005
- 59 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Gambar 18 Profil kapal tipikal
(a) beban penuh (b) beban balas
Gambar 18 Profil kapal tipikal, (a) beban penuh, (b) beban balas
14.3 Klasifikasi kapal desain
Sehubungan dengan faktor risiko dalam penentuan kapal desain untuk perencanaan beban
tumbukan pada pilar jembatan, terdapat klasifikasi jembatan sebagai berikut :
a. jembatan kritis: berat kapal desain terlampaui oleh 5% jumlah lintasan kapal dalam satu
tahun atau maksimum 50 lintasan kapal per tahun (pilih yang terkecil) ;
b. jembatan biasa: berat kapal desain terlampaui oleh 10% jumlah lintasan kapal dalam
satu tahun atau maksimum 200 lintasan kapal per tahun (pilih yang terkecil).
14.4 Sistem fender
Berbagai tipe, bahan dan fungsi fender secara mendasar dijelaskan sebagai berikut.
14.4.1 Fender kayu
Fender kayu terdiri dari elemen vertikal dan horisontal dalam kerangka yang dipasang
bersatu dengan pilar atau secara terpisah. Energi tumbukan diredam oleh deformasi elastis
dan kerusakan elemen kayu. Fender kayu digunakan untuk melindungi pilar terhadap gaya
tumbukan dari kapal kecil.
14.4.2 Fender karet
Fender karet dibuat komersial dalam bentuk aneka ragam. Energi tumbukan diredam oleh
deformasi elastis dari elemen karet dalam kombinasi tekanan, lenturan dan geser.
14.4.3 Fender beton
Fender beton terdiri dari struktur boks berongga dan berdinding tipis yang dipasang pada
pilar. Permukaan luar fender beton dapat dilindungi oleh fender kayu. Energi tumbukan
diredam oleh tekuk dan kerusakan dinding fender beton.
14.4.4 Fender baja
Fender baja terdiri dari membran berdinding tipis dan elemen pengaku dalam kerangka boks
pada pilar jembatan. Energi tumbukan diredam oleh tekanan, lentur dan tekuk dari elemen
baja dalam fender. Permukaan luar fender baja dapat dilindungi oleh fender kayu.
14.5 Fender yang didukung oleh tiang
Sistem yang didukung oleh tiang dapat digunakan untuk meredam beban tumbukan.
Kelompok tiang yang dihubungkan oleh cap yang kaku adalah suatu struktur pelindung
dengan tahanan tinggi terhadap gaya tumbukan kapal. Tiang individual dan tiang yang
dihubungkan oleh cap yang fleksibel dapat digunakan juga sebagai pelindung pilar.
P tot/2 P tot/2
MA DB
(b)
RSNI T-02-2005
- 60 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Kelompok tiang dapat terdiri dari tiang vertikal yang menahan energi dengan lenturan, atau
tiang miring yang menahan energi dengan tekanan dan lenturan. Deformasi plastis dan
kerusakan tiang diijinkan dengan syarat kapal terhenti sebelum menabrak pilar, atau
tumbukan diredam sampai tingkat kekuatan pilar dan pondasi. Struktur tiang pelindung dapat
dibuat secara berdiri sendiri, atau dipasang pada pilar. Tiang kayu, baja, atau beton dapat
digunakan sesuai kondisi lapangan, beban tumbukan dan pertimbangan ekonomis.
14.6 Fender dolfin
Dolfin merupakan struktur sel sirkular dari turap baja yang dipancang, dan diisi beton serta
ditutup dengan cap beton. Dolfin dapat dibuat dari komponen beton pra cetak, atau di-pra
cetak secara keseluruhan di luar lapangan dan kemudian dibawa mengapung ke lokasi.
Tiang pancang kadang-kadang di gabung dalam desain sel. Prosedur perencanaan dolfin
berdasarkan perubahan energi yang terjadi selama pembebanan tumbukan rencana.
Hubungan dan korelasi energi-simpangan dikembangkan untuk mekanisme peredaman
berikut :
· kerusakan bagian depan kapal ;
· terangkatnya bagian depan kapal ;
· gesekan antara kapal dan dolfin ;
· gesekan antara kapal dan dasar sungai ;
· geseran dolfin ;
· rotasi dolfin ;
· deformasi dolfin (dibatasi kurang dari ½ diameter sel, sel diperbolehkan mengalami
deformasi plastis dan runtuh parsial).
14.7 Fender pulau
Fender pulau sekeliling pilar jembatan adalah proteksi sangat efektif terhadap tumbukan
kapal. Pulau terdiri dari pasir atau batuan dengan permukaan luar dari batuan pelindung
berat untuk menahan gelombang dan arus. Geometri pulau sesuai dengan kriteria berikut :
· Tumbukan kapal diredam melalui pulau sampai ke tingkat kapasitas lateral pilar dan
pondasi pilar ;
· Dimensi pulau sedemikian rupa agar penetrasi kapal ke dalam pulau tidak
menyebabkan sentuhan kapal pada pilar.
14.8 Fender terapung
Fender terapung terdapat dalam berbagai sistem :
· sistem jaringan kabel: kapal berhenti oleh sistem kabel terjangkar dalam dasar perairan
yang diberi pelampung di depan pilar;
· ponton terjangkar: ponton terapung yang terjangkar dalam dasar perairan di depan pilar
untuk meredam tumbukan kapal.
RSNI T-02-2005
- 61 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Lampiran A
(informatif)
Daftar nama dan lembaga
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi, Badan Penelitian dan
Pengembangan eks. Departemen Kimpraswil.
2) Penyusun
Nama Instansi
Ir. Lanneke Tristanto Puslitbang Prasarana Transportasi
N. Retno Setiati, ST., MT. Puslitbang Prasarana Transportasi
Redrik Irawan, ST., MT. Puslitbang Prasarana Transportasi
RSNI T-02-2005
- 62 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Bibliografi
1. Peraturan Muatan untuk Djembatan Djalan Raya, No. 12 / 1970, Direktorat Djenderal
Bina Marga
2. Sistem Manajemen Jembatan - BMS - Peraturan Perencanaan Jembatan : Bagian 2
Beban Jembatan 1992
3. Guide Specification and Commentary for Vessel Collision Design of Highway Bridges,
Volume I, Final Report, February 1991
BACK - i
Daftar
RSNI 2006
Prakata
Standar Pembebanan untuk Jembatan dipersiapkan oleh Panitia Teknik Standardisasi
Bidang Konstruksi dan Bangunan melalui Gugus Kerja Bidang Prasarana Transportasi Balai
Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan pada Sub Panitia Teknik Standarisasi Bidang
Prasarana Transportasi. Standar ini diprakarsai oleh Pusat Litbang Prasarana Transportasi,
Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum eks. Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah.
Standar ini merupakan revisi dari SNI 03-1725-1989 yang membahas masalah beban dan
aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk
jembatan pejalan kaki dan bangunan-bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan
tersebut. Dengan terbitnya revisi ini, maka SNI 03-1725-1989 tidak berlaku lagi.
Tata cara penulisan ini disusun mengikuti Pedoman BSN No. 8 tahun 2000 dan dibahas
dalam forum konsensus yang melibatkan narasumber, pakar dan pengguna Prasarana
Transportasi sesuai ketentuan Pedoman BSN No. 9 tahun 2000.
RSNI T-02-2005
BACK - ii
Daftar
RSNI 2006
Pendahuluan
Pada tahun 1970 Direktorat Jenderal Bina Marga menetapkan “Peraturan Muatan untuk
Jembatan Jalan Raya” Nr. 12/1970. Peraturan ini kemudian diangkat menjadi “Tata Cara
Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya” SNI 03-1725-1989. Peraturan-peraturan
ini kembali dibahas oleh Tim Bridge Management System (BMS) yang menghasilkan
modifikasi dalam kaidah-kaidah perencanaan keadaan batas layan (KBL) dan ultimit (KBU).
Acuan yang banyak digunakan standar ini bersumber pada Austroads dan menghasilkan
Peraturan “Beban Jembatan”, Peraturan Perencanaan Jembatan, Bagian 2, BMS-1992.
Peraturan ini mencakup perencanaan beban gempa secara statis ekuivalen yang mengacu
pada “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya” SNI –03-
2833-1992.
Pusat Litbang Prasarana Transportasi memprakarsai penerbitan “Pedoman Perencanaan
Beban Gempa untuk Jembatan” Pd. T-04-2004-B (melengkapi Peraturan “Beban Jembatan”
BMS-1992) yang memuat perencanaan beban gempa secara dinamis.
Sejalan dengan itu, “Standar Pembebanan untuk Jembatan” yang dipersiapkan dalam tahun
1989 dikaji ulang dan disesuaikan dengan Peraturan “Beban Jembatan” BMS-1992 sehingga
memungkinkan jembatan untuk mengakomodasikan pertumbuhan dan perilaku lalu lintas
kendaraan berat yang ada.
“Standar Pembebanan untuk Jembatan” 2004 memuat beberapa penyesuaian berikut:
i. Gaya rem dan gaya sentrifugal yang semula mengikuti Austroads, dikembalikan ke
Peraturan Nr. 12/1970 dan Tata Cara SNI 03-1725-1989 yang sesuai AASHTO;
ii. Faktor beban ultimit dari “Beban Jembatan” BMS-1992 direduksi dari nilai 2 ke 1,8
untuk beban hidup yang sesuai AASHTO;
iii. Kapasitas beban hidup keadaan batas ultimit (KBU) dipertahankan sama sehingga
faktor beban 1,8 menimbulkan kenaikan kapasitas beban hidup keadaan batas layan
(KBL) sebesar 2/1,8 ~ 11,1 % ;
iv. Kenaikan beban hidup layan atau nominal (KBL) meliputi :
§ “Beban T” truk desain dari 45 ton menjadi 50 ton ;
§ Beban roda desain dari 10 ton menjadi 11,25 ton ;
§ “Beban D” terbagi rata (BTR) dari q = 8 kPa menjadi 9 kPa ;
§ “Beban D” garis terpusat (BGT) dari p = 44 kN/m menjadi 49 kN/m
v. Beban mati ultimit (KBU) diambil pada tingkat nominal (faktor beban = 1) dalam
pengecekan stabilitas geser dan guling dari pondasi langsung.
Sesuai standar ini, beban truk legal adalah 50 ton dengan konfigurasi satu truk setiap jalur
sepanjang bentang jembatan.
Rangkaian truk legal diperhitungkan berdasarkan kasus konfigurasi kendaraan dan kapasitas
aktual jembatan. Jembatan direncanakan untuk menahan beban hidup yang sesaat
melewati jembatan. Dengan demikian kemacetan lalu lintas di atas jembatan harus dihindari.
RSNI T-02-2005
BACK - 1 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Standar pembebanan untuk jembatan
1 Ruang lingkup
Standar ini menetapkan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi lainnya yang akan digunakan
dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunanbangunan
sekunder yang terkait dengan jembatan. Beban-beban, aksi-aksi dan metode
penerapannya boleh dimodifikasi dalam kondisi tertentu, dengan seizin pejabat yang
berwenang.
Butir-butir tersebut di atas harus digunakan untuk perencanaan seluruh jembatan termasuk
jembatan bentang panjang dengan bentang utama > 200 m.
2 Acuan normatif
- SNI 03-1725-1989, Tata cara perencanaan pembebanan jembatan jalan raya
- SNI 03-2833-1992, Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan jalan raya
- Pd. T-04-2004-B, Pedoman perencanaan beban gempa untuk jembatan
3 Istilah dan definisi
Istilah dan definisi yang digunakan dalam standar ini sebagai berikut :
3.1
aksi lingkungan
pengaruh yang timbul akibat temperatur, angin, aliran air, gempa dan penyebab-penyebab
alamiah lainnya
3.2
aksi nominal
nilai beban rata-rata berdasarkan statistik untuk periode ulang 50 tahun
3.3
beban primer
beban yang merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan
jembatan
3.4
beban sekunder
beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam perhitungan
tegangan pada setiap perencanaan jembatan
3.5
beban khusus
beban yang merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan pada
perencanaan jembatan
RSNI T-02-2005
BACK - 2 dari 63
Daftar
RSNI 2006
3.6
beban mati
semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang
ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap
dengannya
3.7
beban hidup
semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan bergerak/lalu lintas dan/atau
pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan
3.8
beban mati primer
berat sendiri dari pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-masing gelagar
jembatan
3.9
beban pelaksanaan
beban sementara yang mungkin bekerja pada bangunan secara menyeluruh atau sebagian
selama pelaksanaan
3.10
beban mati sekunder
berat kerb, trotoar, tiang sandaran dan lain-lain yang dipasang setelah pelat di cor. Beban
tersebut dianggap terbagi rata di seluruh gelagar
3.11
beban lalu lintas
seluruh beban hidup, arah vertikal dan horisontal, akibat aksi kendaraan pada jembatan
termasuk hubungannya dengan pengaruh dinamis, tetapi tidak termasuk akibat tumbukan
3.12
berat
berat dari suatu benda adalah gaya gravitasi yang bekerja pada massa benda tersebut (kN)
Berat = massa x g
dengan pengertian g adalah percepatan akibat gravitasi
3.13
faktor beban
pengali numerik yang digunakan pada aksi nominal untuk menghitung aksi rencana. Faktor
beban diambil untuk:
- adanya perbedaan yang tidak diinginkan pada beban
- ketidak-tepatan dalam memperkirakan pengaruh pembebanan
- adanya perbedaan ketepatan dimensi yang dicapai dalam pelaksanaan
RSNI T-02-2005
BACK - 3 dari 63
Daftar
RSNI 2006
3.14
faktor beban biasa
digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana adalah mengurangi keamanan
3.15
faktor beban terkurangi
digunakan apabila pengaruh dari aksi rencana adalah menambah keamanan
3.16
fender
struktur pelindung pilar jembatan terhadap tumbukan kapal
3.17
jangka waktu aksi
perkiraan lamanya aksi bekerja dibandingkan dengan umur rencana jembatan. Ada dua
macam katagori jangka waktu yang diketahui :
- Aksi tetap adalah bekerja sepanjang waktu dan bersumber pada sifat bahan jembatan
cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang mungkin menempel pada jembatan
- Aksi transien bekerja dengan waktu yang pendek, walaupun mungkin terjadi seringkali
3.18
lantai kendaraan
seluruh lebar bagian jembatan yang digunakan untuk menerima beban dari lalu lintas
kendaraan. Bebannya disebut Beban "T"
3.19
lajur lalu lintas
bagian dari lantai kendaraan yang digunakan oleh suatu rangkaian kendaraan. Bebannya
disebut Beban "D"
3.20
lajur lalu lintas rencana
strip dengan lebar 2,75 m dari jalur yang digunakan dimana pembebanan lalu lintas rencana
bekerja
3.21
lajur lalu lintas biasa
lajur yang diberi marka pada permukaan untuk mengendalikan lalu lintas
3.22
lebar jalan
lebar keseluruhan dari jembatan yang dapat digunakan oleh kendaraan, termasuk lajur lalu
lintas biasa, bahu yang diperkeras, marka median dan marka yang berupa strip. Lebar jalan
membentang dari kerb yang dipertinggi ke kerb yang lainnya. Atau apabila kerb tidak
dipertinggi, adalah dari penghalang bagian dalam ke penghalang lainnya
RSNI T-02-2005
BACK - 4 dari 63
Daftar
RSNI 2006
3.23
profil ruang bebas jembatan
ukuran ruang dengan syarat tertentu yaitu meliputi tinggi bebas minimum jembatan tertutup,
lebar bebas jembatan dan tinggi bebas minimum terhadap banjir
3.24
tipe aksi
Dalam hal tertentu aksi bisa meningkatkan respon total jembatan (mengurangi keamanan)
pada salah satu bagian jembatan, tetapi mengurangi respon total (menambah keamanan)
pada bagian lainnya.
