Kamis, 25 April 2019

BMS 1992

BMS 1992

TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 19 Kajian Kapasitas Gelagar Beton Bertulang Berdasarkan Sistem Pembebanan BMS 1992 dan SNI 2005 Rico Daniel Sumendap Steenie E. Wallah, M. J. Paransa Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email : rico_d_sumendap@yahoo.com ABSTRAK Dalam membangun suatu jembatan harus direncanakan untuk mampu memikul beban baik beban hidup maupun beban mati.Guna menyeragamkan pengambilan nilai beban maka muncul beberapa metode pembebanan. Dalam skripsi ini diambil metode pembebanan Bridge Management System (BMS 1992) dan SNI T-02-2005 sebagai objek penelitian.Untuk mengetahui besarnya perbedaan beban dari kedua metode pembebanan ini, hal tersebut kemudian ditinjau terhadap struktur bangunan atas jembatan yang menggunakan beton bertulang dengan bentang 8m sampai 30m. Perbedaan momen yang dihasilkan oleh kedua metode pembebanan ini kemudian dihubungkan terhadap perencanaan tulangan lentur gelagar yang menggunakan mutu beton (fc’) 30MPa, mutu baja (fsy) 240Mpa dan dimensi gelagar tertentu. Selain untuk mengetahui besarnya perbedaan dari kedua metode pembebanan ini, dalam skripsi ini juga merencanakan tulangan diafragma, plat lantai, dan gelagar jembatan pada bentang L = 8m, L = 12m, L = 16m, L = 20m, serta menghitunga kapasitas dari masing-masing dimensi gelagar terhadap bentang jembatan yang dihitung berdasarkan metode pembebanan SNI 2005 dan BMS 1992. Adapun dimensi gelagar yang digunakan adalah b = 40cm, b = 45cm, b = 50cm, b = 60cm, b = 70cm, b = 80cm dengan perbandingan tinggi gelagar terhadap lebar gelagar adalah 3/2. Hasil menunjukkan momen yang dihitung dengan metode pembebanan SNI 2005 lebih besar dari BMS 1992 yaitu 0.37% sampai 0.54%. Dalam perhitungan kapasitas gelagar perbedaan ini sangat kecil pengaruhnya bahkan pada kondisi tertentu tidak berarti. Kata kunci : BMS 1992, SNI 2005, kapasitas gelagar PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Jembatan merupakan suatu bangunan sipil yang berfungsi untuk menghubungkan suatu daerah dengan daerah yang lain. Setiap jembatan harus direncanakan untuk mampu memikul beban baik yang timbul akibat kendaraan maupun manusia serta pengaruh dari kondisi alam sekitar. Metode pembebanan yang dijadikan obyek penelitian adalah metode pembebanan “Bridge Management System 1992” dan “SNI T-02-2005”.Kedua metode pembebanan ini merupakan metode pembebanan yang terbaru.Metode pembebanan SNI 2005 merupakan hasil kajian dari metode pembebanan BMS 1992.Hasil kajian dari SNI 2005 terhadap BMS 1992 salah satunya adalah tentang beban hidup jembatan. BMS 1992 menetetapkan faktor beban untuk beban hidup sebesar 2.0 dan SNI 2005 sebesar 1.8. Pada beban terbagi rata lajur “D” dengan bentang jembatan ≤ 30m, SNI 2005 menetapkan nilai beban sebesar 9 KPa dan BMS 1992 sebesar 8 KPa. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode pembebanan SNI 2005 menaikkan faktor beban namun menurunkan nilai dari beban hidup.Tidak ada penjelasan secara rinci dari SNI 2005 mengapa menaikkan beban tetapi menurunkan faktor beban.Penulis tertarik untuk mengetahui besarnya perbedaan beban dari kedua metode pembebanan tersebut, serta pengaruhnya terhadap perencanaan tulangan dari struktur bangunan atas jembatan. Dalam perencanaan tulangan khususnya gelagar beton bertulang, selain gelagar harus direncanakan untuk mampu memikul beban yang ada, namun harus juga mempertimbangkan daktilitas dari gelagar