- Tak dapat dipisah-pisahkan, artinya aksi tidak dapat dipisah ke dalam salah satu bagian
yang mengurangi keamanan dan bagian lain yang menambah keamanan (misalnya
pembebanan "T")
- Tersebar dimana bagian aksi yang mengurangi keamanan dapat diambil berbeda dengan
bagian aksi yang menambah keamanan (misalnya, beban mati tambahan)
4 Persyaratan dan petunjuk penggunaan
4.1 Persyaratan
1) Standar perencanaan jembatan jalan raya digunakan dalam perjanjian kerja antara
pihak-pihak yang bersangkutan dengan bidang konstruksi dan pihak yang
berwenang/aparatur pemerintah, sehingga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
anggaran biaya yang mengikat. Kekuatan perjanjian-perjanjian kerja ini tercermin bahwa
setiap perubahan standar perencanaan pembebanan jembatan jalan raya selalu melalui
Keputusan Presiden RI atau Keputusan Menteri yang bertanggung jawab dalam
pembinaan jalan dan jembatan;
2) Para Pelaksana dalam pekerjaan pembangunan jembatan tidak akan terlepas dari
kewajiban untuk melaksanakan berbagai upaya analisa, cara, atau perhitungan yang
dapat menjamin bahwa jembatan yang dibangunnya akan sanggup memikul bebanbeban
yang ditetapkan pada standar perencanaan pembebanan jalan raya yang
berlaku;
3) Sehubungan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
konstruksi dan transportasi, perencana harus selalu mengikuti perkembangan dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada berbagai standar perencanaan pembebanan
jalan raya baik nasional maupun internasional. Bila terdapat perubahan-perubahan yang
mendasar dan signifikan maka perencana harus segera mempersiapkan bahan-bahan
pembebanan dan mendiskusikannya dengan pihak klien/yang berwenang;
4) Setiap bagian struktur jembatan yang direncanakan harus sesuai dengan beban
rencana, gaya-gaya yang bekerja, dan berbagai pengaruhnya, termasuk seluruh
gaya/beban yang mungkin terjadi pada jembatan selama umur rencana harus diketahui;
5) Bila terdapat beban/gaya yang tidak umum dan tidak tercakup dalam standar
perencanaan pembebanan jembatan jalan raya ini, perencana harus mengidentifikasi,
mengevaluasi, menghitung besaran dan lamanya gaya tersebut bekerja. Disamping itu,
perencana berkewajiban untuk mencari mengkaji sifat-sifat khusus lainnya sehubungan
dengan pembebanan tersebut (bila ada);
6) Perencana dapat mengusulkan untuk menerapkan berbagai beban di luar standar
perencanaan jembatan jalan raya ini apabila data hasil percobaan/pengukuran dan
perhitungan teknis memberikan dukungan yang kuat terhadap usulan tersebut. Selain
itu, pihak yang berwenang telah memberikan persetujuan secara tertulis kepada
perencana untuk menerapkan metode atau standar pembebanan yang berbeda. Untuk
RSNI T-02-2005
BACK - 5 dari 63
Daftar
RSNI 2006
suatu jembatan yang khusus, perencana harus mempelajari setiap kemungkinan
pembebanan umum yang bersesuaian dengan standar perencanaan pembebanan
jembatan jalan raya ini. Jumlah beban yang akan diterapkan beban jembatan khusus ini
harus di kombinasikan secara konsisten;
7) Apabila seluruh gaya-gaya/beban telah diketahui, maka seluruh kombinasi yang
memungkinkan harus dibuat. Suatu kombinasi dapat hanya berlaku untuk suatu bagian
struktur jembatan saja dan tidak terjadi secara serempak/bersamaan. Hal tersebut harus
dapat diuraikan secara jelas dan sistematis oleh perencana dalam meminta persetujuan
yang berwenang. Perencana juga berkewajiban untuk menunjukkan kombinasikombinasi
yang mengakibatkan pengaruh yang paling membahayakan;
8) Dalam melakukan kombinasi pembebanan perencana harus memperhatikan aspek
ekonomis dan harus mendapat persetujuan yang berwenang. Perencana harus
mencantumkan pada gambar struktur jembatan mengenai metode pelaksanaan, urutan,
dan setiap batasan khusus lainnya. Perpindahan setiap gaya harus diuraikan secara
jelas, seperti perpindahan gaya-gaya antara bangunan bawah dengan pondasi sehingga
bagian struktur seperti pada elastomer atau jenis perletakan lainnya, dihitung dengan
berbagai gaya-gaya yang relevan secara benar dan akurat;
9) Diagram tegangan yang terjadi dari beban yang diterapkan harus diperlihatkan. Untuk
jembatan yang tidak tegak lurus sungai (skew), maka beban yang dipikul oleh jembatan
melalui sistem lantai/balok ke perletakan, dalam perencanaan harus dipisahkan ke
dalam komponen-komponen gaya vertikal, lateral dan memanjang.
4.2 Petunjuk penggunaan standar
1) Untuk memudahkan penggunaan standar yang akan dipergunakan ini maka aksi-aksi
(beban, perpindahan dan pengaruh lainnya) dikelompokkan menurut sumbernya ke
dalam beberapa kelompok, yaitu:
a) aksi tetap Bab 5;
b) beban lalu lintas Bab 6;
c) aksi lingkungan Bab 7;
d) aksi-aksi lainnya Bab 8.
Masing-masing dari bab di atas berisi spesifikasi untuk menghitung aksi nominal, definisi
dari tipe aksi tersebut, faktor beban yang digunakan untuk menghitung besarnya aksi
rencana. Secara ringkas bisa dilihat dalam Tabel 1.
2) Aksi juga diklasifikasikan berdasarkan kepada lamanya aksi tersebut bekerja, yaitu:
a) aksi tetap;
b) aksi transien.
Klasifikasi ini digunakan apabila aksi-aksi rencana di gabung satu sama lainnya
mendapatkan kombinasi pembebanan yang akan digunakan dalam perencanaan
jembatan.
Kombinasi beban rencana di kelompokan ke dalam kelompok-kelompok, yaitu:
a) kombinasi dalam batas daya layan Pasal 9.5;
b) kombinasi dalam batas ultimit Pasal 9.6;
c) kombinasi dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja Pasal 10.3.
Persyaratan untuk stabilitas terhadap guling jembatan atau bagian dari jembatan bisa
dilihat dalam Pasal 11.1. Persyaratan minimum untuk pengekangan arah lateral bisa
dilihat dalam Pasal 11.2.
3) Bangunan-bangunan sekunder yang dipasang pada jembatan mempunyai persyaratan
khusus dalam perencanaannya. Spesifikasi dari aksi-aksi yang digunakan dalam
perencanaan bangunan tersebut tercantum dalam:
a) penghalang lalu lintas dan penghalang untuk pejalan kaki Bab 12
b) rambu jalan dan bangunan penerangan Bab 13
RSNI T-02-2005
BACK - 6 dari 63
Daftar
RSNI 2006
4) Semua aksi yang mungkin akan mempengaruhi jembatan selama umur rencana terlebih
dahulu harus diketahui. Setiap aksi yang tidak umum yang tidak dijelaskan dalam
standar ini harus dievaluasi dengan memperhitungkan besarnya faktor beban dan
lamanya aksi tersebut bekerja;
Apabila semua aksi telah diketahui, maka seluruh kombinasi yang memungkinkan harus
diketahui sesuai dengan Bab 9 atau Pasal 10.3. Suatu kombinasi mungkin hanya
berlaku untuk bagian dari jembatan saja, dan beberapa aksi mungkin tidak akan cocok
apabila terjadi secara bersamaan. Hal semacam ini harus bisa diputuskan oleh
Perencana;
Aksi nominal diubah menjadi aksi rencana dengan cara mengalikan dengan faktor
beban yang cukup memadai.
5) Beberapa aksi dapat mengurangi pengaruh dari aksi-aksi lainnya. Dalam keadaan ini
maka faktor beban yang lebih rendah bisa digunakan sebagai aksi yang pengurang.
Dalam hal aksi terbagi rata, seperti lapis permukaan aspal beton pada jembatan bentang
menerus, dimana sebagian aksi berfungsi sebagai pengurang maka hanya digunakan
satu nilai faktor beban ultimit yang digunakan untuk seluruh aksi tersebut. Perencana
harus menentukan salah satu faktor beban, (dapat beban normal atau terkurangi), yang
menyebabkan pengaruh paling buruk;
6) Dalam menentukan faktor beban yang menyebabkan pengaruh paling buruk, perencana
harus mengambil keputusan dalam menentukan aksi-aksi mana yang bersifat normal
atau mengurangi. Sebagai contoh, perencana perlu menerapkan faktor beban
terkurangi untuk berat sendiri jembatan bila menghitung gaya angkat tiang atau stabilitas
bangunan bawah. Dalam semua hal, bagaimanapun, faktor beban yang dipilih adalah
faktor yang menghasilkan pengaruh total terburuk;
7) Banyak aksi mempunyai faktor beban terkurangi efektif nol (sesuai dengan
penghilangan aksi), dalam hal ini faktor bisa dihilangkan;
8) Aksi rencana harus digabungkan bersama untuk memperoleh berbagai-bagai kombinasi
beban yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk bisa membandingkan
secara langsung beberapa kombinasi dan mengabaikan kombinasi yang memberikan
pengaruh paling kecil pada jembatan. Kombinasi yang lolos adalah kombinasi yang
harus digunakan dalam perencanaan jembatan. Tahapan ini bisa dilihat dalam bagan alir
pada Gambar 1;
9) Penjelasan yang terperinci dari beban-beban rencana yang harus dicantumkan dalam
gambar jembatan adalah sebagai berikut:
a) judul dan edisi dari standar yang digunakan;
b) perbedaan penting terhadap persyaratan dalam standar ini;
c) pengurangan yang diizinkan dari 100% beban lalu lintas rencana;
d) pembesaran yang diizinkan dari 100 % beban lalu lintas rencana;
e) daerah gempa;
f) aksi rencana yang penting, seperti halnya:
- kecepatan angin
- penurunan/perbedaan penurunan
- aliran sungai/beban hanyutan;
g) beban-beban fondasi yang diperhitungkan;
h) temperatur rencana rata-rata untuk memasang perletakan dan sambungan siar
muai.
Apabila diperlukan dalam persyaratan perencanaan, maka pelaksanaan dan urutanurutan
pemasangan, atau batasan khusus lainnya harus dicantumkan dalam gambar
jembatan.
RSNI T-02-2005
BACK - 7 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 1 Bagan alir untuk perencanaan beban jembatan
KETAHUI AKSI-AKSI YANG
TERKAIT
YA
CEK TERHADAP BEBERAPA
PENGARUH
YANG SIFATNYA MENGURANGI
UBAH AKSI NOMINAL KE DALAM AKSI
RENCANA DENGAN MENGGUNAKAN
FAKTOR BEBAN
AKSI RENCANA ULTIMIT AKSI RENCANA DAYA LAYAN
KOMBINASI RENCANA AKHIR
TIDAK
HITUNG AKSI DAN PILIH
FAKTOR BEBAN
APAKAH AKSIAKSI
TERCANTUM
DALAM
PERATURAN ?
KOMBINASI BEBAN
RSNI T-02-2005
BACK - 8 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 1 Ringkasan aksi-aksi rencana
Aksi Faktor Beban pada Keadaan
Batas
Ultimit K
Pasal
No
Nama Simbol
(1)
Lamanya
waktu
(3)
Daya
Layan
K Normal Terkurangi
5.2 Berat Sendiri PMS Tetap 1,0 * (3) * (3)
5.3 Beban Mati Tambahan PMA Tetap 1,0/1,3
(3)
2,0/1,4
(3)
0,7/0,8
(3)
5.4 Penyusutan & Rangkak PSR Tetap 1,0 1,0 N/A
5.5 Prategang PPR Tetap 1,0 1,0 N/A
5.6 Tekanan Tanah PTA Tetap 1,0 * (3) * (3)
5.7 Beban Pelaksanaan Tetap PPL Tetap 1,0 1,25 0,8
6.3 Beban Lajur “D” TTD Tran 1,0 1,8 N/A
6.4 Beban Truk “T” TTT Tran 1,0 1,8 N/A
6.7 Gaya Rem TTB Tran 1,0 1,8 N/A
6.8 Gaya Sentrifugal TTR Tran 1,0 1,8 N/A
6.9 Beban trotoar TTP Tran 1,0 1,8 N/A
6.10 Beban-beban Tumbukan TTC Tran * (3) * (3) N/A
7.2 Penurunan PES Tetap 1,0 N/A N/A
7.3 Temperatur TET Tran 1,0 1,2 0,8
7.4 Aliran/Benda hanyutan TEF Tran 1,0 * (3) N/A
7.5 Hidro/Daya apung TEU Tran 1,0 1,0 1,0
7.6 Angin TEW Tran 1,0 1,2 N/A
7.7 Gempa TEQ Tran N/A 1,0 N/A
8.1 Gesekan TBF Tran 1,0 1,3 0,8
8.2 Getaran TVI Tran 1,0 N/A N/A
8.3 Pelaksanaan TCL Tran * (3) * (3) * (3)
CATATAN (1) Simbol yang terlihat hanya untuk beban nominal, simbol untuk beban rencana
menggunakan tanda bintang, untuk: PMS = berat sendiri nominal, P*MS = berat sendiri
rencana
CATATAN (2) Tran = transien
CATATAN (3) Untuk penjelasan lihat Pasal yang sesuai
CATATAN (4) “ N/A” menandakan tidak dapat dipakai. Dalam hal di mana pengaruh beban transien
adalah meningkatkan keamanan, faktor beban yang cocok adalah nol
RSNI T-02-2005
BACK - 9 dari 63
Daftar
RSNI 2006
5 Aksi dan beban tetap
5.1 Umum
1) Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera
dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan;
2) Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan
gravitasi g. Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2.
Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam
Tabel 3;
3) Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan batas,
akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat
digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan masa diambil dari
suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan tepat,
maka Perencana harus memilih-milih harga tersebut untuk mendapatkan keadaan yang
paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam
standar ini dan tidak boleh diubah;
4) Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktural dan elemenelemen
non-struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi
yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi.
Perencana jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan
elemen-elemen tersebut;
5.2 Berat sendiri
Tabel 2 Faktor beban untuk berat sendiri
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K K
Biasa Terkurangi
Tetap
Baja, aluminium 1,0
Beton pra cetak 1,0
Beton dicor di tempat 1,0
Kayu 1,0
1,1 0,9
1,2 0,85
1,3 0,75
1,4 0,7
5) Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemenelemen
struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan
bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non
struktural yang dianggap tetap.
RSNI T-02-2005
BACK - 10 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 3 Berat isi untuk beban mati [ kN/m³ ]
No. Bahan Berat/Satuan Isi
(kN/m3)
Kerapatan Masa
(kg/m3)
1 Campuran aluminium 26.7 2720
2 Lapisan permukaan
beraspal
22.0 2240
3 Besi tuang 71.0 7200
4 Timbunan tanah
dipadatkan
17.2 1760
5 Kerikil dipadatkan 18.8-22.7 1920-2320
6 Aspal beton 22.0 2240
7 Beton ringan 12.25-19.6 1250-2000
8 Beton 22.0-25.0 2240-2560
9 Beton prategang 25.0-26.0 2560-2640
10 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600
11 Timbal 111 11 400
12 Lempung lepas 12.5 1280
13 Batu pasangan 23.5 2400
14 Neoprin 11.3 1150
15 Pasir kering 15.7-17.2 1600-1760
16 Pasir basah 18.0-18.8 1840-1920
17 Lumpur lunak 17.2 1760
18 Baja 77.0 7850
19 Kayu (ringan) 7.8 800
20 Kayu (keras) 11.0 1120
21 Air murni 9.8 1000
22 Air garam 10.0 1025
23 Besi tempa 75.5 7680
RSNI T-02-2005
BACK - 11 dari 63
Daftar
RSNI 2006
5.3 Beban mati tambahan / utilitas
Tabel 4 Faktor beban untuk beban mati tambahan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU
K K
Biasa Terkurangi
Tetap Keadaan umum 1,0 (1)
Keadaan khusus 1,0
2,0 0,7
1,4 0,8
CATATAN (1) Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas
5.3.1 Pengertian dan persyaratan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada
jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur
jembatan.
Dalam hal tertentu harga KMA yang telah berkurang boleh digunakan dengan persetujuan
Instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi tersebut mengawasi beban
mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.
Pasal ini tidak berlaku untuk tanah yang bekerja pada jembatan. Faktor beban yang
digunakan untuk tanah yang bekerja pada jembatan ini diberikan pada Pasal 5.4.2 dan
diperhitungkan sebagai tekanan tanah pada arah vertikal.
5.3.2 Ketebalan yang diizinkan untuk pelapisan kembali permukaan
Kecuali ditentukan lain oleh Instansi yang berwenang, semua jembatan harus direncanakan
untuk bisa memikul beban tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk
pelapisan kembali dikemudian hari. Lapisan ini harus ditambahkan pada lapisan permukaan
yang tercantum dalam gambar.
Pelapisan kembali yang diizinkan adalah merupakan beban nominal yang dikaitkan dengan
faktor beban untuk mendapatkan beban rencana.
5.3.3 Sarana lain di jembatan
Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada jembatan harus
dihitung setepat mungkin. Berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lainlainnya
harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh sehingga kondisi yang paling
membahayakan dapat diperhitungkan.
5.4 Pengaruh penyusutan dan rangkak
Tabel 5 Faktor beban akibat penyusutan dan rangkak
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K K
Tetap 1,0 1,0
CATATAN (1) Walaupun rangkak dan penyusutan bertambah lambat menurut waktu
akan tetapi pada akhirnya akan mencapai harga yang konstan
RSNI T-02-2005
BACK - 12 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Pengaruh rangkak dan penyusutan harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatanjembatan
beton. Pengaruh ini dihitung dengan menggunakan beban mati dari jembatan.
Apabila rangkak dan penyusutan bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya, maka harga
dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum (misalnya pada waktu transfer
dari beton prategang).
5.4.1 Pengaruh prategang
Tabel 6 Faktor beban akibat pengaruh prategang
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU S
PR K U
PR K
Tetap 1,0 1,0 (1,15 pada prapenegangan)
Prategang akan menyebabkan pengaruh sekunder pada komponen-komponen yang
terkekang pada bangunan statis tidak tentu. Pengaruh sekunder tersebut harus
diperhitungkan baik pada batas daya layan ataupun batas ultimit.
Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah kehilangan
tegangan dalam kombinasinya dengan beban-beban lainnya.
Pengaruh utama dari prategang adalah sebagai berikut:
a) pada keadaan batas daya layan, gaya prategang dapat dianggap bekerja sebagai suatu
sistem beban pada unsur. Nilai rencana dari beban prategang tersebut harus dihitung
dengan menggunakan faktor beban daya layan sebesar 1,0;
b) pada keadaan batas ultimit, pengaruh utama dari prategang tidak dianggap sebagai
beban yang bekerja, melainkan harus tercakup dalam perhitungan kekuatan unsur.
5.4.2 Tekanan tanah
Tabel 7 Faktor beban akibat tekanan tanah
FAKTOR BEBAN
U
TA K JANGKA
WAKTU DESKRIPSI
S
TA K
Biasa Terkurangi
1,25
(1)
0,80
Tekanan tanah vertikal
1,0
1,25
1,40
0,80
0,70
Tetap Tekanan tanah lateral
- aktif
- pasif
- keadaan diam
1,0
1,0
1,0 lihat penjelasan
1) Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah
(kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya) bisa
diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah;
2) Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat bahan
tanah;
RSNI T-02-2005
BACK - 13 dari 63
Daftar
RSNI 2006
3) Tekanan tanah lateral daya layan dihitung berdasarkan harga nominal dari ws, c dan φ;
4) Tekanan tanah lateral ultimit dihitung dengan menggunakan harga nominal dari ws dan
harga rencana dari c dan φ. Harga-harga rencana dari c dan φ diperoleh dari harga
nominal dengan menggunakan Faktor Pengurangan Kekuatan KR, seperti terlihat dalam
Tabel 8. Tekanan tanah lateral yang diperoleh masih berupa harga nominal dan
selanjutnya harus dikalikan dengan Faktor Beban yang cukup seperti yang tercantum
dalam Pasal ini;
5) Pengaruh air tanah harus diperhitungkan sesuai dengan Pasal 7.5.
Tabel 8 Sifat-sifat untuk tekanan tanah
Sifat-sifat Bahan untuk Keadaan Batas Ultimit
Menghitung Tekanan
Tanah Biasa Terkurangi
ws* =
Aktif:
(1) φ* =
c* =
ws
tan-1 ( KR f tan φ)
R
C K c (3)
ws
tan-1 [(tan φ) ¤ KR f ]
c ¤ R
C K
ws * =
Pasif:
(1) φ* =
c* =
ws
tan-1 [(tan φ) ¤ KR f ]
c ¤ R
C K
ws
tan-1 (KR f tan φ)
R
C K c (3)
Vertikal: ws* = ws ws
CATATAN (1) Harga rencana untuk geseran dinding, δ*, harus dihitung dengan cara yang
sama seperti φ*
CATATAN (2) KR f dan R
C K adalah faktor reduksi kekuatan bahan
CATATAN (3) Nilai φ* dan c* minimum berlaku umum untuk tekanan tanah aktif dan pasif
6) Tanah dibelakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang
bekerja apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis
(lihat Gambar 2). Besarnya beban tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,6
m yang bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas
tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam
arah lateral saja, dan faktor beban yang digunakan harus sama seperti yang telah
ditentukan dalam menghitung tekanan tanah arah lateral. Faktor pengaruh
pengurangan dari beban tambahan ini harus nol.
7) Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak diperhitungkan pada
Keadaan Batas Ultimit. Apabila keadaan demikian timbul, maka Faktor Beban Ultimit
yang digunakan untuk menghitung harga rencana dari tekanan tanah dalam keadaan
diam harus sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor Beban Daya
Layan untuk tekanan tanah dalam keadaan diam adalah 1,0, tetapi dalam pemilihan
harga nominal yang memadai untuk tekanan harus hati-hati.
RSNI T-02-2005
BACK - 14 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 2 Tambahan beban hidup
5.4.3 Pengaruh tetap pelaksanaan
Tabel 9 Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K K
Biasa Terkurangi
Tetap 1,0 1,25 0,8
Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban muncul disebabkan oleh metoda dan urut-urutan
pelaksanaan jembatan beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya,
seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap harus
dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai.
Bila pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya, maka
pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit dengan
menggunakan faktor beban yang tercantum dalam Pasal ini.
6 Beban lalu lintas
6.1 Umum
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T".
Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada
jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah
total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa
posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan
yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Hanya satu truk "T"
diterapkan per lajur lalu lintas rencana.
Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan yang
mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban "T" digunakan untuk
bentang pendek dan lantai kendaraan.
RSNI T-02-2005
BACK - 15 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Dalam keadaan tertentu beban "D" yang harganya telah diturunkan atau dinaikkan mungkin
dapat digunakan (lihat Pasal 6.5).
6.2 Lajur lalu lintas rencana
Lajur lalu lintas Rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah maksimum lajur lalu lintas
yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan bisa dilihat dalam Tabel 11.
Lajur lalu lintas rencana harus disusun sejajar dengan sumbu memanjang jembatan.
6.3 Beban lajur “D”
Tabel 10 Faktor beban akibat beban lajur “D”
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU
K K
Transien 1,0 1,8
6.3.1 Intensitas dari beban “D”
1) Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban
garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 3;
Tabel 11 Jumlah lajur lalu lintas rencana
Tipe Jembatan (1) Lebar Jalur Kendaraan (m) (2) Jumlah Lajur Lalu lintas
Rencana (nl)
Satu lajur 4,0 - 5,0 1
Dua arah, tanpa median 5,5 - 8,25
11,3 - 15,0
2 (3)
4
Banyak arah
8,25 - 11,25
11,3 - 15,0
15,1 - 18,75
18,8 - 22,5
3
4
5
6
CATATAN (1) Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas rencana harus ditentukan oleh
Instansi yang berwenang.
CATATAN (2) Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu
arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah.
CATATAN (3) Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar
jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan
memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyiap.
2) Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung
pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:
L £ 30 m : q = 9,0 kPa (1)
L > 30 m : q = 9,0 Error! kPa (2)
dengan pengertian :
q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan
L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)
RSNI T-02-2005
BACK - 16 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Hubungan ini bisa dilihat dalam Gambar 4.
Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR
mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh
maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Dalam hal ini L adalah
jumlah dari masing-masing panjang beban-beban yang dipecah seperti terlihat dalam
Gambar 6.
3) Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap
arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m.
Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT
kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada
bentang lainnya. Ini bisa dilihat dalam Gambar 6.
Gambar 3 Beban lajur “D”
Gambar 4 Beban “D” : BTR vs panjang yang dibebani
6.3.2 Penyebaran beban "D" pada arah melintang
Beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan
momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada
BTR
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Panjang dibebani (m)
BTR
RSNI T-02-2005
BACK - 17 dari 63
Daftar
RSNI 2006
arah melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut :
1) bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D"
harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % seperti tercantum dalam
Pasal 6.3.1;
2) apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur
lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan (Tabel 11), dengan intensitas 100 % seperti
tercantum dalam Pasal 6.3.1. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75
q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar nl x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja
berupa strip pada jalur selebar nl x 2,75 m;
3) lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada
jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari
jalur dengan intensitas sebesar 50 % seperti tercantum dalam Pasal 6.3.1. Susunan
pembebanan ini bisa dilihat dalam Gambar 5;
Gambar 5 Penyebaran pembebanan pada arah melintang
4) luas jalur yang ditempati median yang dimaksud dalam Pasal ini harus dianggap bagian
jalur dan dibebani dengan beban yang sesuai, kecuali apabila median tersebut terbuat
dari penghalang lalu lintas yang tetap.
6.3.3 Respon terhadap beban lalu lintas “D“
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan
geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan mempertimbangkan beban
lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk kerb dan trotoar) dengan intensitas
100% untuk panjang terbebani yang sesuai.
b
nl x 2,75
nl x 2,75
RSNI T-02-2005
BACK - 18 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 6 Susunan pembebanan “D”
RSNI T-02-2005
BACK - 19 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.4 Pembebanan truk "T"
Tabel 12 Faktor beban akibat pembebanan truk “T”
FAKTOR BEBAN
JANGKAWAKTU
K S;;TT; K U;;TT;
Transien 1,0 1,8
6.4.1 Besarnya pembebanan truk “T”
Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan
berat as seperti terlihat dalam Gambar 7. Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi
2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk
mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
Gambar 7 Pembebanan truk “T” (500 kN)
6.4.2 Posisi dan penyebaran pembebanan truk "T" dalam arah melintang
Terlepas dari panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk "T"
yang bisa ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana.