tersebut.Dimensi balok yang kecil membutuhkan rasio tulangan yang besar agar bisa memikul beban namun semakin besar rasio tulangan yang dipasang membuat gelagar semakin berada pada kondisi daktail.Dimensi balok yang besar membutuhkan rasio tulangan yang kecil untuk memikul beban namun semakin kecil rasio tulangan yang dipasang membuat gelagar berada pada kondisi daktail juga.Hal ini membuat perhitungan gelagar menjadi kompleks dan rumit. Oleh karena itulah, selain penulis ingin mengetahui besarnya perbedaan dari hasil kajian SNI 2005 terhadap BMS 1992, penulis juga ingin mengetahui kapasitas dari beberapa dimensi penampang gelagar beton bertulang terhadap perubahan panjang bentang jembatan. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 20 1. Mengetahui perbedaan beban antara SNI 2005 dengan BMS 1992 akibat dari hasil kajian SNI 2005 terhadap BMS 1992. 2. Membandingkan hasil momen maksimum BMS 1992 terhadap SNI 2005. 3. Mengetahui besarnya pengaruh dari perbedaan beban BMS 1992 dan SNI 2005 terhadap perencanaan tulangan lentur gelagar jembatan. 4. Mengetahui kapasitas dari masing-masing dimensi gelagar yang dipilih terhadap perubahan bentang jembatan. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini, yaitu : 1. Menjadi bahan referensi pembelajaran dalam perencanaan gelagar jembatan dan balok beton bertulang. 2. Memberikan informasi tentang besarnya perbedaan beban antara BMS 1992 dan SNI 2005 serta pengaruhnya terhadap penulangan jembatan, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan metode pembebanan jembatan. 3. Memudahkan perencana dalam pemilihan dimensi gelagar pada setiap bentang jembatan beton betulang yang terletak diatas dua perletakkan sederhana. LANDASAN TEORI Struktur Bangunan Atas Jembatan Pada umumnya struktur bangunan atas jembatan terdiri dari : 1. Sandaran dan tiang sandaran 2. Trotoar 3. Gelagar 4. Slab atau plat lantai kendaraan yang diatasnya terdapat lapis perkerasan jalan 5. Balok diafragma / balok melintang 6. Perletakkan (rol dan sendi) Pembebanan Jembatan Menurut BMS 1992  Faktor Beban Tabel 1. Faktor Beban BMS 1992 No. Jenis Beban Faktor Beban Keadaan Batas Deskripsi atau Keterangan Biasa (Max) Terkurangi (Min) 1 Berat Sendiri Baja, aluminium 1.1 0.9 Beton Pracetak 1.2 0.9 Beton cor ditempat 1.3 0.8 Kayu 1.4 0.7 2 Beban Lajur "D" - 2.0 Tidak Ada 3 Beban Truk "T" - 2.0 Tidak Ada 4 Gaya Rem 2.0 Tidak Ada 5 Beban Pejalan Kaki - 2.0 Tidak Ada Sumber :Bridge Management System 1992  Berat Sendiri : Tabel 2. Berat Volume Material BMS 1992 Sumber :Bridge Management System 1992  Beban Lajur “D” : a. Beban Terbagi Rata b. Beban Terpusat Dimana, P adalah beban garis dengan satuan kN/m. ada beban lalu lintas yang merupakan suatu beban terpusat seperti beban garis (KEL) lajur “D” dan beban truk “T” berlaku suatu faktor yang muncul akibat dari kejut yaitu Faktor Beban Dinamik (DLA). Tabel 3. Faktor Beban Dinamis BMS 1992 Sumber :Bridge Management System 1992  Beban Truk “T” Gambar 1. Beban Truk BMS 1992 Sumber :Bridge Management System 1992 P = 44.0 kN/m TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 21  Beban Pedestrian Tabel 4. Beban Pedestrian BMS 1992 Sumber :Bridge Management System 1992 Pembebanan Jembatan Menurut SNI 2005  Berat sendiri SNI 2005 sama dengan berat sendiri BMS 1992.  