Kendaraan truk "T" ini harus ditempatkan ditengah-tengah lajur lalu lintas rencana seperti
terlihat dalam Gambar 7. Jumlah maksimum lajur lalu lintas rencana dapat dilihat dalam
Pasal 6.2, akan tetapi jumlah lebih kecil bisa digunakan dalam perencanaan apabila
menghasilkan pengaruh yang lebih besar. Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai
bulat harus digunakan. Lajur lalu lintas rencana bisa ditempatkan dimana saja pada lajur
jembatan.
RSNI T-02-2005
BACK - 20 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.4.3 Respon terhadap beban lalu lintas “T”
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh momen dan
geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan dengan:
1) menyebar beban truk tunggal “T” pada balok memanjang sesuai dengan faktor yang
diberikan dalam Tabel 13;
Tabel 13 Faktor distribusi untuk pembebanan truk “T”
Jenis bangunan atas Jembatan jalur tunggal Jembatan jalur majemuk
Pelat lantai beton di
atas:
§ balok baja I atau
balok beton pra
tekan
§ balok beton
bertulang T
§ balok kayu
S/4,2
(bila S > 3,0 m lihat Catatan 1)
S/4,0
(bila S > 1,8 m lihat Catatan 1)
S/4,8
(bila S > 3,7 m lihat Catatan 1)
S/3,4
(bila S > 4,3 m lihat Catatan 1)
S/3,6
(bila S > 3,0 m lihat Catatan 1)
S/4,2
(bila S > 4,9 m lihat Catatan 1)
Lantai papan kayu S/2,4 S/2,2
Lantai baja gelombang
tebal 50 mm atau lebih S/3,3 S/2,7
Kisi-kisi baja:
§ kurang dari tebal
100 mm
§ tebal 100 mm atau
lebih
S/2,6
S/3,6
(bila S > 3,6 m lihat Catatan 1)
S/2,4
S/3,0
(bila S > 3,2 m lihat Catatan 1)
CATATAN 1 Dalam hal ini, beban pada tiap balok memanjang adalah reaksi beban roda dengan
menganggap lantai antara gelagar sebagai balok sederhana.
CATATAN 2 Geser balok dihitung untuk beban roda dengan reaksi 2S yang disebarkan oleh
S/faktor ³ 0,5.
CATATAN 3 S adalah jarak rata-rata antara balok memanjang (m).
2) momen lentur ultimit rencana akibat pembebanan truk “T” yang diberikan dapat digunakan
untuk pelat lantai yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang dengan
bentang antara 0,6 dan 7,4 m;
3) bentang efektif S diambil sebagai berikut:
i. untuk pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding (tanpa peninggian), S =
bentang bersih;
ii. untuk pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan berbeda atau tidak dicor
menjadi kesatuan, S = bentang bersih + setengah lebar dudukan tumpuan.
RSNI T-02-2005
BACK - 21 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.5 Klasifikasi pembebanan lalu lintas
6.5.1 Pembebanan lalu lintas yang dikurangi
Dalam keadaan khusus, dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D"
setelah dikurangi menjadi 70 % bisa digunakan. Pembebanan lalu lintas yang dikurangi
harga berlaku untuk jembatan darurat atau semi permanen.
Faktor sebesar 70 % ini diterapkan untuk BTR dan BGT yang tercantum dalam Pasal 6.3
dan gaya sentrifugal yang dihitung dari BTR dan BGT seperti pada Pasal 6.8.
Faktor pengurangan sebesar 70 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau
gaya rem pada arah memanjang jembatan seperti tercantum dalam Pasal 6.7.
6.5.2 Pembebanan lalu lintas yang berlebih (overload)
Dengan persetujuan Instansi yang berwenang, pembebanan "D" dapat diperbesar di atas
100 % untuk jaringan jalan yang dilewati kendaraan berat. Faktor pembesaran di atas 100%
ini diterapkan untuk BTR dan BGT yang tercantum dalam Pasal 6.3 dan gaya sentrifugal
yang dihitung dari BTR dan BGT seperti pada Pasal 6.8.
Faktor pembesaran di atas 100 % tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk "T" atau
gaya rem pada arah memanjang jembatan seperti tercantum dalam Pasal 6.7.
6.6 Faktor beban dinamis
1) Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak
dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari suspensi
kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari
getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis
ekuivalen.
2) Besarnya BGT dari pembebanan lajur "D" dan beban roda dari Pembebanan Truk "T"
harus cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak
dengan jembatan. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban statis.
FBD ini diterapkan pada keadaan batas daya layan dan batas ultimit.
3) Untuk pembebanan "D": FBD merupakan fungsi dari panjang bentang ekuivalen
seperti tercantum dalam Gambar 8. Untuk bentang tunggal panjang bentang ekuivalen
diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus panjang
bentang ekuivalen LE diberikan dengan rumus:
LE = max L L av (3)
dengan pengertian :
Lav adalah panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan
secara menerus
Lmax adalah panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang disambung
secara menerus.
4) Untuk pembebanan truk "T": FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung digunakan
pada seluruh bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah.
Untuk bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada dibawah garis permukaan,
harga FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan
tanah sampai nol pada kedalaman 2 m.
Untuk bangunan yang terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur baja-tanah,
harga FBD jangan diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari
10% untuk kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa di interpolasi linier. Harga
FBD yang digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan
seutuhnya.
RSNI T-02-2005
BACK - 22 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 8 Faktor beban dinamis untuk BGT untuk pembebanan lajur “D”
6.7 Gaya rem
Tabel 14 Faktor beban akibat gaya rem
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;TB; K U;;TB;
Transien 1,0 1,8
Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus
ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya
rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas (Tabel 11
dan Gambar 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya
rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap
setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila
panjang bentang melebihi 30 m, digunakan rumus 1: q = 9 kPa.
Dalam memperkirakan pengaruh gaya memanjang terhadap perletakan dan bangunan
bawah jembatan, maka gesekan atau karakteristik perpindahan geser dari perletakan
ekspansi dan kekakuan bangunan bawah harus diperhitungkan.
Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal.
Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti
pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar
40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.
Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR tidak
berlaku untuk gaya rem.
0
10
20
30
40
50
0 50 100 150 200
Bentang (m)
FBD
RSNI T-02-2005
BACK - 23 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 9 Gaya rem per lajur 2,75 m (KBU)
6.8 Gaya sentrifugal
Tabel 15 Faktor beban akibat gaya sentrifugal
FAKTOR BEBAN
JANGKAWAKTU
K S;;TR; K U;;TR;
Transien 1,0 1,8
Jembatan yang berada pada tikungan harus memperhitungkan bekerjanya suatu gaya
horisontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan. Gaya
horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur D yang dianggap ada pada semua
jalur lalu lintas (Tabel 11 dan Gambar 5), tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis.
Beban lajur D disini tidak boleh direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m. Untuk kondisi
ini rumus 1; dimana q = 9 kPa berlaku.
Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100% BGT dan BTR berlaku
untuk gaya sentrifugal.
Gaya sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan "D" atau "T" dengan
pola yang sama sepanjang jembatan.
Gaya sentrifugal ditentukan dengan rumus berikut:
TTR = 0,79 Error! TT
(4)
dengan pengertian :
TTR adalah gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan
TT adalah Pembebanan lalu lintas total yang bekerja pada bagian yang sama (TTR dan
TT mempunyai satuan yang sama)
V adalah kecepatan lalu lintas rencana (km/jam)
r adalah jari-jari lengkungan (m)
0
100
200
300
400
500
0 50 100 150 200 250
Bentang (m)
Gaya rem (kN)
RSNI T-02-2005
BACK - 24 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.9 Pembebanan untuk pejalan kaki
Tabel 16 Faktor beban akibat pembebanan untuk pejalan kaki
FAKTOR BEBAN
JANGKAWAKTU
K S;;TP; K U;;TP;
Transien 1,0 1,8
Gambar 10 Pembebanan untuk pejalan kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan
kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa.
Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk
memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti pada Gambar 10.
Luas yang dibebani adalah luas yang terkait dengan elemen bangunan yang ditinjau. Untuk
jembatan, pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki jangan diambil secara bersamaan pada
keadaan batas ultimit (lihat Tabel 39).
Apabila trotoar memungkinkan digunakan untuk kendaraan ringan atau ternak, maka trotoar
harus direncanakan untuk bisa memikul beban hidup terpusat sebesar 20 kN.
RSNI T-02-2005
BACK - 25 dari 63
Daftar
RSNI 2006
6.10 Beban tumbukan pada penyangga jembatan
Tabel 17 Faktor beban akibat beban tumbukan pada penyangga jembatan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;TC; K U;;TC;
Transien 1,0 (1) 1,0 (1)
CATATAN (1) Tumbukan harus dikaitkan kepada faktor beban ultimit ataupun daya layan
Pilar yang mendukung jembatan yang melintas jalan raya, jalan kereta api dan navigasi
sungai harus direncanakan mampu menahan beban tumbukan. Kalau tidak, pilar harus
direncanakan untuk diberi pelindung.
Apabila pilar yang mendukung jembatan layang terletak dibelakang penghalang, maka pilar
tersebut harus direncanakan untuk bisa menahan beban statis ekuivalen sebesar 100 kN
yang bekerja membentuk sudut 10° dengan sumbu jalan yang terletak dibawah jembatan.
Beban ini bekerja 1.8 m diatas permukaan jalan. Beban rencana dan beban mati rencana
pada bangunan harus ditinjau sebagai batas daya layan.
6.10.1 Tumbukan dengan kapal
1) Risiko terjadinya tumbukan kapal dengan jembatan harus diperhitungkan dengan
meninjau keadaan masing-masing lokasi untuk parameter berikut:
a) jumlah lalu lintas air;
b) tipe, berat dan ukuran kapal yang menggunakan jalan air;
c) kecepatan kapal yang menggunakan jalan air;
d) kecepatan arus dan geometrik jalan air disekitar jembatan termasuk pengaruh
gelombang;
e) lebar dan tinggi navigasi dibawah jembatan, teristimewa yang terkait dengan lebar
jalan air yang bisa dilalui;
f) pengaruh tumbukan kapal terhadap jembatan.
2) Sistem fender yang terpisah harus dipasang dalam hal-hal tertentu, dimana:
a) resiko terjadinya tumbukan sangat besar; dan
b) kemungkinan gaya tumbukan yang terjadi terlalu besar untuk dipikul sendiri oleh
jembatan.
3) Sistem fender harus direncanakan dengan menggunakan metoda yang berdasarkan
kepada penyerapan energi tumbukan akibat terjadinya deformasi pada fender. Metoda
dan kriteria perencanaan yang digunakan harus mendapat persetujuan dari Instansi
yang berwenang;
4) Fender harus mempunyai pengaku dalam arah horisontal untuk meneruskan gaya
tumbukan keseluruh elemen penahan tumbukan. Bidang pengaku horisontal ini harus
ditempatkan sedekat mungkin dengan permukaan dimana tumbukan akan terjadi. Jarak
antara fender dengan pilar jembatan harus cukup sehingga tidak akan terjadi kontak
apabila beban tumbukan bekerja;
5) Fender atau pilar tanpa fender harus direncanakan untuk bisa menahan tumbukan tanpa
menimbulkan kerusakan yang permanen (pada batas daya layan). Ujung kepala fender,
dimana energi kinetik paling besar yang terjadi akibat tumbukan diserap, harus
diperhitungkan dalam keadaan batas ultimit.
RSNI T-02-2005
BACK - 26 dari 63
Daftar
RSNI 2006
7 Aksi lingkungan
7.1 Umum
Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa dan penyebabpenyebab
alamiah lainnya.
Besarnya beban rencana yang diberikan dalam standar ini dihitung berdasarkan analisa
statistik dari kejadian-kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang
mungkin akan memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab
untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian khusus setempat dan harus memperhitungkannya
dalam perencanaan.
7.2 Penurunan
Tabel 18 Faktor beban akibat penurunan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;ES; K U;;ES;
Permanen 1,0 Tak bisa dipakai
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan,
termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh penurunan mungkin
bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah.
Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap bahan fondasi yang
digunakan. Apabila perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian akan tetapi
besarnya penurunan diambil sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut
merupakan batas atas dari penurunan yang bakal terjadi. Apabila nilai penurunan ini adalah
besar, perencanaan bangunan bawah dan bangunan atas jembatan harus memuat
ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut.
7.3 Pengaruh temperatur / suhu
Tabel 19 Faktor beban akibat pengaruh temperatur/suhu
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;ET; K U;;ET;
Biasa Terkurangi
Transien 1,0 1,2 0,8
RSNI T-02-2005
BACK - 27 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 20 Temperatur jembatan rata-rata nominal
Tipe Bangunan Atas Temperatur Jembatan
Rata-rata Minimum (1)
Temperatur Jembatan
Rata-rata Maksimum
Lantai beton di atas gelagar
atau boks beton. 15°C 40°C
Lantai beton di atas gelagar,
boks atau rangka baja. 15°C 40°C
Lantai pelat baja di atas
gelagar, boks atau rangka
baja.
15°C 45°C
CATATAN (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi
yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.
Tabel 21 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur
Bahan Koefisien Perpanjangan
Akibat Suhu
Modulus Elastisitas
MPa
Baja 12 x 10-6 per °C 200.000
Beton:
Kuat tekan <30 MPa
Kuat tekan >30 MPa
10 x 10-6 per °C
11 x 10-6 per °C
25.000
34.000
Aluminium 24 x 10-6 per °C 70.000
Pengaruh temperatur dibagi menjadi:
1) variasi temperatur jembatan rata-rata digunakan dalam menghitung pergerakan pada
temperatur dan sambungan pelat lantai, dan untuk menghitung beban akibat terjadinya
pengekangan dari pergerakan tersebut;
Variasi temperatur rata-rata berbagai tipe bangunan jembatan diberikan dalam Tabel 20.
Besarnya harga koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang digunakan untuk
menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi diberikan dalam Tabel 21.
Perencana harus menentukan besarnya temperatur jembatan rata-rata yang diperlukan
untuk memasang sambungan siar muai, perletakan dan lain sebagainya, dan harus
memastikan bahwa temperatur tersebut tercantum dalam gambar rencana.
2) variasi temperatur di dalam bangunan atas jembatan atau perbedaan temperatur
disebabkan oleh pemanasan langsung dari sinar matahari diwaktu siang pada bagian
atas permukaan lantai dan pelepasan kembali radiasi dari seluruh permukaan jembatan
diwaktu malam. Gradien temperatur nominal arah vertikal untuk berbagai tipe bangunan
atas diberikan dalam Gambar 11.
Pada tipe jembatan yang lebar mungkin diperlukan untuk meninjau gradien perbedaan
temperatur dalam arah melintang.
RSNI T-02-2005
BACK - 28 dari 63
Daftar
RSNI 2006
7.4 Aliran air, benda hanyutan dan tumbukan dengan batang kayu
Tabel 22 Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan
tumbukan dengan batang kayu
JANGKA FAKTOR BEBAN
WAKTU
K S;;EF; K U;;EF;
Transien 1.0 Lihat Tabel 23
1) Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung kepada
kecepatan sebagai berikut:
TEF = 0,5 CD ( Vs )2 Ad [ kN ] (5)
dengan pengertian :
Vs adalah kecepatan air rata-rata (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau.
Yang dimaksud dalam Pasal ini, kecepatan batas harus dikaitkan dgn
periode ulang dalam Tabel 23.
CD adalah koefisien seret - lihat Gambar 12.
Ad adalah luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi sama dengan
kedalaman aliran - lihat Gambar 13.
RSNI T-02-2005
BACK - 29 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 11 Gradien perbedaan temperatur
RSNI T-02-2005
BACK - 30 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 23 Periode ulang banjir untuk kecepatan air
Keadaan Batas Periode Ulang
Banjir
Faktor
Beban
Daya layan - untuk semua jembatan 20 tahun 1.0
Ultimit:
Jembatan besar dan penting (1)
Jembatan permanen
Gorong-gorong (2)
Jembatan sementara
100 tahun
50 tahun
50 tahun
20 tahun
2.0
1.5
1.0
1.5
CATATAN (1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh Instansi
yang berwenang
CATATAN (2) Gorong-gorong tidak mencakup bangunan drainase
2) Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan
semakin meningkat. Harga nominal dari gaya-gaya ini, dalam arah tegak lurus gaya
seret, adalah:
TEF = 0,5 CD ( Vs )2 AL [ kN ] (6)
dengan pengertian :
VS adalah kecepatan air (m/dt) seperti didefinisikan dalam rumus (5)
CD adalah koefisien angkat - lihat Gambar 12
AL adalah luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2), dengan tinggi sama dengan
kedalaman aliran - lihat Gambar 13.
3) Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret (CD) yang bekerja
disekeliling bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil
sebesar
CD = 2,2 (7)
kecuali apabila data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam, gaya
angkat akan meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding.
Perhitungan untuk gaya-gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya AL
diambil sebagai luas dari daerah lantai jembatan.
RSNI T-02-2005
BACK - 31 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 12 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar
4) Gaya akibat benda hanyutan dihitung dengan menggunakan persamaan (5) dengan :
CD = 1,04 (8)
AD = luas proyeksi benda hanyutan tegak lurus arah aliran (m2)
Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa dihitung seperti
berikut:
a) untuk jembatan dimana permukaan air terletak dibawah bangunan atas, luas benda
hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman
minimum dari benda hanyutan adalah 1,2 m dibawah muka air banjir. Panjang
hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang
berdekatan atau 20m, diambil yang terkecil dari kedua harga ini.
b) untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan
diambil sama dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau
penghalang lalu lintas ditambah minimal 1,2 m. Kedalaman maksimum benda
hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila menurut pengalaman setempat
menunjukkan bahwa hamparan dari benda hanyutan dapat terakumulasi. Panjang
hamparan benda hanyutan yang bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah
bentang yang berdekatan.
arah aliran
RSNI T-02-2005
BACK - 32 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 13 Luas proyeksi pilar untuk gaya-gaya aliran
5) Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa
batang dengan massa minimum sebesar 2 ton hanyut pada kecepatan aliran rencana
harus bisa ditahan dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari
pilar dengan rumus
TEF = Error! [ kN ] (9)
dengan pengertian :
M adalah massa batang kayu = 2 ton
Va adalah kecepatan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.
Dalam hal tidak adanya penyelidikan yang terperinci mengenai bentuk
diagram kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa diambil 1,4 kali kecepatan
rata-rata Vs.
d adalah lendutan elastis ekuivalen (m) - lihat Tabel 24
Tabel 24 Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu
Tipe Pilar d (m)
Pilar beton masif
Tiang beton perancah
Tiang kayu perancah
0.075
0.150
0.300
Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainnya jangan diambil secara bersamaan.
Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya angkat dan gaya
seret. Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus ditinjau sebagai aksi
transien.
RSNI T-02-2005
BACK - 33 dari 63
Daftar
RSNI 2006
7.5 Tekanan hidrostatis dan gaya apung
Tabel 25 Faktor beban akibat tekanan hidrostatis dan gaya apung
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;EU; K U;;EU;
Biasa Terkurangi
Transien 1.0 1.0 (1.1) 1.0 (0.9)
CATATAN (1) Angka yang ditunjukan dalam tanda kurung digunakan untuk
bangunan penahan air atau bangunan lainnya dimana gaya
apung dan hidrostatis sangat dominan
1) Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan dan
digunakan untuk menghitung tekanan hidrostatis dan gaya apung. Dalam menghitung
pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan adanya gradien hidrolis yang melintang
bangunan harus diperhitungkan;
2) Bangunan penahan-tanah harus direncanakan mampu menahan pengaruh total dari air
tanah kecuali jika timbunan betul-betul bisa mengalirkan air. Sistem drainase demikian
bisa merupakan irisan dari timbunan yang mudah mengalirkan air dibelakang dinding,
dengan bagian belakang dari irisan naik dari dasar dinding pada sudut maksimum 60°
dari arah horisontal;
3) Pengaruh daya apung harus ditinjau terhadap bangunan atas yang mempunyai rongga
atau lobang dimana kemungkinan udara terjebak, kecuali apabila ventilasi udara
dipasang. Daya apung harus ditinjau bersamaan dengan gaya akibat aliran. Dalam
memperkirakan pengaruh daya apung, harus ditinjau beberapa ketentuan sebagai
berikut:
a) pengaruh daya apung pada bangunan bawah (termasuk tiang) dan beban mati
bangunan atas;
b) syarat-syarat sistem ikatan dari bangunan atas;
c) syarat-syarat drainase dengan adanya rongga-rongga pada bagian dalam supaya air
bisa keluar pada waktu surut.
7.6 Beban angin
Tabel 26 Faktor beban akibat beban angin
JANGKA FAKTOR BEBAN
WAKTU
K S;;EW; K U;;EW;
Transien 1,0 1,2
1) Pasal ini tidak berlaku untuk jembatan yang besar atau penting, seperti yang ditentukan
oleh Instansi yang berwenang. Jembatan-jembatan yang demikian harus diselidiki
secara khusus akibat pengaruh beban angin, termasuk respon dinamis jembatan;
RSNI T-02-2005
BACK - 34 dari 63
Daftar
RSNI 2006
2) Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin
rencana seperti berikut:
TEW = 0,0006 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] (10)
dengan pengertian :
VW adalah kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau
CW adalah koefisien seret - lihat Tabel 27
Ab adalah luas koefisien bagian samping jembatan (m2)
Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 28.
3) Luas ekuivalen bagian samping jembatan adalah luas total bagian yang masif dalam
arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini
dianggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang-batang bagian terluar;
4) Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas;
Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan
arah horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan
rumus:
TEW = 0,0012 Cw (Vw)2 Ab [ kN ] (11)
dengan pengertian :
CW = 1.2 (12)
Tabel 27 Koefisien seret CW
Tipe Jembatan CW
Bangunan atas masif: (1), (2)
b/d = 1.0
b/d = 2.0
b/d ³ 6.0
2.1 (3)
1.5 (3)
1.25 (3)
Bangunan atas rangka 1.2
CATATAN (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif
CATATAN (2) Untuk harga antara dari b / d bisa di interpolasi linier
CATATAN (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan
sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum
2,5 %
Tabel 28 Kecepatan angin rencana VW
Keadaan Batas Lokasi Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya layan 30 m/s 25 m/s
Ultimit 35 m/s 30 m/s
7.7 Pengaruh gempa
Tabel 29 Faktor beban akibat pengaruh gempa
JANGKA FAKTOR BEBAN
WAKTU K S;;EQ; K U;;EQ;
Transien Tak dapat digunakan 1.0
RSNI T-02-2005
BACK - 35 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit.
7.7.1 Beban horizontal statis ekuivalen
Pasal ini menetapkan metoda untuk menghitung beban statis ekuivalen untuk jembatanjembatan
dimana analisa statis ekuivalen adalah sesuai. Untuk jembatan besar, rumit dan
penting mungkin diperlukan analisa dinamis. Lihat standar perencanaan beban gempa untuk
jembatan (Pd.T.04.2004.B). Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut:
T*EQ = Kh I WT (13)
dimana:
Kh = C S (14)
dengan pengertian :
T*EQ adalah Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)
Kh adalah Koefisien beban gempa horisontal
C adalah Koefisien geser dasar untuk daerah , waktu dan kondisi setempat yang sesuai
I adalah Faktor kepentingan
S adalah Faktor tipe bangunan
WT adalah Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa,
diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)
Koefisien geser dasar C diperoleh dari Gambar 14 dan sesuai dengan daerah gempa,
fleksibilitas tanah dibawah permukaan dan waktu getar bangunan. Gambar 15 digunakan
untuk menentukan pembagian daerah.
Kondisi tanah dibawah permukaan dicantumkan berupa garis dalam Gambar 14 dan
digunakan untuk memperoleh koefisien geser dasar. Kondisi tanah dibawah permukaan
didefinisikan sebagai teguh, sedang dan lunak sesuai dengan kriteria yang tercantum dalam
Tabel 30. Untuk lebih jelasnya, perubahan titik pada garis dalam Gambar 14 diberikan
dalam Tabel 31.
Waktu dasar getaran jembatan yang digunakan untuk menghitung geser dasar harus
dihitung dari analisa yang meninjau seluruh elemen bangunan yang memberikan kekakuan
dan fleksibilitas dari sistem fondasi.
Untuk bangunan yang mempunyai satu derajat kebebasan yang sederhana, rumus berikut
bisa digunakan:
T = 2p Error! (15)
dengan pengertian :
T adalah waktu getar dalam detik untuk free body pilar dengan derajat kebebasan
tunggal pada jembatan bentang sederhana
g adalah percepatan gravitasi (m/dt2)
WTP adalah berat total nominal bangunan atas termasuk beban mati tambahan ditambah
setengah berat dari pilar (bila perlu dipertimbangkan) (kN)
Kp adalah kekakuan gabungan sebagai gaya horisontal yang diperlukan untuk
menimbulkan satu satuan lendutan pada bagian atas pilar (kN/m)
Perhatikan bahwa jembatan biasanya mempunyai waktu getar yang berbeda pada arah
memanjang dan melintang sehingga beban rencana statis ekuivalen yang berbeda harus
dihitung untuk masing-masing arah.
Faktor kepentingan I ditentukan dari Tabel 32. Faktor lebih besar memberikan frekuensi
lebih rendah dari kerusakan bangunan yang diharapkan selama umur jembatan.
Faktor tipe bangunan S yang berkaitan dengan kapasitas penyerapan energi (kekenyalan)
dari jembatan, diberikan dalam Tabel 33.
RSNI T-02-2005
BACK - 36 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 14 Koefisien geser dasar (C) plastis untuk analisis statis
RSNI T-02-2005
BACK - 37 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Gambar 15 Wilayah gempa Indonesia untuk periode ulang 500 tahun
RSNI T-02-2005
BACK - 38 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 30 Kondisi tanah untuk koefisien geser dasar
Jenis Tanah Tanah
Teguh Tanah Sedang Tanah
Lunak
Untuk seluruh jenis tanah £ 3 m > 3 m sampai 25 m > 25 m
Untuk tanah kohesif dengan kekuatan
geser undrained rata-rata tidak melebihi
50 kPa:
£ 6 m > 6 m sampai 25 m > 25 m
Pada tempat dimana hamparan tanah
salah satunya mempunyai sifat kohesif
dengan kekuatan geser undrained ratarata
lebih besar dari 100 kPa, atau
tanah berbutir yang sangat padat:
£ 9 m > 9 m sampai 25 m > 25 m
Untuk tanah kohesif dengan kekuatan
geser undrained rata-rata tidak melebihi
200 kPa:
£ 12 m > 12 m sampai 30 m > 30 m
Untuk tanah berbutir dengan ikatan
matrik padat: £ 20 m > 20 m sampai 40 m > 40 m
CATATAN (1) Ketentuan ini harus digunakan dengan mengabaikan apakah tiang pancang
diperpanjang sampai lapisan tanah keras yang lebih dalam
7.7.2 Ketentuan-ketentuan khusus untuk pilar tinggi
Untuk pilar tinggi berat pilar dapat menjadi cukup besar untuk mengubah respons bangunan
akibat gerakan gempa, maka beban statis ekuivalen arah horisontal pada pilar harus
disebarkan sesuai dengan Gambar 16.
Gambar 16 Beban gempa pada pilar tinggi
³ 30m
RSNI T-02-2005
BACK - 39 dari 63
Daftar
RSNI 2006
7.7.3 Beban vertikal statis ekuivalen
Kecuali seperti yang dicantumkan dalam Pasal ini, gaya vertikal akibat gempa boleh
diabaikan.
Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan
menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g, yang harus bekerja
secara bersamaan dengan gaya horisontal yang dihitung dalam Pasal 7.7.1. Gaya ini jangan
dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa vertikal
bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya gempa antara
bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan relatif dari
perletakan atau sambungannya.
Tabel 31 Titik belok untuk garis dalam gambar 14
Daerah
No.
"T" "C" "T" "C" "T" "C"
0,40 0,20 0,40 0,23 0,60 0,23
1
0,80 0,13 1,20 0,13 1,50 0,13
0,40 0,17 0,40 0,21 0,60 0,21
2
0,70 0,11 1,10 0,11 1,70 0,11
0,40 0,14 0,40 0,18 0,55 0,18
3
0,60 0,10 0,90 0,10 1,30 0,10
0,40 0,15 0,60 0,15
4 - 0,10
0,75 0,10 0,95 0,10
0,40 0,12 0,60 0,12
5 - 0,10 0,80 0,10 1,50 0,10
0,60 0,07
6 - 0,06 - 0,06 0,80 0,06
Tabel 32 Faktor kepentingan
1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan
pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak
ada rute alternatif.