Beban Lajur “D” : a. Beban Terbagi Rata Faktor Beban 1.8 Gambar 2. Grafik Beban UDL SNI 2005 Sumber : SNI T-02-2005 b. Beban Terpusat : Tabel 5. Faktor Beban Dinamis SNI 2005 Gambar 3. Faktor Beban Dinamis SNI 2005 Sumber : SNI T-02-2005  Beban Truk “T” Gambar 4. Beban Truk SNI 2005 Sumber : SNI T-02-2005  Beban Pedestrian Gambar 5. Beban Pejalan Kaki SNI 2005 Sumber :SNI T-02-2005 Tipe Keruntuhan Balok Balok beton bertulang akan mengalami 3 tipe keruntuhan yaitu :  Keruntuhan Seimbang (Balancedreinforcedment) Suatu penampang dikatakan bertulangan seimbang (balance) apabila jumlah tulangan baja tarik sedemikian sehingga letak garis netral pada posisi di mana akan terjadi secara bersamaan regangan luluh pada baja tarik dan regangan tekan beton maksimum 0,003. Dalam hal ini baja dan beton mengalami leleh secara bersamaan.  Keruntuhan Tekan (Overreinforced) Bila penampang balok mengandung jumlah tulangan tarik lebih banyak dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang balok dikatakan bertulangan lebih (overreinforced). Berlebihnya tulangan mengakibatkan garis netral bergeser ke bawah, beton mencapai regangan maksimum 0,003 sebelum baja tarik mencapai luluh Bila dibebani lebih besar lagi struktur akan mengalami kehancuran tiba-tiba (hancur getas) yaitu beton hancur sebelum baja leleh.  Keruntuhan Tarik (Underreinforced) Bila suatu penampang mengandung jumlah tulangan tarik kurang dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang disebut bertulangan kurang (underreinforced). P = 49.0 kN/m TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 22 Letak garis netral naik sedikit dibandingkan kondisi seimbang, baja tarik mencapai regangan luluh sebelum beton mencapai regangan 0,003. Perencanaan Tulangan Gelagar Gambar 6. Diagram Tegangan Regangan Balok Pada kondisi seimbang yaitu Cc + Cs = T                                1 0.85 ' 1 f c f bd A A K st sc sy u (1)                             d d f bd A K f c K K bd M sc sy sc u u R c 0.85 ' 1 0.5 1 2 *   (2) Dimana, Ku = 0.4                    bd f A f c bd A sy sc st ' 1 0.34 (3) METODE PENELITIAN Gambar 7. Bagan Alir Penelitian Tabel 5. Tipikal Jembatan Rencana Regangan Tegangan Modifikasi Tegangan Gaya sc Zs Asc Cs dc d h b Ast u = 0.003 st 0.85f’c Kud fst Cc dsc T Zc fst γKud 0.85f’c Asc fsc fsc A SELESAI Kesimpulan Saran Perencanaan Tulangan Lentur Gelagar Pada Bentang Terpilih Gambar Rencana Perencanaan Tulangan Lentur Diafragma dan Plat Jembatan Tabel dan Grafik Hubungan Antara Luas Tulangan Perlu Terhadap Bentang Jembatan Menentukan Kapasitas Dari Tiap Dimensi Gelagar Terpilih TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Antara BMS 1992 dan SNI 2005 Terhadap Beban Lajur “D” a. Beban Terbagi Rata (UDL) Tabel 6. Hubungan Beban UDL BMS 1992 dan SNI 2005 Gambar 8. Grafik Momen UDL BMS 1992 dan SNI 2005 Dari perhitungan momen UDL diatas, momen dari pembebanan SNI 2005 lebih besar 1.25% dari BMS 1992. b. Beban Terpusat (KEL) Tabel 7. Hubungan Beban KEL BMS 1992 dan SNI 2005 Gambar 9. Grafik Momen KEL BMS 1992 dan SNI 2005 Dari perhitungan momen KEL diatas, momen dari pembebanan SNI 2005 lebih besar 0.23% dari BMS 1992.Jika dibuat kedalam bentuk grafik, garis momen kedua metode pembebanan tersebut adalah saling berhimpit. Tabel 8. Hubungan Beban Lajur “D” BMS 1992 dan SNI 2005 Gambar 10. Grafik Momen Beban Lajur “D” BMS 1992 dan SNI 2005 TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 24 Hubungan Antara BMS 1992 dan SNI 2005 Terhadap Beban Truk “T” Tabel 9. Hubungan Beban Truk “T” BMS 1992 dan SNI 2005 Gambar 10. Grafik Momen Beban Truk “T” BMS 1992 dan SNI 2005 Selisih momen akibat beban truk antara SNI 2005 