1,2
2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif
tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk
pembebanan lalu lintas yang dikurangi.
1,0
3. Jembatan sementara (misal: Bailey) dan jembatan yang
direncanakan untuk pembebanan lalu lintas yang dikurangi
sesuai dengan pasal 6.5.
0,8
RSNI T-02-2005
BACK - 40 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 33 Faktor tipe bangunan
Jembatan dengan Daerah Sendi Beton
Tipe Prategang
Jembatan
(1)
Jembatan dengan
Daerah Sendi Beton
Bertulang atau Baja Prategang Parsial
(2)
Prategang Penuh
(2)
Tipe A (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F
Tipe B (3) 1,0 F 1,15 F 1,3 F
Tipe C 3,0 3,0 3,0
CATATAN (1) Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda pada arah melintang
dan memanjang, dan tipe bangunan yang sesuai harus digunakan untuk masingmasing
arah.
CATATAN (2) Yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial mempunyai
prapenegangan yang cukup untuk kira-kira mengimbangi pengaruh dari beban
tetap rencana dan selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang
penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk mengimbangi pengaruh
beban total rencana.
CATATAN (3) F = Faktor perangkaan
= 1,25 – 0,025 n ; F ³ 1,00
n = jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah lateral pada masingmasing
bagian monolit dari jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya :
bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar muai yang memberikan
keleluasan untuk bergerak dalam arah lateral secara sendirisendiri)
CATATAN (4) Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan bangunan bawah)
Tipe B : jembatan daktail (bangunan atas terpisah dengan bangunan bawah)
Tipe C : jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)
Kantilever horisontal harus direncanakan untuk percepatan arah vertikal (ke atas atau ke
bawah) sebesar 0,1 g. Beban keatas jangan dikurangi oleh berat sendiri kantilever dan
bangunan pelengkapnya.
7.7.4 Tekanan tanah lateral akibat gempa
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan tanah (tekanan tanah dinamis) dihitung dengan
menggunakan faktor harga dari sifat bahan (faktor seperti yang diberikan dalam Tabel 8),
koefisien geser dasar C diberikan dalam Tabel 34 dan faktor kepentingan I diberikan dalam
Tabel 32. Faktor tipe struktur S untuk perhitungan kh harus diambil sama dengan 1,0.
Pengaruh dari percepatan tanah arah vertikal bisa diabaikan.
RSNI T-02-2005
BACK - 41 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Tabel 34 Koefisien geser dasar untuk tekanan tanah lateral
Koefisien Geser Dasar C
Daerah Gempa
(1)
Tanah Teguh
(2)
Tanah Sedang
(2)
Tanah Lunak
(2)
1 0,20 0,23 0,23
2 0,17 0,21 0,21
3 0,14 0,18 0,18
4 0,10 0,15 0,15
5 0,07 0,12 0,12
6 0,06 0,06 0,07
CATATAN (1) Daerah gempa bisa dilihat dalam Gambar 14.
CATATAN (2) Definisi dari teguh, sedang dan lunak dari tanah di bawah permukaan
diberikan dalam Tabel 30.
7.7.5 Bagian tertanam dari jembatan
Bila bagian-bagian jembatan, seperti pangkal, adalah tertanam, faktor tipe bangunan, S,
yang akan digunakan dalam menghitung beban statis ekuivalen akibat massa bagian
tertanam, harus ditentukan sebagai berikut:
a) bila bagian tertanam dari struktur dapat menahan simpangan horisontal besar (konsisten
dengan gerakan gempa) sebelum runtuh, dan sisa struktur dapat mengikuti simpangan
tersebut, maka S untuk bagian tertanam harus diambil sebesar 1,0;
b) bila bagian tertanam dari struktur tidak dapat menahan simpangan horisontal besar, atau
bila sisa struktur tidak dapat mengikuti simpangan tersebut, maka S untuk bagian
tertanam harus diambil sebesar 3,0.
Koefisien geser dasar, C, untuk bagian-bagian tertanam dari struktur, harus sesuai dengan
Tabel 34.
7.7.6 Tekanan air lateral akibat gempa
Gaya gempa arah lateral akibat tekanan air ditentukan dalam Tabel 35. Gaya ini dianggap
bekerja pada bangunan pada kedalaman sama dengan setengah dari kedalaman air ratarata.
Ketinggian permukaan air yang digunakan untuk menentukan kedalaman air rata-rata harus
sesuai dengan:
a) untuk arus yang mengalir, ketinggian yang diambil dalam perencanaan adalah yang
terlampaui untuk rata-rata enam bulan untuk setiap tahun;
b) untuk arus pasang, diambil ketinggian permukaan air rata-rata.
Tabel 35 Gaya air lateral akibat gempa
Tipe Bangunan Gaya Air Horisontal
Bangunan tipe dinding yg menahan air pd satu sisi 0,58 Kh I wo b h2
b/h £ 2 0,75 Kh I wo b2 h [1 - b / (4h)]
Kolom, dimana: 2 < b/h £ 3,1 1,17 Kh I wo b h2
3,1 < b/h 0,38 kh I wo b2 h
dengan pengertian :
Kh adalah koefisien pembebanan gempa horisontal, seperti didefinisikan dalam rumus (14)
I adalah faktor kepentingan dari Tabel 32
wo adalah berat isi air, bisa diambil 9,8 kN/m3
b adalah lebar dinding diambil tegak lurus dari arah gaya (m)
h adalah kedalaman air (m)
RSNI T-02-2005
BACK - 42 dari 63
Daftar
RSNI 2006
8 Aksi-aksi lainnya
8.1 Gesekan pada perletakan
Tabel 36 Faktor beban akibat gesekan pada perletakan
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K S;;FB; K U;;FB;
Biasa Terkurangi
Transien 1,0 1,3 0,8
CATATAN (1) Gaya akibat gesekan pada perletakan terjadi selama adanya pergerakan.
pada bangunan atas tetapi gaya sisa mungkin terjadi setelah pergerakan
berhenti. Dalam hal ini gesekan pada perletakan harus memperhitungkan
adanya pengaruh tetap yang cukup besar
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer.
Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan menggunakan hanya beban tetap,
dan harga rata-rata dari koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila menggunakan
perletakan elastomer).
8.2 Pengaruh getaran
8.2.1 Umum
Getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat diatas jembatan dan akibat
pejalan kaki pada jembatan penyeberangan merupakan keadaan batas daya layan apabila
tingkat getaran menimbulkan bahaya dan ketidak nyamanan seperti halnya keamanan
bangunan.
8.2.2 Jembatan
Getaran pada jembatan harus diselidiki untuk keadaan batas daya layan terhadap getaran.
Satu lajur lalu lintas rencana dengan pembebanan "beban lajur D", dengan faktor beban 1,0
harus ditempatkan sepanjang bentang agar diperoleh lendutan statis maksimum pada
trotoar. Lendutan ini jangan melampui apa yang diberikan dalam Gambar 17. untuk
mendapatkan tingkat kegunaan pada pejalan kaki.
Walaupun Pasal ini mengizinkan terjadinya lendutan statis yang relatif besar akibat beban
hidup, perencana harus menjamin bahwa syarat-syarat untuk kelelahan bahan dipenuhi.
Gambar 17 Lendutan statis maksimum untuk jembatan
RSNI T-02-2005
BACK - 43 dari 63
Daftar
RSNI 2006
8.2.3 Jembatan penyeberangan
Getaran pada bangunan atas untuk jembatan penyeberangan harus diselidiki pada keadaan
batas daya layan.
Perilaku dinamis dari jembatan penyeberangan harus diselidiki secara khusus. Penyelidikan
yang khusus ini tidak diperlukan untuk jembatan penyeberangan apabila memenuhi batasanbatasan
sebagai berikut:
a) perbandingan antara bentang dengan ketebalan dari bangunan atas kurang dari 30.
Untuk jembatan menerus, bentang harus diukur sebagai jarak antara titik-titik lawan
lendut untuk beban mati.
b) frekuensi dasar yang dihitung untuk getaran pada bangunan atas jembatan yang terlentur
harus lebih besar dari 3 Hz. Apabila frekuensi yang lebih rendah tidak bisa dihindari,
ketentuan dari butir c berikut bisa digunakan.
c) apabila getaran jembatan terlentur mempunyai frekuensi dasar yang dihitung kurang dari
3 Hz, lendutan statis maksimum jembatan dengan beban 1,0 kN harus kurang dari 2 mm.
8.2.4 Masalah getaran untuk bentang panjang atau bangunan yang lentur
Perilaku dinamis jembatan dengan bentang lebih besar dari 100 m, jembatan gantung dan
struktur kabel (cable stayed) akibat kendaraan, angin atau beban lainnya harus memperoleh
penyelidikan yang khusus.
8.3 Beban pelaksanaan
Beban pelaksanaan terdiri dari:
a) beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri dan;
b) aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan.
Perencana harus membuat toleransi untuk berat perancah atau yang mungkin akan dipikul
oleh bangunan sebagai hasil dari metoda atau urutan pelaksanaan.
Perencana harus memperhitungkan adanya gaya yang timbul selama pelaksanaan dan
stabilitas serta daya tahan dari bagian-bagian komponen.
Apabila rencana tergantung pada metoda pelaksanaan, struktur harus mampu menahan
semua beban pelaksanaan secara aman. Ahli Teknik Perencana harus menjamin bahwa
tercantum cukup detail ikatan dalam gambar untuk menjamin stabilitas struktur pada semua
tahap pelaksanaan. Cara dan urutan pelaksanaan, dan tiap tahanan yang terdapat dalam
rencana, harus didetail dengan jelas dalam gambar dan spesifikasi.
Selama waktu pelaksanaan jembatan, tiap aksi lingkungan dapat terjadi bersamaan dengan
beban pelaksanaan. Ahli Teknik Perencana harus menentukan tingkat kemungkinan
kejadian demikian dan menggunakan faktor beban sesuai untuk aksi lingkungan yang
bersangkutan.
Adalah tidak perlu untuk mempertimbangkan pengaruh gempa selama pelaksanaan
konstruksi.
9 Kombinasi beban
9.1 Umum
Bab ini terbatas pada kombinasi gaya untuk keadaan batas daya layan dan keadaan batas
ultimit. Kombinasi untuk perencanaan tegangan kerja diberikan dalam Bab 10.
Aksi rencana digolongkan kedalam aksi tetap dan transien, seperti terlihat dalam Tabel 37.
Kombinasi beban umumnya didasarkan kepada beberapa kemungkinan tipe yang berbeda
dari aksi yang bekerja secara bersamaan.
RSNI T-02-2005
BACK - 44 dari 63
Daftar
RSNI 2006
Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan faktor
beban yang memadai.
Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor beban yang sama, apakah itu biasa
atau terkurangi. Disini keadaan paling berbahaya harus diambil.
Tabel 37 Tipe aksi rencana
Aksi Tetap Aksi Transien
Nama Simbol Nama Simbol
Berat sendiri
Beban mati tambahan
Penyusutan/rangkak
Prategang
Pengaruh pelaksanaan
tetap
Tekanan tanah
Penurunan
PMS
PMA
PSR
PPR
PPL
PTA
PES
Beban lajur "D"
Beban truk "T"
Gaya rem
Gaya sentrifugal
Beban pejalan kaki
Beban tumbukan
Beban angin
Gempa
Getaran
Gesekan pada
perletakan
Pengaruh temperatur
Arus/hanyutan/tumbuk
an
Hidro/daya apung
Beban pelaksanaan
TTD
TTT
TTB
TTR
TTP
TTC
TEW
TEQ
TVI
TBF
TET
TEF
TEU
TCL
9.2 Pengaruh umur rencana
Faktor beban untuk keadaan batas ultimit didasarkan kepada umur rencana jembatan
50 tahun. Untuk jembatan dengan umur rencana yang berbeda, faktor beban ultimit harus
diubah dengan menggunakan faktor pengali seperti yang diberikan dalam Tabel 38.
Tabel 38 Pengaruh umur rencana pada faktor beban ultimit
Klasifikasi Jembatan Umur Kalikan KU Dengan -
Rencana Aksi Tetap Aksi Transien
Jembatan sementara
Jembatan biasa
Jembatan khusus
20 tahun
50 tahun
100 tahun
1,0
1,0
1,0
0,87
1,00
1,10
9.3 Kombinasi untuk aksi tetap
Seluruh aksi tetap yang sesuai untuk jembatan tertentu diharapkan bekerja bersama-sama.
Akan tetapi, apabila aksi tetap bekerja mengurangi pengaruh total, kombinasi beban harus
diperhitungkan dengan menghilangkan aksi tersebut, apabila kehilangan tersebut bisa
diterima.
9.4 Perubahan aksi tetap terhadap waktu
Beberapa aksi tetap, seperti halnya beban mati tambahan PMA, penyusutan dan rangkak PSR,
pengaruh prategang PPR dan pengaruh penurunan PES bisa berubah perlahan-lahan
berdasarkan kepada waktu. Kombinasi beban yang diambil termasuk harga maksimum dan
minimum dari semua aksi untuk menentukan pengaruh total yang paling berbahaya.
RSNI T-02-2005
BACK - 45 dari 63
Daftar
RSNI 2006
9.5 Kombinasi pada keadaan batas daya layan
Kombinasi pada keadaan batas daya layan primer terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap
(Pasal 9.3) dengan satu aksi transien.
Pada keadaan batas daya layan, lebih dari satu aksi transien bisa terjadi secara bersamaan.
Faktor beban yang sudah dikurangi diterapkan dalam hal ini untuk mengurangi kemungkinan
dari peristiwa ini, seperti diberikan dalam Tabel 39. Kombinasi beban yang lazim bisa dilihat
dalam Tabel 40.