dengan BMS 1992 adalah sebesar 16.25 kN-m. Hubungan Antara BMS 1992 dan SNI 2005 Terhadap Beban Pejalan Kaki Tabel 9. Hubungan Beban Pejalan Kaki BMS 1992 dan SNI 2005 Gambar 11. Grafik Momen Beban Pejalan Kaki BMS 1992 dan SNI 2005 Kombinasi Pembebanan Untuk Gelagar Seluruh perhitungan momen dibuat menjadi sebuah persamaan umum dengan variabel yang divariasikan adalah panjang bentang (L) jembatan dan lebar gelagar (b). a. Gelagar Tengah BMS 1992 : 6.094 6.888 61.463 0.303 2 2 2 Mu d  L b  L  L  (4) SNI 2005 : 6.094 6.938 61.603 0.303 2 2 2 Mu d  L b  L  L  (5) Tabel 10. Momen Rencana Gelagar Tengah Dari perhitungan momen rencana untuk gelagar tengah yang ditinjau dari bentang 8m sampai 30m, momen dari pembebanan SNI 2005 naik sebesar 4.320kN-m sampai 49.200kN-m atau 0.37% sampai 0.54%. TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 25 b. Gelagar Tepi BMS 1992 : 6.094 6.483 11.868 62.918 2 2 2 Mu d  L b  L  L  (6) SNI 2005 : 6.094 6.401 10.667 56.596 2 2 2 Mu d  L b  L  L  (7) Tabel 11. Momen Rencana Gelagar Tengah Dari perhitungan momen rencana untuk gelagar tepi yang ditinjau dari bentang 8m sampai 30m, momen dari pembebanan SNI 2005 turun sebesar 5.654kN-m sampai 63.008-m atau 0.66% sampai 1.12%. Momen yang bekerja pada gelagar tepi lebih kecil dari gelagar tengah oleh karena itu momen pada gelagar tengah digunkan sebagai momen rencanan dalam perencanaan tulangan gelagar. Kombinasi Beban Diafragma BMS 1992 : Momen Tumpuan = 73.341 kN-m Momen Lapangan = 69.171 kN-m SNI 2005 : Momen Tumpuan = 76.860 kN-m Momen Lapangan = 71.337 kN-m Pembebanan Plat Lantai Kendaraan BMS 1992 Momen Arah X = 46.040 kN-m Momen Arah Y = 28.168 kN-m SNI 2005 Momen Arah X = 46.573 kN-m Momen Arah Y = 28.468 kN-m Penulangan Gelagar Jembatan Karena beban dari gelagar tengah lebih besar dari gelagar tepi maka dimensi gelagar tepi dibuat seragam dengan gelagar tengah. Berikut ini adalah kapasitas dari tiap dimensi gelagar yang dibatasi dengan Asc/bd minmum = 0.0035 dan Ast/bd maksimum = 0.0634 terhadap bentang jembatan yang dihitung berdasarkan pembebanan BMS 1992 dan SNI 2005 serta menggunakan mutu beton (fc’) 30 MPa dan mutu baja (fsy) 240 MPa. Kapasitas Gelagar Terhadap Bentang Jembatan Tabel 12. Rasio Tulangan b = 50cm BMS 1992 Gambar 12. Grafik Rasio Tulangan b = 50cm beban BMS 1992 Tabel 12. Rasio Tulangan b = 50cm SNI 2005 TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 26 Gambar 13. Grafik Kapasitas Penampang beban BMS1992 Gambar 14. Grafik Kapasitas Penampang beban SNI 2005 Perbandingan Luas Tulangan Perlu Tabel 13. Perbandingan Luas Tulangan Perlu b=40cm Tabel 13. Perbandingan Luas Tulangan Perlu b=45cm Tabel 14. Perbandingan Luas Tulangan Perlu b=50cm Tabel 15. Perbandingan Luas Tulangan Perlu b=60cm Tabel 16. Perbandingan Luas Tulangan Perlu b=70cm Tabel 16. Perbandingan Luas Tulangan Perlu b=80cm Berdasarkan dimensi gelagar yang diteliti, akibat dari kajian pembebanan SNI 2005 terhadap BMS 1992 luas tulangan tekan (Asc) naik sebesar 0.79% sampai 4.0% dan luas tulangan tarik (Ast) 0.2% sampai 0.5%. Perencanaan Tulangan Lentur Gelagar Pada Tiap Variasi Bentang Berikut ini adalah hasil dari perencanaan tulangan lentur gelagar pada bentang 8m, 12m, 16m, dan 20m yang menggunakan diameter tulangan 25mm. Tabel 17. Hasil Perhitungan Tulangan Lentur Gelagar Beban BMS 1992 Tabel 18. Hasil Perhitungan Tulangan Lentur Gelagar Beban SNI 2005 TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 27 Dari kedua tabel diatas, pada