Tabel 39 Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan
Kombinasi primer Aksi tetap (Pasal 10.3) + satu aksi transien (cat.1), (cat.2)
Kombinasi sekunder Kombinasi primer + 0,7 ´ (satu aksi transien lainnya)
Kombinasi tersier Kombinasi primer + 0,5 ´ (dua atau lebih aksi transien)
CATATAN (1) Beban lajur "D" yaitu TTD atau beban truk "T" yaitu TTT diperlukan untuk
membangkitkan gaya rem TTB dan gaya sentrifugal TTR pada jembatan. Tidak
ada faktor pengurangan yang harus digunakan apabila TTB atau TTR terjadi
dalam kombinasi dengan TTD atau TTT sebagai kombinasi primer.
CATATAN (2) Gesekan pada perletakan TBF bisa terjadi bersamaan dengan pengaruh
temperatur TET dan harus dianggap sebagai satu aksi untuk kombinasi
beban.
9.6 Kombinasi pada keadaan batas ultimit
Kombinasi pada keadaan batas ultimit terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap (Pasal 9.3)
dengan satu pengaruh transien.
Gaya rem TTB atau gaya sentrifugal TTR bisa digabungkan dengan pembebanan lajur "D"
yaitu TTD atau pembebanan truk "T" yaitu TTT, dan kombinasinya bisa dianggap sebagai satu
aksi untuk kombinasi beban (lihat Pasal 6.7). Gesekan pada perletakan TBF dan pengaruh
temperatur TET bisa juga digabungkan dengan cara yang sama.
Pada keadaan batas ultimit, tidak diadakan aksi transien lain untuk kombinasi dengan aksi
gempa.
Beberapa aksi kemungkinan dapat terjadi pada tingkat daya layan pada waktu yang sama
dengan aksi lainnya yang terjadi pada tingkat ultimit. Kemungkinan terjadinya kombinasi
seperti ini harus diperhitungkan, tetapi hanya satu aksi pada tingkat daya layan yang
dimasukkan pada kombinasi pembebanan.
Ringkasan dari kombinasi beban yang lazim diberikan dalam Tabel 40.
RSNI T-02-2005
- 51 dari 63
BACK
Daftar
RSNI 2006
Tabel 40 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit
Aksi Kelayanan Ultimit 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Aksi Permanen :
Berat sendiri
Beban mati tambahan
Susut rangak
Pratekan
Pengaruh beban tetap pelaksanaan
Tekanan tanah
Penurunan
X X X X X X X X X X X X
Aksi Transien :
Beban lajur “D“ atau beban truk “T” X O O O O X O O O O
Gaya rem atau gaya sentrifugal X O O O O X O O O
Beban pejalan kaki X X
Gesekan perletakan O O X O O O O O O O O
Pengaruh suhu O O X O O O O O O O O
Aliran / hanyutan / batang kayu dan
hidrostatik / apung O O X O O O X O O
Beban angin O O X O O O X O
Aksi Khusus :
Gempa X
Beban tumbukan
Pengaruh getaran X X
Beban pelaksanaan X X
“ X ” berarti beban yang selalu aktif
“ O ” berarti beban yang boleh di kombinasi dengan beban
aktif, tunggal atau seperti ditunjukkan.
(1) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif
“x” KBL + 1 beban “o” KBL
(2) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif
“x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,7 beban “o” KBL
(3) = aksi permanen “x” KBL + beban aktif
“x” KBL + 1 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL +
0,5 beban “o” KBL
Aksi permanen “x” KBU + beban aktif
“x” KBU + 1 beban “o” KBL
RSNI T-02-2005
- 52 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan Kombinasi beban umum untuk keadaan
batas kelayanan dan ultimit adalah sebagai berikut :
1) perencana harus bisa mengenali dan memperhitungkan tiap kombinasi beban yang
tidak tercantum dalam tabel untuk mana jembatan-jembatan tertentu mungkin menjadi
kritis. Untuk masing-masing kombinasi beban, seluruh aksi yang wajar terjadi
bersamaan sudah dimasukkan. Disamping itu perencana harus menghitung pengaruh
pada kombinasi beban akibat tidak memasukkan salah satu aksi yang memberi
kontribusi dengan catatan aksi tersebut secara wajar bisa diabaikan;
2) dalam keadaan batas daya layan pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk
kombinasi tertentu dimasukkan dengan faktor beban daya layan penuh. Butir dengan
tanda o dimasukkan dengan faktor beban daya layan yang sudah diturunkan harganya.
Lihat Pasal 9.5;
3) dalam keadaan batas ultimit pada bagian tabel ini, aksi dengan tanda X untuk kombinasi
tertentu dimasukkan dengan faktor beban ultimit penuh. Butir dengan tanda o
dimasukkan dengan harga yang sudah diturunkan yang besarnya sama dengan beban
daya layan. Lihat Pasal 9.6;
4) beberapa aksi tetap bisa berubah menurut waktu secara perlahan-lahan. Kombinasi
beban untuk aksi demikian harus dihitung dengan harga rencana maksimum dan
minimum untuk menentukan pengaruh yang paling berbahaya;
5) tingkat keadaan batas dari gaya sentrifugal dan gaya rem tidak terjadi secara
bersamaan. Lihat juga Pasal 6.7 untuk faktor beban ultimit terkurangi untuk beban lalu
lintas vertikal dalam kombinasi dengan gaya rem;
6) pengaruh temperatur termasuk pengaruh perbedaan temperatur di dalam jembatan, dan
pengaruh perubahan temperatur pada seluruh jembatan. Gesekan pada perletakan
sangat erat kaitannya dengan pengaruh temperatur akan tetapi arah aksi dari gesekan
pada perletakan akan berubah, tergantung kepada arah pergerakan dari perletakan atau
dengan kata lain, apakah temperatur itu naik atau turun. Pengaruh temperatur tidak
mungkin kritis pada keadaan batas ultimit kecuali bersamaan dengan aksi lainnya.
Dengan demikian temperatur hanya ditinjau sebagai kontribusi pada tingkat daya layan;
7) gesekan pada perletakan harus ditinjau bila sewaktu-waktu aski lainnya memberikan
pegaruh yang cenderung menyebabkan gerakan arah horisontal pada perletakan
tersebut;
8) semua pengaruh dari air dapat dimasukkan bersama-sama;
9) pengaruh gempa hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit ;
10) beban tumbukan mungkin merupakan beban daya layan atau beban ultimit, lihat Pasal
6.10 untuk lebih jelasnya ;
11) pengaruh getaran hanya digunakan dalam keadaan batas daya layan.
10 Tegangan kerja rencana
10.1 Umum
Dalam perencanaan tegangan kerja, beban nominal bekerja pada jembatan dan satu faktor
keamanan digunakan untuk menghitung besarnya penurunan kekuatan atau perlawanan dari
komponen bangunan. Untuk perencanaan yang baik, hubungan berikut harus dipenuhi
S* £ R*ws (16)
dengan pengertian :
S* adalah pengaruh aksi rencana, yang diberikan oleh:
S* = S S (17)
RSNI T-02-2005
- 53 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
dengan pengertian :
S adalah pengaruh aksi nominal
dan:
R*ws adalah perlawanan atau kekuatan rencana yang diberikan dalam rumus:
R*ws = Error! Rws (18)
dengan pengertian :
Rws adalah perlawanan atau kekuatan nominal berdasarkan tegangan kerja izin dan
ros adalah tegangan berlebihan yang diperbolehkan yang diberikan dalam Pasal 10.4.
10.2 Aksi nominal
Aksi nominal yang digunakan dalam perencanaan berdasarkan tegangan kerja tercantum
dalam Bab 5, 6, 7 dan Pasal 8.3. Pengaruh getaran juga harus dicek berdasarkan Pasal 8.2.
Syarat-syarat yang harus digunakan pada penerapan aksi nominal di dalam perencanaan
berdasarkan tegangan kerja adalah seperti berikut:
1) beban lalu lintas:
a) pembebanan lalu lintas yang telah dikurangi bisa digunakan apabila diperlukan (lihat
Pasal 6.5);
b) faktor beban dinamis harus diterapkan.
2) beban tumbukan: ketentuan dalam Pasal 6.10 mengenai tumbukan dengan kendaraan
harus diterapkan sebagai aksi nominal.
3) tekanan tanah: tekanan tanah arah lateral harus dihitung berdasarkan sifat-sifat bahan
ter Faktor seperti diberikan dalam Tabel 8, dan untuk nilai resultanta rencana digunakan
faktor beban keadaan batas daya layan.
4) hanyutan dan aliran: besarnya kecepatan air rata-rata dan kecepatan air permukaan
harus sesuai dengan periode ulang untuk keadaan batas ultimit seperti diberikan dalam
Tabel 23.
5) beban angin: kecepatan nominal harus sesuai dengan kecepatan untuk keadaan batas
ultimit seperti diberikan dalam Tabel 28.
6) pengaruh gempa: pengaruh gempa nominal harus diambil 0,8 kali pengaruh yang
dihitung sesuai dengan Pasal 7.7.
10.3 Kombinasi beban
Kombinasi beban untuk perencanaan berdasarkan tegangan kerja diberikan dalam Tabel 41.
Aksi tetap harus digabungkan sesuai dengan Pasal 9.3.
Kombinasi beban lalu lintas harus terdiri dari:
a) pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya sentrifugal, dan
pembebanan pejalan kaki;
b) pembebanan lajur "D" atau pembebanan Truk "T", ditambah gaya rem, dan pembebanan
pejalan kaki.
Kombinasi beban lalu lintas yang digunakan harus diambil salah satu yang paling berbahaya.
Pengaruh dari gesekan pada perletakan harus dimasukkan sebagai aksi tetap atau pengaruh
temperatur, diambil mana yang cocok.
Beban angin harus termasuk beban angin yang bekerja pada beban hidup kalau
pembebanan lajur "D" termasuk dalam kombinasi.
RSNI T-02-2005
- 54 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
10.4 Tegangan berlebihan yang diperbolehkan
Beberapa kombinasi beban mempunyai probabilitas kejadian yang rendah dan jangka waktu
yang pendek. Untuk kombinasi yang demikian maka tegangan yang berlebihan
diperbolehkan berdasarkan prinsip tegangan kerja. Tegangan berlebihan yang diberikan
dalam Tabel 41 adalah sebagai prosentase dari tegangan kerja yang diizinkan.
Tabel 41 Kombinasi beban untuk perencanaan tegangan kerja
Aksi Kombinasi No. 1 2 3 4 5 6 7
Aksi tetap
Beban lalu lintas
Pengaruh temperatur
Arus/hanyutan/hidro/daya apung
Beban angin
Pengaruh gempa
Beban tumbukan
Beban pelaksanaan
X
X
-
X
-
-
-
-
X
X
X
X
-
-
-
-
X
X
-
X
X
-
-
-
X
X
X
X
X
-
-
-
X
-
-
X
-
X
-
-
X
-
-
-
-
-
-
X
X
X
-
-
-
-
X
-
Tegangan berlebihan yang
diperbolehkan ros
nil 25% 25% 40% 50% 30% 50%
11 Persyaratan lainnya
11.1 Stabilitas terhadap guling dan geser
Stabilitas jembatan terhadap guling dan geser berikut komponen-komponennya harus
diperhitungkan. Stabilitas bisa memenuhi apabila hubungan berikut dipenuhi:
SR* ³ 1,1 SN*’ (19)
Untuk keadaan batas ultimit atau:
SR ³ 2,2 SN (20)
untuk perencanaan tegangan kerja
dengan pengertian :
SR* adalah pengaruh total dari seluruh aksi rencana ultimit yang menahan guling atau
geseran di mana beban mati dihitung pada nilai nominal (Faktor Beban = 1)
SN* adalah pengaruh total dari seluruh aksi rencana ultimit yang menyebabkan guling
atau geseran
SR adalah pengaruh total dari seluruh aksi nominal yang menahan guling atau geseran
SN adalah pengaruh total dari seluruh aksi nominal yang menyebabkan guling atau
geseran
11.2 Kapasitas pengekang melintang minimum
Untuk menjamin bahwa bangunan atas mempunyai pengekangan dalam arah melintang
yang cukup untuk melawan gaya yang bekerja secara kebetulan dalam arah melintang yang
tidak dipenuhi dalam perencanaan, sistem pengekangan dalam arah melintang antara
bangunan atas dan bangunan bawah harus digunakan pada masing-masing pilar dan kepala
jembatan.
Sistem pengekang ini harus mampu menahan gaya horisontal rencana ultimit tegak lurus
sumbu jembatan sebesar 500 kN atau 5 % dari beban mati bangunan atas pada tumpuan,
diambil yang paling besar.
RSNI T-02-2005
- 55 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Tumpuan yang digunakan untuk mengekang juga harus direncanakan untuk menahan gaya
rencana tersebut pada keadaan batas ultimit.
Untuk bangunan atas yang menerus, pengekang dalam arah melintang bisa ditiadakan, bila
pilar-pilar tertentu yang ada pada masing-masing bangunan atas diantara sambungan siar
muai sudah cukup terkekang.
Sistem pengekang harus mempunyai cukup ruang bebas untuk memberi keleluasan
terjadinya pergerakan akibat temperatur, terutama pada bangunan atas yang lengkung dan
lebar.
Sistem pengekang bisa direncanakan dengan metoda tegangan kerja untuk menahan gaya
horisontal nominal sebesar 60 % dari gaya horisontal rencana ultimit seperti disebutkan di
atas.
12 Pembebanan rencana kerb dan penghalang lalu lintas
12.1 Beban rencana kerb
Kerb harus direncanakan untuk menahan beban rencana ultimit sebesar 15 kN/meter yang
bekerja sepanjang bagian atas kerb.
12.2 Beban rencana penghalang lalu lintas tingkat 1
Pembebanan rencana harus ditentukan berdasarkan referensi literatur khusus dan
pertimbangan-pertimbangan berikut:
a) tingkat risiko yang mungkin terjadi;
b) ukuran kendaraan yang bekerja;
c) kecepatan rencana lalu lintas;
d) ke lengkungan lantai kendaraan dan sudut tumbukan yang mungkin terjadi.
12.3 Beban rencana penghalang lalu lintas tingkat 2
12.3.1 Beban rencana ultimit
Penghalang lalu lintas tingkat 2 harus direncanakan untuk menahan beban tumbukan
rencana ultimit arah menyilang, P*, seperti berikut:
P* = 100 kN untuk h £ 850 (21)
P* = 100 Error! kN untuk h > 850 (22)
dengan pengertian :
h adalah tinggi sumbu dari bagian atas palang lalu lintas (mm)
Beban rencana P* harus bekerja sebagai beban titik.