bentang 16 m dan 20 m dimensi gelagar dan tulangan yang dihitung berdasarkan beban BMS 1992 dan SNI 2005 adalah sama atau pada kondisi ini perbedaan dari kedua metode pembebanan tersebut tidak berarti. Perencanaan Tulangan Lentur Plat dan Diafragma Tabel 19. Hasil Perhitungan Tulangan Lentur Diafragma Beban BMS 1992 Tabel 20. Hasil Perhitungan Tulangan Lentur Diafragma Beban SNI 2005 Tabel 21. Hasil Perhitungan Plat Jembatan Beban PENUTUP Simpulan a. Beban mati yang diberikan dari kedua sistem pembebanan ini adalah sama yaitu, berat isi beton bertulang, γc= 25 kN/m3 . Begitupun juga dengan faktor beban mati yang diberikan oleh kedua sistem pembebanan ini adalah sama yaitu sebesar Ku ms = 1.30 b. Beban Lalu Lintas SNI 2005 menaikkan beban lalu lintas dan menurunkan faktor beban, sehingga berdasarkan perhitungan matematis momen dari metode pembebanan SNI 2005 untuk Uniformly Distributed Load (UDL) naik sebesar 1.25%, Knife Edge Load (KEL) naik sebesar 0.227%, dan beban truk “T” naik sebesar 16.250kN dengan kondisi truk berada ditengah bentang dan jarak antara roda sama yaitu sebesar 5m. Tabel 22. Standar Beban Lalu Lintas SNI 2005 dan BMS 1992 Faktor Beban Beban Lajur "D" Beban Truk (kN) UDL (Kpa) KEL (kN/m) BMS 1992 2.0 8.0 44.0 450 SNI 2005 1.8 9.0 49.0 500 c. Kapasitas dari dimensi penampang gelagar adalah sebagai berikut : Tabel 23. Kapasitas Gelagar b (cm) BMS 1992 SNI 2005 40 ≤ 8m ≤ 8m 45 8 - 11m 8 - 11m 50 9m – 13m 9m – 13m 60 13m – 18m 13m – 18m 70 17m – 23m 17m – 23m 80 21m – 28m 21m – 28m Pada perhitungan perencanaan tulangan gelagar luas tulangan tekan (Asc) naik sebesar 0.79% sampai 4.0% dan luas tulangan tarik (Ast) 0.2% sampai 0.5%. Pada bentang 16m dan 20m dimensi gelagar dan tulangan yang dihasilkan berdasarkan pembebanan BMS 1992 dan SNI 2005 adalah sama, hal ini disebabkan karena luas tulangan perlu yang dihitung dengan kedua metode pembebanan ini berada pada range luas tulangan yang sama. d. Berdasarkan perhitungan pembebanan dalam hal ini bangunan atas jembatan, momen dari SNI 2005 naik 0.37% sampai 0.54% dan dalam perhitungan tulangan perbedaan ini sangat kecil pengaruhnya bahkan pada kondisi tertentu tidak berarti. Saran a. Penelitian ini perlu dilanjutkan terhadap bangunan bawah jembatan yaitu dalam perencanaan abutmen dan pondasi jembatan untuk mengetahui lebih lagi tentang perbedaan beban yang terjadi dari kedua metode pembebanan ini serta pengaruhnya terhadap perencanaan struktur bangunan bawah jembatan. b. Penelitian ini juga perlu dilanjutkan dengan menggunkan dimensi penampang yang lain, bentang jembatan yang lain, mutu material yang lain, dan tipikal jembatan yang lain. ARAH BMS 1992 SNI 2005 X f12 – 60 mm f12 – 60 mm Y f12 – 100 mm f12 – 100 mm TEKNO Vol.13/No.64/Desember 2015 28 DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional, 2005.Standar Pembebanan Untuk Jembatan, Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992. Bridge Management System, Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2014. Perencanaan Bangunan Atas Jembatan, Ambon. Direktorat Jenderal Cipta Karya, 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia, Jakarta. Hal 200-203 Vis, W.C. dan Kusuma Gideon, 1971. Grafik dan Tabel Perhitungan Beton Bertulang, Erlangga,Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TIPE PESAWAT DOMESTIK DAN LUAR NEGERI

1. Boeing 737   thejakartapost.com Pertama, mari berkenalan dengan Boeing 737. Tipe pesawat ini sering digunakan untuk rute pendek...