12.3.2 Penyebaran beban tiang dan palang penghalang lalu lintas
Beban rencana dalam arah menyilang pada palang P*
R adalah:
P*
R = Error!
(23)
dengan pengertian :
P* adalah beban tumbukan rencana ultimit arah menyilang dari Pasal 13.3.1.
N* adalah jumlah palang pada penghalang lalu lintas.
Palang sandaran yang memikul beban direncanakan dengan cara plastis rasional atau yang
ekuivalen.
RSNI T-02-2005
- 56 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Sambungan antara palang dan tiang sandaran harus direncanakan untuk meneruskan beban
berikut yang bekerja secara terpisah:
a) beban rencana kearah luar PR* untuk mana palang sandaran direncanakan;
b) beban vertikal (apakah keatas atau kebawah) sama dengan 0,25 kali PR* ; dan
c) beban kearah dalam sama dengan 0,25 kali PR*.
Tiang sandaran harus direncanakan dengan beban kearah luar yang sama seperti yang
bekerja pada bagian palang, ditambah beban arah memanjang jembatan yang sama dengan
0,5 kali nilai tersebut. Tiang sandaran juga harus direncanakan untuk menahan beban
kearah dalam sebesar 0,25 kali beban kearah luar, yang bekerja secara terpisah.
Apabila kekuatan tarik dari bagian palang dipertahankan untuk mencakup beberapa tiang
sandaran, pembebanan rencana arah memanjang bisa dibagi ke dalam empat tiang pada
panjang yang menerus.
12.3.3 Penyebaran beban penghalang lalu lintas dari beton
Beban menyilang rencana harus direntangkan dengan jarak memanjang 1,5 m pada bagian
atas penghalang dan disebarkan dengan sudut 45° kebawah pada lantai yang memikulnya.
Beban tumbukan yang bekerja pada penghalang dan beban roda pada lantai tidak perlu
ditinjau secara bersamaan pada waktu merencanakan pelat lantai.
12.4 Beban rencana penghalang lalu lintas tingkat 3
Bangunan penghalang ini tidak perlu direncanakan untuk menahan beban rencana yang
khusus. Bangunan tersebut harus detail sesuai dengan perencanaan praktis yang lazim
untuk penghalang standar.
12.5 Beban rencana sandaran pejalan kaki
Sandaran untuk pejalan kaki harus direncanakan untuk dua pembebanan rencana daya
layan yaitu w* = 0,75 kN/ meter. Beban-beban ini bekerja secara bersamaan dalam arah
menyilang dan vertikal pada masing-masing sandaran.
Tiang sandaran direncanakan untuk beban daya layan rencana:
w* L (24)
dengan pengertian :
L adalah bentang palang diantara tiang dalam m, hanya dari bagian atas sandaran.
Tidak ada ketentuan beban ultimit untuk sandaran.
13 Rambu jalan dan bangunan penerangan
13.1 Umum
Ketentuan dalam Bab ini berlaku untuk penyangga lampu penerangan, penyangga lampu
stopan dan bangunan untuk rambu lalu lintas baik yang ditempelkan atau dicantolkan pada
bagian atas kerangka atau bangunan lainnya.
13.2 Keadaan batas
a) Keadaan batas daya layan - Getaran berlebihan dari pengaruh angin dalam arah
melintang atau menyilang yang disebabkan oleh pusaran, akan menimbulkan kelelahan
atau keruntuhan pada komponen-komponen untuk sarana listrik atau untuk fungsi
lainnya. Kecepatan angin kritis, dimana frekuensi pusaran sama dengan frekuensi
resonansi dari bangunan, harus diambil lebih besar dari kecepatan angin rencana daya
layan maksimum atau cukup rendah untuk menghasilkan hanya amplitudo getaran yang
kecil;
RSNI T-02-2005
- 57 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
b) Keadaan batas ultimit - hilangnya keseimbangan statis, ketidak stabilan inelastis dan
keruntuhan untuk menahan beban rencana lebih lanjut.
13.3 Kecepatan angin rencana
Kecepatan angin rencana harus diambil seperti yang diberikan dalam Tabel 42.
13.4 Beban angin rencana
Beban angin rencana H*
w, dihitung dengan:
H*w = 0,0006 Cw ( Vw )2 As [ kN ] (25)
dengan pengertian :
VW adalah kecepatan angin rencana (m/dt) dari Pasal 14.3
CW adalah koefisien seret yang ditentukan dari Tabel 42
As adalah luas bagian samping dari bangunan untuk rambu lalu lintas atau penerangan.
Tabel 42 Koefisien seret untuk rambu jalan
Uraian Koefisien Seret Cw
Panel tanda lalu lintas :
(1) perbandingan lebar/tinggi = 1,0
2,0
5,0
10,0
15,0
1,18
1,19
1,20
1,23
1,30
Pencahayaan :
bentuk bulat -
bentuk segi empat, sisi datar -
0,5
1,2
Tanda lalu lintas 1,2
CATATAN (1) untuk harga antara gunakan interpolasi linier
13.5 Kombinasi beban rencana
Pembebanan rencana terdiri atas kombinasi dari beban mati dan beban angin rencana pada
keadaan batas sesuai yang dianggap bekerja dari setiap arah.
Pada bangunan yang dilengkapi sarana untuk pejalan kaki dan ruang pemeliharaan maka
beban total sebesar 2,2 kN disebarkan sepanjang 0,6 m pada tempat pejalan kaki atau ruang
pemeliharaan tersebut, dan dikalikan dengan faktor beban untuk memperoleh beban
rencana seperti berikut:
a) keadaan batas daya layan 1,0;
b) keadaan batas ultimit 1,8.
14 Fender
14.1 Prinsip perencanaan fender
Perencanaan fender berdasarkan dua prinsip mendasar berikut :
a. struktur fender sebagai peredam energi tumbukan kapal sampai ke tingkat kekuatan ijin
pilar jembatan;
b. struktur fender sebagai pelindung pilar jembatan terhadap energi tumbukan kapal.
Energi tumbukan kapal dihitung berdasarkan perumusan gaya-akselerasi (F = ma) sebagai
berikut :
KE = ò F(x)dx (26)
RSNI T-02-2005
- 58 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
g
KE CH x W V
0,5 ( )2 = (27)
dengan pengertian :
KE = energi kinetik dari kapal desain (tm)
F(x) = gaya pelindung struktur F(t) sebagai fungsi lendutan x (m)
C H = koefisien hidrodinamis masa air yang bergerak bersama kapal, yang merupakan
interpolasi antara :
a. 1,05 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan ³ 0,5 x DL
b. 1,25 untuk jarak bebas dasar kapal ke dasar perairan £ 0,1 x DL
DL = draft kedalaman kapal pada beban penuh (m)
W = tonase perpindahan kapal (t), berat total kapal pada beban penuh
V = kecepatan tumbukan kapal (m/s)
g = gravitasi (= 9,8m/s2)
Tumbukan kapal diperhitungkan ekuivalen dengan gaya tumbukan statis pada obyek yang
kaku dengan rumus berikut :
P (DWT)1 / 2 (12,5xV ) S = (28)
dengan pengertian :
PS = gaya tumbukan kapal sebagai gaya statis ekuivalen (t)
DWT = tonase berat mati muatan kapal (t) = berat kargo, bahan bakar, air dan persediaan
V = kecepatan tumbukan kapal (m/s)
Dalam keadaan khusus diperlukan analisis dinamis untuk menentukan energi dan gaya
tumbukan kapal.
14.2 Data lalu lintas kapal
Data yang diperlukan dalam perencanaan gaya tumbukan mencakup:
a. lalu lintas kapal: tipe, jumlah, konstruksi, tonase, panjang, lebar, frekuensi pelintasan,
draft, daya kuda, kebebasan vertikal, cara pengoperasian, tipe pelayanan, barang
bawaan utama, dan tempat pelayanan setempat;
b. kecepatan kapal: transit, tumbukan;
c. kondisi lingkungan: cuaca, angin dan arus, geometri jalan air, kedalaman air, ketinggian
pasang surut, kondisi pelayaran, kepadatan lalu lintas kapal.
Ptot =Panjang Total
MA
(a)
RSNI T-02-2005
- 59 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Gambar 18 Profil kapal tipikal
(a) beban penuh (b) beban balas
Gambar 18 Profil kapal tipikal, (a) beban penuh, (b) beban balas
14.3 Klasifikasi kapal desain
Sehubungan dengan faktor risiko dalam penentuan kapal desain untuk perencanaan beban
tumbukan pada pilar jembatan, terdapat klasifikasi jembatan sebagai berikut :
a. jembatan kritis: berat kapal desain terlampaui oleh 5% jumlah lintasan kapal dalam satu
tahun atau maksimum 50 lintasan kapal per tahun (pilih yang terkecil) ;
b. jembatan biasa: berat kapal desain terlampaui oleh 10% jumlah lintasan kapal dalam
satu tahun atau maksimum 200 lintasan kapal per tahun (pilih yang terkecil).
14.4 Sistem fender
Berbagai tipe, bahan dan fungsi fender secara mendasar dijelaskan sebagai berikut.
14.4.1 Fender kayu
Fender kayu terdiri dari elemen vertikal dan horisontal dalam kerangka yang dipasang
bersatu dengan pilar atau secara terpisah. Energi tumbukan diredam oleh deformasi elastis
dan kerusakan elemen kayu. Fender kayu digunakan untuk melindungi pilar terhadap gaya
tumbukan dari kapal kecil.
14.4.2 Fender karet
Fender karet dibuat komersial dalam bentuk aneka ragam. Energi tumbukan diredam oleh
deformasi elastis dari elemen karet dalam kombinasi tekanan, lenturan dan geser.
14.4.3 Fender beton
Fender beton terdiri dari struktur boks berongga dan berdinding tipis yang dipasang pada
pilar. Permukaan luar fender beton dapat dilindungi oleh fender kayu. Energi tumbukan
diredam oleh tekuk dan kerusakan dinding fender beton.
14.4.4 Fender baja
Fender baja terdiri dari membran berdinding tipis dan elemen pengaku dalam kerangka boks
pada pilar jembatan. Energi tumbukan diredam oleh tekanan, lentur dan tekuk dari elemen
baja dalam fender. Permukaan luar fender baja dapat dilindungi oleh fender kayu.
14.5 Fender yang didukung oleh tiang
Sistem yang didukung oleh tiang dapat digunakan untuk meredam beban tumbukan.
Kelompok tiang yang dihubungkan oleh cap yang kaku adalah suatu struktur pelindung
dengan tahanan tinggi terhadap gaya tumbukan kapal. Tiang individual dan tiang yang
dihubungkan oleh cap yang fleksibel dapat digunakan juga sebagai pelindung pilar.
P tot/2 P tot/2
MA DB
(b)
RSNI T-02-2005
- 60 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Kelompok tiang dapat terdiri dari tiang vertikal yang menahan energi dengan lenturan, atau
tiang miring yang menahan energi dengan tekanan dan lenturan. Deformasi plastis dan
kerusakan tiang diijinkan dengan syarat kapal terhenti sebelum menabrak pilar, atau
tumbukan diredam sampai tingkat kekuatan pilar dan pondasi. Struktur tiang pelindung dapat
dibuat secara berdiri sendiri, atau dipasang pada pilar. Tiang kayu, baja, atau beton dapat
digunakan sesuai kondisi lapangan, beban tumbukan dan pertimbangan ekonomis.
14.6 Fender dolfin
Dolfin merupakan struktur sel sirkular dari turap baja yang dipancang, dan diisi beton serta
ditutup dengan cap beton. Dolfin dapat dibuat dari komponen beton pra cetak, atau di-pra
cetak secara keseluruhan di luar lapangan dan kemudian dibawa mengapung ke lokasi.
Tiang pancang kadang-kadang di gabung dalam desain sel. Prosedur perencanaan dolfin
berdasarkan perubahan energi yang terjadi selama pembebanan tumbukan rencana.
Hubungan dan korelasi energi-simpangan dikembangkan untuk mekanisme peredaman
berikut :
· kerusakan bagian depan kapal ;
· terangkatnya bagian depan kapal ;
· gesekan antara kapal dan dolfin ;
· gesekan antara kapal dan dasar sungai ;
· geseran dolfin ;
· rotasi dolfin ;
· deformasi dolfin (dibatasi kurang dari ½ diameter sel, sel diperbolehkan mengalami
deformasi plastis dan runtuh parsial).
14.7 Fender pulau
Fender pulau sekeliling pilar jembatan adalah proteksi sangat efektif terhadap tumbukan
kapal. Pulau terdiri dari pasir atau batuan dengan permukaan luar dari batuan pelindung
berat untuk menahan gelombang dan arus. Geometri pulau sesuai dengan kriteria berikut :
· Tumbukan kapal diredam melalui pulau sampai ke tingkat kapasitas lateral pilar dan
pondasi pilar ;
· Dimensi pulau sedemikian rupa agar penetrasi kapal ke dalam pulau tidak
menyebabkan sentuhan kapal pada pilar.
14.8 Fender terapung
Fender terapung terdapat dalam berbagai sistem :
· sistem jaringan kabel: kapal berhenti oleh sistem kabel terjangkar dalam dasar perairan
yang diberi pelampung di depan pilar;
· ponton terjangkar: ponton terapung yang terjangkar dalam dasar perairan di depan pilar
untuk meredam tumbukan kapal.
RSNI T-02-2005
- 61 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Lampiran A
(informatif)
Daftar nama dan lembaga
1) Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi, Badan Penelitian dan
Pengembangan eks. Departemen Kimpraswil.
2) Penyusun
Nama Instansi
Ir. Lanneke Tristanto Puslitbang Prasarana Transportasi
N. Retno Setiati, ST., MT. Puslitbang Prasarana Transportasi
Redrik Irawan, ST., MT. Puslitbang Prasarana Transportasi
RSNI T-02-2005
- 62 dari 60
BACK
Daftar
RSNI 2006
Bibliografi
1. Peraturan Muatan untuk Djembatan Djalan Raya, No. 12 / 1970, Direktorat Djenderal
Bina Marga
2. Sistem Manajemen Jembatan - BMS - Peraturan Perencanaan Jembatan : Bagian 2
Beban Jembatan 1992
3. Guide Specification and Commentary for Vessel Collision Design of Highway Bridges,
Volume I, Final Report, February 1991
Tidak ada komentar:
Posting Komentar